Bakso Ikan Pengolahan Bakso Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakso Ikan

Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah sangat populer dan tidak asing lagi bagi masyarakat. Hampir semua orang dari berbagai kelompok umur mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai manula menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat, dan kenyal serta bergizi tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan bakso sapi Wibowo, 2006. Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan minced atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat- bulat dan direbus dalam air panas. Daging ikan yang akan digunakan harus sesegar mungkin, karena protein myofibril terutama aktin dan myosin sebagai pembentuk tekstur bakso belum terdenaturasi. Selain itu daya ikat air pada ikan yang segar lebih tinggi. Daging ikan yang kurang segar menyebabkan tekstur bakso yang dihasilkan agak lembek dan warnanya tidak putih lagi. Mutu bakso ikan yang baik adalah yang warnanya putih bersih, tekstur kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek Wibowo, 2006. Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein khususnya protein myofibril, terutama aktin dan myosin. Fungsi protein dalam bakso adalah sebagai pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier Kramlich 1971.

2.2 Bahan Baku Bakso

2.2.1 Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan finlet dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam, dengan jari jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap Ditjen Perikanan, 1983. Menurut Saanin 1984, klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Thunnus Class : Teleostei Sub Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub Ordo : Scombroidae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus alalunga Albacore Thunnus albacores Yelowfin Tuna Thunnus macoyii Southern Bluefin Tuna Thunnus obesus Big eye Tuna Thunnus tongkol Longtail Tuna Tuna merupakan perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yang berangka tulang. Penyebaran tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut tropis dan daerah beriklim sedang Djuhanda, 1981. Gambar 1. Ikan Tuna Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 – 26,2 g100 g daging. Lemak antara 0,2 – 2,7 g100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A retinol, dan vitamin B Thiamin, riboflavin dan niasin Departemen of Health Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000. Kompoisisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 2 dan produksi ikan tuna di Indonesia disajikan dalam Tabel 3. Tabel 2. Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna Thunnus sp per 100 g daging Komposisi Jenis Ikan Tuna Satuan Bluefin Skipjack Yellowfin Energi 121,0 131,0 105,0 Kal Protein 22,6 26,2 24,1 g Lemak 2,7 2,1 0,1 g Abu 1,2 1,3 1,2 g Kalsium 8,0 8,0 9,0 mg Fosfor 190,0 220,0 220,0 mg Besi 2,7 4,0 1,1 mg Sodium 90,0 52,0 78,0 mg Retinol 10,0 10,0 5,0 mg Thiamin 0,1 0,03 0,1 mg Riboflavin 0,06 0,15 0,1 mg Niasin 10,0 18,0 12,0 mg Sumber : Departemen of health, Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000 Tabel 3. Produksi ikan tuna tahun 2005 – 2009 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010 Tahun Produksi ton 2005 183 144 2006 159 404 2007 191 558 2008 194 173 2009 203 269

2.2.2 Daging Merah Ikan Tuna

Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan edible portion berkisar antara 45 – 50 dari tubuh ikan Suzuki, 1981. Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dimakan berkisar antara 50 – 60. Kadar protein daging ikan putih tuna lebih tinggi dari pada ikan merahnya. Namun sebaliknya kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dari daging merahnya. Pembagian daging merah ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna Daging merah tuna dapat dibedakan berdasarkan lapisan lemaknya yaitu otoro, chutoro dan akami. Otoro terdapat pada bagian perut bawah, berwarna lebih terang karena lebih banyak mengandung lemak dan lebih mahal dibandingkan chutoro. Daging merah ikan adalah lapisan daging ikan yang berpigmen kemerahan sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. Jumlah daging merah bervariasi mulai kurang dari 1 – 2 pada ikan yang tidak berlemak hingga 20 pada ikan yang berlemak. Diameter sel atau jaringan otot pada daging merah lebih kecil Okada, 1990. Daging merah kaya akan lemak, suplai oksigen dan mengandung mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis memungkinkan jenis ikan ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan untuk bermigrasi. Okada 1990 menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya yang tinggi yang tersusun atas protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80 hemoprotein pada daging merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg100 g Watanabe, 1990. Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna Okada, 1990.

