69
6.2.4. Perhitungan Nilai Break Even Point
Perhitungan nilai Break Even Point BEP digunakan untuk mengetahui apakah peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya telah mencukupi skala
minimum ekonomis pada kondisi lingkungan bisnis pada saat ini. Perhitungan didasarkan pada nilai-nilai dan harga-harga yang berlaku untuk peternakan
dengan sistem kemitraan. Nilai yang didapat dari perhitungan BEP pada kondisi peternak mitra adalah 9497,91 kilogram untuk satuan berat ayam. Sedangkan
ayam yang harus dipanen minimal pada akhir periode untuk satuan ekor adalah sebanyak 5.654 ekor.
Tabel 15. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Kemitraan
No Komponen BEP
Jumlah
1 Total Biaya Tetap Rp
6.834.680 2
Total Biaya Variabel Rp 648.902.500
3 Harga Jual per Unit Rp
14.400 4
Jumlah Produksi Rp 47.433
5 Biaya Variabel per Unit Rp
13.680 6
BEP kg 9497,91
7 Skala Ekonomis ekor
5.654 Berdasarkan nilai perhitungan BEP yang dihasilkan, menunjukkan bahwa
dengan kepemilikan kapasitas produksi optimal sebesar 6.000 ekor per periode yang dijalankan Bapak Marhaya telah berada diatas nilai ekonomis. Peternakan
ayam broiler yang lebih besar 346 ekor dibandingkan kapasitas minimum ekonomis sebesar 5.654 ekor. Namun, selisih kapasitas yang dimiliki Bapak
Marhaya dengan kapasitas ekonomis tersebut sangat kecil. Perubahan-perubahan biaya pengadaan sarana produksi akibat perubahan tingkat inflasi, konsumsi dan
korbanan biaya yang semakin besar membuat nilai standar minimum juga naik. Kondisi tersebut membuat bisnis budidaya peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya rentan dalam memenuhi syarat standar ekonomis minimum.
6.2.5. Nilai Kelayakan pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola Mandiri
Perhitungan tingkat kelayakan investasi dengan pola bisnis mandiri digunakan sebagai pembanding antara bisnis budidaya ayam broiler yang
diusahakan melalui pola kemitraan dengan bisnis budidaya ayam broiler melalui
70 pola mandiri. Melalui output perhitungan tersebut akan dilihat pola yang
memberikan tingkat kelayakan yang lebih tinggi. Berdasarkan perhitungan ada beberapa komponen biaya input tambahan
yang harus dikeluarkan peternakan dengan pola mandiri. Biaya-biaya tersebut adalah biaya transportasi dan biaya tambahan angkut panen dari kandang menuju
mobil pengangkut. Namun, dengan pola mandiri peternakan akan memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Harga jual yang didapat dari pengepul adalah Rp
17.000 per kilogram. Nilai jual tersebut Rp 3.600 per kilogram lebih besar dari harga jual yang didapatkan rata-rata Bapak Marhaya dengan pola kemitraan
dengan jumlah Rp 14.400 per kilogram pada saat panen. Biaya tambahan berupa biaya transportasi ayam broiler menuju pasar per
tahun bernilai Rp 24.000.000. Sedangkan biaya angkut total panen untuk enam periode dalam satu tahun berjumlah Rp 4.800.000. Tambahan biaya tersebut tidak
bermasalah untuk peternakan dengan pola mandiri karena dengan jumlah panen sebesar 47.433 yang dihasilkan Bapak Marhaya saat ini akan diperoleh
penerimaan total dari ayam dan kotoran ayam broiler per tahun sejumlah Rp 809.373.500 .
Tabel 16.
Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya dengan Asumsi Pola Mandiri
No Kriteria Investasi
Perhitungan
1 NPV Rp
291.514.353 2
Net BC 3,215
3 IRR Persen
57,920 4
PP 1 tahun 9 bulan
Nilai NPV yang dihasilkan adalah Rp 291.514.353 per tahun. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dari nilai yang dihasilkan peternakan Bapak Marhaya
dengan pola kemitraan pada kondisi saat ini yang hanya menghasilkan Rp147.928.117. Nilai Net BC pada kondisi mandiri mampu menghasilkan benefit
dari per satu-satuan biaya sebesar 3,215 satuan. Nilai Net BC pola mandiri tersebut lebih tinggi 1,091 satuan lebih besar dari pola peternakan kemitraan yang
dijalankan.
71 Pada kriteria kelayakan ketiga yaitu IRR, pola beternak mandiri
menghasilkan 57,92 persen. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan internal bisnis dengan pola mandiri lebih baik dari pola kemitraan pada saat ini.
Investasi akan kembali dalam jangka waktu satu tahun satu bulan yang diperlihatkan dari kriteria PP.
Secara keseluruhan pola peternakan mandiri lebih layak dibandingkan dengan pola kemitraan. Namun, pola peternakan dengan pola mandiri menuntut
pengelola peternakan memperkuat sumber keuangan dan informasi pasar produk ayam broiler karena permasalahan peternakan skala rakyat yang ada selama ini
adalah sumber pembiayaan untuk pengadaan input dan kepastian harga jual.
Tabel 17. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Mandiri No
Komponen BEP Jumlah
1 Total Biaya Tetap Rp
6.834.680 2
Total Biaya Variabel Rp 677.702.500
3 Harga Jual per Unit Rp
16.000 4
Jumlah Produksi Rp 47.433
5 Biaya Variabel per Unit Rp
14.288 6
BEP kg 3.991,23
7 Skala Ekonomis ekor
2.376 Berdasarkan nilai perhitungan BEP yang dihasilkan dengan asumsi pola
mandiri, menunjukkan bahwa dengan kepemilikan kapasitas produksi optimal sebesar 6.000 ekor per periode yang dijalankan Bapak Marhaya semakin tinggi
dari skala ekonomis minimum dengan pola peternakan mandiri. Keadaan tersebut ditimbulkan karena harga jual yang diperoleh dengan sistem ini adalah Rp 16.000
per kilogram. Skala ekonomis yang harus dipenuhi peternakan ayam broiler dengan sistem mandiri adalah 3.991,23 kilogram atau 2.376 ekor per siklus.
6.3. Perhitungan Risiko Usaha Peternakan Milik Bapak Marhaya
Usaha peternakan yang dilakukan Bapak Marhaya mengalami kondisi risiko usaha dalam proses pembesaran ayam broiler. Risiko yang terjadi
berpengaruh pada besaran hasil penerimaan yang diperoleh Bapak Marhaya. Risiko usaha yang paling berpengaruh pada usaha peternakan ayam broiler adalah
risiko produksi dan risiko harga.
72 Jumlah output yang dihasilkan selama berproduksi berubah ubah. Besaran
bobot yang mampu dipanen pada kondisi akhir periode tergantung pada jumlah ayam hidup dan tingkat konversi pakan ke bobot badan. Penetapan waktu untuk
melakukan prediksi risiko adalah enam periode terakhir proses produksi yang dilakukan peternakan. Perhitungan hanya berdasarkan enam periode terakhir
karena keterbatasan data yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan.
6.3.1. Risiko Produksi
Risiko produksi diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu produksi terbaik, normal dan produksi terburuk yang pernah dialami peternakan. Bobot panen ayam
broiler pada kondisi terbaik yang pernah dialami sebesar 8640,8 kilogram. Bobot panen normal yang mungkin didapat peternakan pada saat panen adalah 8272,2
kilogram. Sedangkan bobot panen terburuk yang pernah diperoleh peternakan adalah seberat 5454,8 kilogram.
Kondisi terbaik yang diperoleh sebanyak dua periode dalam sembilan periode produksi. Sedangkan kondisi normal mampu diperoleh sebanyak empat
periode dalam Sembilan periode data produksi. Sedangkan kondisi terburuk pernah didapatkan sebanyak tiga periode dalam Sembilan periode usaha yang
dilakukan.
