Penutup FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI SEKOLAH 1. Tujuan

PANDUAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN EKSTRKURIKULER OLAHRAGA Melalui Klub Olahraga di Sekolah Dasar 29 Jasmani berada pada posisi yang mengkhawatirkan dan bergerak pada kepunahan. Paulo Freire, seorang ahli critical pedagogy dalam bukunya Pedagogy of Hope mengkritisi kondisi pendidikan seperti ini sebagai penjajahan dan penindasan yang harus dirubah menjadi pemberdayaan dan pembebasan. Freire mengungkapkan bahwa proses pembelajaran nampak seperti sebuah kegiatan menabung, peserta didik sebagai ”celengan” dan guru sebagai ”penabung”. Kontras dengan hal di atas, konstruksi sosial yang ada di masyarakat sangat beragam dan imbasnya mengarah kepada budaya belajar dan gerak. Budaya belajar dan gerak tengah mengalami krisis yang tentu tidak bisa dipulihkan dalam waktu singkat. Dibutuhkan kerja keras dan usaha dari keluarga, masyarakat dan sekolah dalam proses habituasinya. Sembiosa antar ketiganya akan mampu menumbuhkembangkan kembali budaya gerak yang telah mulai terkikis. Ada beberapa isu faktual diantaranya: 1 policy, power and politics in PE; 2 physical activity, physical fitness health young people; 3 teacher, teaching and pedagogy in PE; 4 gender and PE; 5 social class, young people, sport PE; 6 inclusion, special education needs, disability PE. Revitalisasi dan bahkan revolusi Pendidikan Jasmani harus dimulai dalam tatanan terkecil masyarakat yang bermanifestasi dalam sebuah kelas yang meliputi lingkup pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidikan Jasmani yang diajarkan di sekolah sudah saatnya kembali kepada bentuk dasar dari tujuan anak mengikutinya yakni bergerak. Untuk mencapainya diperlukan pemikiran yang tajam dan kritis. Guru sebagai pelatih menggunakan beragam pendekatan yang memungkinkan semua ranah berkembang sebagaimana mestinya.

3. Penutup

Filsafat bukan merupakan bidang kajian yang memunculkan mistisisme, melainkan menawarkan jalan untuk mencerahkan dalam hubungannya dengan pencarian kemapanan berpikir dan bertindak. Pengetahuan yang ada memberikan pondasi kuat untuk beralih dari cara berpikir konvensional menjadi kritis. Michael Foucault mengadirkan sesuatu yang menarik dalam hipotesis Power of Knowledge dimana pengetahuan ada kuasa. Dengan berpengetahuan kita mampu untuk berkuasa, memberikan ruang memanifestasikan kekuasan dalam suatu institusi dan penegasan kuasa yang dijalankan dalam kuasa yang positif, produktif dan tidak menindas. Implikasi dalam Pendidikan Jasmani dan PANDUAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN EKSTRKURIKULER OLAHRAGA Melalui Klub Olahraga di Sekolah Dasar 30 olahraga secara kritis, radikal dan bijak menghasilkan kebenaran dan kebijaksanaan. Terlebih, terminologi Pendidikan Jasmani dalam terminologi holistik cenderung banyak dianut oleh para pakar Pendidikan Jasmani dewasa ini. Penekanan utama pada definisi ulang dan penelaahan kembali konsep play, game, dan sport. Perubahan-perubahan orientasi Pendidikan Jasmani dan olahraga memiliki keuntungan fisik dan kebermanfaatan edukatif. Akhirnya dualisme substansi, dualisme nilai, dan dualisme tindakan secara arif mampu ditelaah dan disikapi.

B. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM OLAHRAGA 1. Tujuan

a. Peserta mengetahui dan memahami pengertian karakter dan fairplay dan sportsmanship. b. Peserta mengetahui dan memahami nilai-nilai moral dalam olahraga c. Peserta mampu menerapkan pembinaan karakter dan fairplay dalam olahraga d. Peserta mampu mengevaluasi proses dan hasil pelaksanaan pelatihan cabang olahraga dari aspek pendidikan karakter.

2. Materi a. Pengertian

1 Pendidikan Karakter Karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi ”Tanda” khusus untuk membedakan antara orang yang satu dengan lainnya. Karakter dalam bahasa Yunani berasal dari kata ”Charasein” yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan. Benarkah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan atau pembentukan karakter? Menurut Plato ”pendidikan adalah alat pembentuk karakterbagi seluruh warga negara ”.Artinya, pendidikan merupakan investasi masa depan dan sebagai salah satu alat untuk membangun mental dan karakter setiap individu. 2 Fair Play Fair play secara harfiah bermakna bermain secara jujur. Olahraga dengan segala aspek dan dimensi kegiatannya sangat erat kaitannya dengan unsur kompetisi. Dalam kompetisi sikap dan perilaku harus didasarkan pada kesadaran moral Rusli Lutan, 2001. Dalam hal ini