2.2.3 Surimi

Surimi adalah istilah dari Jepang. Surimi didefinisikan sebagai lumatan daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang, dan penghilangan sebagian komponen larut air dan lemak melalui pencucian dengan air, sehingga disebut sebagai konsentrat basah protein myofibril dari daging ikan Okada, 1992. Menurut BPPMHP 2001 b , beberapa keuntungan dari penggunaan surimi sebagai berikut: 1 Memungkinkan tersedianya bahan baku untuk pengolahan produk-produk fish jelly, terutama pada saat tidak musim ikan. 2 Pengolah tidak perlu menyiapkan daging ikan setiap hari sehingga menghemat waktu dan biaya. 3 Meningkatkan efisiensi produksi karena pengolah dapat mengkhususkan diri pada produksi surimi atau produk-produk fish jelly. 4 Lebih efektif menyimpan ikan dalam bentuk surimi beku daripada ikan utuh jika dilihat dari ruangan penyimpanan, distribusi dan transportasi. 5 Pada musim produksi ikan melimpah, pengolahan surimi merupakan alternatif yang menguntungkan karena memungkinkan dilakukannya persediaan stock bahan baku. Ada dua tipe surimi berdasarkan kandungan garamnya, yaitu muen surimi dan kaen surimi. Muen surimi atau surimi tanpa garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan polifosfat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan. Kaen surimi atau surimi dengan garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan polifosfat serta telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku terdapat tipe surimi lain yaitu, raw surimi atau nama surimi, yaitu surimi yang tidak dibekukan dan dibuat dari daging ikan basah segar. Surimi jenis ini digunakan langsung sebagai bahan baku pada pengolahan produk lanjutannya segera setelah dibuat, dan memiliki kelebihan dari surimi beku yaitu kemampuan mengikat air yang lebih besar sehingga meningkatkan rendemen Suzuki, 1981. Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi. Jenis ikan yang ideal untuk produk surimi beku adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, sebab kemampuan pembentukan gel akan mempengaruhi elastisitas produk. Untuk mendapatkan surimi yang baik harus menggunakan ikan yang masih segar, karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar BBPMHP, 1987.