Tabel 18. Frekuensi Dan Bobot Panen Ayam Broiler di Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya No
Kondisi Frekuensi
Produksi kg
1 Terbaik
2 8640,8
2 Normal yang mungkin diperoleh
4 8272,2
3 Terburuk
3 5454,8
Adanya risiko produksi tersebut membuat jumlah penerimaan yang mampu diperoleh berbeda pada tiap kondisinya. Harga jual yang dipakai dalam
perhitungan penerimaan pada kondisi risiko disesuaikan dengan harga jual ayam pada kondisi tanpa risiko. Harga yang dipakai pada perhitungan kelayakan
investasi dengan kondisi risiko produksi adalah Rp 14.400. Perbedaan yang dipakai pada kondisi tanpa risiko dan dengan kondisi risiko harga terletak pada
besaran output yang diperoleh serta biaya variabel yang dikeluarkan.
73 Pada kondisi terbaik penerimaan tahun pertama sampai tahun kesepuluh
diasumsikan sama. Jumlah penerimaan per tahun yang dapat diperoleh dari hasil penjulan ayam broiler dan pupuk kandang adalah
Rp 758.323.392
.
Penerimaan tersebut diperoleh dari penjumlahan penerimaan penjualan ayam sebesar Rp
753.823.392 dan penjualan pupuk kandang di akhir periode sebesar Rp
4.500.000. Sementara itu, pada kondisi normal jumlah penerimaan yang dihasilkan
dengan kondisi risiko produksi dalam satu tahun adalah Rp 725.416.728. Nilai tersebut didapat dari penjualan ayam broiler sebesar Rp 721.666.728 dan
penjualan pupuk kandang sebesar Rp 3.750.000. Penerimaan yang didapat pada saat kondisi risiko produksi normal lebih kecil Rp 32.906.664 daripada kondisi
terbaik. Pada kondisi risiko produksi terburuk, peternakan milik Bapak Marhaya
hanya mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 478.876.752. Nilai penerimaan tersebut sangat rendah bila dibandingkan kedua kondisi sebelumnya.
Penerimaan penjualan ayam broiler hanya mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 475.876.752 dan pupuk sebesar Rp 3.000.000.
Perubahan yang terjadi akibat kondisi risiko tidak hanya berpengaruh pada besaran angka penerimaan akan tetapi juga pada besaran biaya variabel yang
dikeluarkan. Biaya bahan baku yang paling besar perubahan nilainya searah dengan produksi ayam broiler adalah komponen pakan dan DOC. Semakin besar
ayam broiler yang dihasilkan maka semakin besar pengeluaran komponen input pakan dan DOC. Pada komponen biaya tetap, ketiga kondisi risiko dianggap tetap
seperti pada kondisi tanpa risiko.
Tabel 19. Biaya Variabel Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya pada
Kondisi Risiko Produksi
No Biaya Variabel
Pengeluaran per Tahun Rp
1 Kondisi Terbaik
718.188.000 2
Kondisi Normal 680.448.000
3 Kondisi Terburuk
473.985.000
74 Kegiatan pemeliharaan ayam broiler pada kondisi risiko produksi terbaik
memerlukan biaya terbesar karena output yang dihasilkan paling besar daripada dua kondisi yang lain. Besar biaya variabel untuk memelihara ayam broiler
dengan bobot panen 8640,8 kilogram peternakan memerlukan biaya variabel sebesar Rp 718.188.000. Pada kondisi normal biaya variabel yang dibutuhkan
sebesar Rp 680.488.000 dan pada kondisi risiko produksi terburuk peternakan mengeluarkan biaya untuk mengadakan komponen input variabel dengan biaya
Rp 473.985.000. Adanya perubahan jumlah besaran penerimaan yang mampu dihasilkan
dan biaya variabel yang harus dipenuhi untuk komponen variabel membuat tingkat kelayakan investasi berubah. Kondisi perhitungan empat kriteria
kelayakan investasi pada kondisi dengan risiko produksi berbeda dengan tingkat kelayakan yang dihasilkan peternakan tanpa risiko produksi.
