Perilaku sub model Perekonomian Wilayah

ampas, 4 bioethanol berbahan baku tetes, dan 5 biokompos dari blotong. Pada tahun 2025 penerimaan PG dari GKP dan PDT diperkirakan sebesar Rp.6,97 trilyun, lebih tinggi dibanding tahun 2010 yaitu Rp.3,223 trilyun. Gambar 51 Penerimaan seluruh PG setelah ada penambahan PDT di Jatim tahun 2010-2025 Penerimaan yang berasal dari 5 jenis PDT yakni bioethanol dari ampas, bioethanol dari tetes, listrik dari ampas, kampas rem dari ampas dan biokompos yang berasal dari blotong Gambar 52 menunjukkan tren yang selalu meningkat. Peningkatan penerimaan terjadi karena peningkatan pada produksi tebu sebagai bahan baku PDT. Peningkatan penerimaan tertinggi dihasilkan oleh Bioethanol dari ampas. Peningkatan penerimaan tersebut terjadi selain karena harga bioethanol cukup tinggi, yaitu Rp.8000 liter dan jumlah ampas yang dihasilkan untuk bioethanol cukup tinggi. Jumlah ampas untuk bioethanol yakni, 15.807 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 23.762 ton pada tahun 2025. Gambar 52 Penerimaan dari pengembangan 5 jenis PDT di Jatim tahun 2010-2025 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000 5,500 6,000 6,500 7,000 7,500 M il ya r R upi ah Penerimaan PG 1 51 101 151 201 M il ya r R upi ah Penerimaan bioethanol dari tetes Penerimaan kampas rem Penerimaan listrik Penerimaan dr biokompos Penerimaan bioethnl dr ampas Gambar 53 Perekonomian Wilayah setelah ada penambahan PDT di Jatim tahun 2010-2025 Dinamika perekonomian wilayah menunjukkan tren meningkat pada periode 2010-2025 Gambar 53. Peningkatan dalam perekonomian wilayah disumbang dari tambahan penerimaan PG, yakni PDT yang berasal dari listrik, kampas rem, bioethanol dan biokompos, dan penerimaan petani tebu dari pucuk daun tebu. Peningkatan nilai perekonomian wilayah pada tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp.1.155 trilyun lebih tinggi dibanding tahun 2010 yakni Rp.342, 280 trilyun. Tambahan penerimaan dari pengembangan gula tebu dengan pemanfaatan PDT bagi petani antara Rp.703 milyar-Rp.921 milyar, sedangkan tambahan penerimaan bagi PG antara Rp.181 milyar-Rp.272 milyar, dan bagi perekonomian wilayah Rp.885 milyar-Rp.24,896 trilyun. PDT yang memberikan penerimaan tertinggi adalah Bioethanol dari ampas sebesar Rp.126 milyar pada tahun 2010 dan Rp.190 milyar pada tahun 2025. 6.4 Dampak Kebijakan RIGN terhadap produksi GKP, produksi PDT, keuntungan PG, pendapatan petani dan perekonomian wilayah Berdasarkan hasil simulasi model pada kondisi aktual, memperlihatkan bahwa target produksi GKP yang diterapkan di Jawa Timur oleh pemerintah pusat tidak tercapai. Target yang ditetapkan pada tahun 2010 mengenai produksi gula Jatim sebesar 1,65 juta masih belum tercapai jika dijalankan secara Business as usual BAU. Sehingga diperlukan kebijakan pendukung agar target produksi GKP di jatim bisa sesuai dengan target. Begitu juga dengan produksi PDT. Selama ini produksi PDT masih belum banyak mengalami perubahan atau diolah lebih lanjut dari kondisi awalnya sebagai produk samping. Produksi GKP sebagai salah satu output dari tanaman perkebunan, secara nasional hanya memberikan kontribusi sebesar 2,07 bagi PDB Publikasi Statistik Tebu Indonesia, 2012. Kontribusi yang relatif kecil bagi sumber penerimaan sehingga, diharapkan produksi PDT bisa memberikan tambangan kontribusi penerimaan bagi perekonomian wilayah. Pendapatan profit petani dan PG diharapkan juga mengalami peningkatan, mengingat efisiensi PG di Indonesia masih rendah. Dibandingkan India, efisiensi PG di Indonesia secara keseluruhan berkisar 70-75, bahkan PG milik BUMN 300 500 700 900 1,100 1,300 Ja n 2 1 Ja n 2 1 1 Ja n 2 1 2 Ja n 2 1 3 Ja n 2 1 4 Ja n 2 1 5 Ja n 2 1 6 Ja n 2 1 7 Ja n 2 1 8 Ja n 2 1 9 Ja n 2 2 Ja n 2 2 1 Ja n 2 2 2 Ja n 2 2 3 Ja n 2 2 4 Ja n 2 2 5 T ri ly u n R u p ia h Perekonomian Wilayah