Tabel 20. Kriteria Investasi pada Ketiga Kondisi Risiko Produksi Usaha
Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya No
Kriteria Investasi Terbaik
Normal Terburuk
1 NPV
Rp 95.975.321 Rp 129.770.406 Rp 150.451.125 2
Net BC 1,729
1,986 0,143
3 IRR
21,125 persen 25,541 persen
-18.221 persen 4
PP 4 tahun 3 tahun, 6 bulan
49 tahun, 6 bulan Berdasarkan perhitungan tingkat kelayakan investasi pada kondisi risiko
produksi perhitungan kelayakan investasi pada kondisi risiko produksi normal yang mampu memberikan tingkat kelayakan pada peternakan. Dari perhitungan
kondisi risiko produksi normal didapatkan hasil NPV Rp 129.770.406. Nilai Net BC 1,986. Nilai IRR 25,541 persen dan PP pada tahun keempat. Keempat
indikator tersebut masih menunjukkan standar tingkat kelayakan yang harus dipenuhi suatu proyek.
Sedangkan perhitungan tingkat kelayakan investasi pada kondisi terbaik mampu memberikan hasil positip bagi standar tingkat kelayakan. Walaupun hasil
produksi yang dihasilkan baik namun terjadi pembengkakan pada biaya konsumsi pakan ternak yang dibutuhkan. Tingginya biaya variabel tersebut membuat nilai
NPV yang dihasilkan per tahun Rp Rp 95.075.321, Net BC 1,729, IRR 21,125
75 persen dan PP 4 tahun. NPV bernilai positip dan Net BC lebih dari satu. Artinya
bila berproduksi pada kondisi risiko harga terbaik ini maka peternakan dikatakan sangat layak untuk dikerjakan.
Perhitungan pada kondisi terburuk memiliki hasil yang sangat rendah. Semua komponen dari empat kriteria kelayakan investasi tidak memenuhi standar
kelayakan. NPV yang dihasilkan Rp 150.451.125, Net BC 0,143, IRR -18,221 persen dan nilain PP 49 tahun 6 bulan. Nilai ini dangat rendah sehingga pada
kondisi risiko produksi terburuk peternakan tidak layak dikerjakan.
6.3.2. Risiko Harga
Risiko lain yang dihadapi peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya adalah risiko harga jual. Risiko harga disebabkan adanya fluktuasi harga yang
diterima peternak. Kondisi ini menyebabkan perubahan kelayakan investasi seperti halnya pada kondisi risiko produksi. Selama satu tahun peternakan
menerima tiga skenario, yaitu kondisi terbaik, normal dan buruk. Dalam satu tahun peternakan menerima dua kondisi harga jual normal, terburuk dan terbaik.
Kondisi risiko harga terbaik terjadi pada saat permintaan daging ayam broiler tinggi. Kondisi harga jual terbaik terjadi pada awal tahun dan hari raya.
Tabel 21.
Frekuensi Harga Jual Daging Broiler di Peternakan Milik Bapak
Marhaya Pada Setiap Kondisi No
Kondisi Frekuensi
Harga Jual RpKilogram
1 Kondisi Terbaik
2 14.480
2 Kondisi Normal
2 14.450
3 Kondisi Terburuk
2 14.400
Perubahan harga jual yang didapat peternakan pada saat panen membuat besaran penerimaan berubah. Namun perubahan harga jual daging yang diperoleh
tidak menyebabkan perubahan pada biaya-biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan peternakan ayam broiler pada kondisi risiko harga terbaik sebesar Rp
643.929.397,3. Total penerimaan penjualan ayam broiler dan pupuk kandang yang dihasilkan pada kondisi risiko harga normal sebesar Rp 642.615.451,9. Sedangkan
penerimaan yang diperoleh pada saat kondisi risiko harga jual terburuk sebesar Rp 640.425.542,9. Selisih yang dihasilkan dari perhitungan penerimaan pada tiga