2.2.4 Ikan Lainnya

Jenis ikan yang paling mungkin digunakan dalam sebagai alternatif bahan baku bakso adalah jenis ikan kuning, ikan mata goyang, maupun ikan kuniran yang banyak diperoleh di DKI Jakarta, Tegal dan Jawa Tengah. Ikan kuning, ikan mata goyang dan ikan kuniran pada awalnya kurang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, pemanfaatannya hanya sebatas bahan baku proses pembuatan ikan asin, bahan baku pakan ternak maupun proses pengolahan tepung ikan. Namun semenjak industri pengolahan fillet ikan berkembang, jenis ikan ini meningkat nilai ekonomisnya dan cukup banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan olahan ikan seperti bakso ikan. Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan fillet ikan demersal terutama di daerah Tegal, Jawa Tengah. Nama latin untuk ikan kuniran adalah Upenephelus sulphureus. Nama internasional untuk jenis ikan ini adalah Sulphur goatfish, sedangkan nama lokal adalah ikan kuniran atau kamujang atau jenggot. Ikan kuniran masuk ke dalam famili Mullidae, genus Upeneus. Hidup di sekitar terumbu karang. Bentuk badan memanjang sedang, pipih samping dengan penampang melintang bagian depan punggung beberapa garis bengkok yang dalam dan kepala tumpul. Mempunyai pita gelap berwarna coklat kemerahan memanjang di atas gurat sisi mulai dari moncong melewati mata sanpai ke pertengahan dasar pangkal ekor. Ukuran mampu mencapai 20 cm. Ikan ini biasanya ditangkap menggunakan Pukat tarik ikan Fish net, Dogol termasuk lampara dasar, cantrang Demersal danish seine, Pukat cincin Purse seine, Bagan tancap Stationary lift net dan Sero Guiding Barrier. Ikan kuniran tersebar di perairan pantai seluruh Indonesia, ke utara dampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan, Philipina, ke selatan sampai pantai utara Australia dan ke barat sampai Afrika Timur. Di Indonesia, ikan kuniran didaratkan di PPP Tegalsari, PPN pekalongan, PPN Brondong dan PPP Karangantu. Ikan mata goyang atau swanggi. Nama Internasional untuk jenis ikan ini adalah Purple-spotted bigeye. Nama latin dari ikan mata goyang ini adalah Pricanthus tayenus, sedangkan nama lokalnya antara lain golok sabrang PPN Brondong, capa PPN Sibolga, mata bulan PPN Ambon, camaul PPN Pelabuhan Ratu, demang, mata goyang, ohyes PPP Tegalsari, belong PPN Pekalongan dan empok asu PPN Prigi. Ikan ini memiliki bentuk bulat agak memanjang, mata cukup besar dengan bintik hitam pada bagian sirip pectoral. Ikan mata goyang tersebar pada perairan dengan dasar karang berbatu. Alat tangkap yang digunakan untuk mendapatkan ikan mata goyang antara lain Pukat tarik udang ganda Double rigs shrimp trawl, Pukat tarik ikan Fish net, Payang termasuk Lampara dasar Pelagic danish seine, Pukat cincin Purse seine, Jaring insang hanyut Drift gill net, Jaring klitik Shrimp entangling gill net, Jaring tiga lapis Trammel net, Bagan perahurakit Boatraft lift net, dan Sero termasuk Kelong Guiding barrier. Di Indonesia ikan ini didaratkan di PPN Sibolga, PPN Pelabuhan Ratu, PPP Tegalsari, PPN Pekalongan, PPN Brondong dan PPN Ambon. Ikan demersal lainnya yang juga digunakan dalam pengolahan fillet adalah ikan ekor kuning. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan ekor kuning adalah sebesar 33.84 . Sedangkan rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan mata goyang dan kuniran adalah 29,25 dan 32,30 . Perbedaan nilai rendemen dari ketiga jenis ikan ditentukan dari ukuran ikan yang digunakan dan produk akhir yang diperoleh yaitu skin less atau skin on. Ikan ekor kuning memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dua jenis ikan lainnya sehingga walaupun produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin less, namun rendemen yang diperoleh tetap lebih tinggi. Sedangkan untuk ikan kuniran memiliki nilai rendemen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen ikan mata goyang karena produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin on. Ukuran ikan yang digunakan baik ikan mata goyang maupun ikan kuniran hampir sama.

2.3 Pengolahan Bakso Ikan

Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan minced atau surimi. Proses pengolahan bakso ikan yang berasal dari bahan baku surimi, terdiri dari penerimaan, pencampuran, pembentukan, perebusan, pendinginan, sortasi, penimbangan dan pengemasan, serta penyimpanan BSN 2006 b . Bahan baku yang digunakan atau diterima diuji secara sensori untuk mengetahui mutunya. Pada tahap pencampuran lumatan daging ikan atau surimi dimasukkan ke dalam alat pencampur untuk digiling hingga hancur. Ditambahkan garam dan di campur kembali sehingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya dilakukan penambahan dan bumbu-bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Kemudian adonan dicetak secara manual atau dengan mesin pencetak bakso dengan ukuran yang sudah ditentukan. Tahap selanjutnya adalah perebusan bakso pada suhu 20 o C selama 20 menit dan dilanjutkan perebusan pada suhu 90 o C selama 20 menit. Tujuan dari perebusan adalah untuk mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Selanjutnya bakso ikan didinginkan dengan cara dibiarkan pada suhu ruang. Setelah bakso ikan dingin, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan sortasi untuk mendapatkan bakso ikan dengan bentuk yang seragam. Kemudian bakso ikan dimasukkan ke dalam bahan pengemas, dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Kemasan ditutup menggunakan alat penutup sealer. Tahap selanjutnya adalah penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah BSN 2006 b . Daging lumatan atau surimi, dicampur dengan garam dan bahan pengikat phosphate selama kurang lebih 2 menit. Hal ini dilakukan karena pada pembuatan dan pengadonan bakso ikan sangat diperlukan terjadinya pembentukan gel ikan yang akan mempengaruhi tekstur. Jika garam ditambahkan pada awal proses pengadonan maka protein miofibril yang bersifat mudah larut dalam cairan garam akan terpisah dari daging ikan membentuk pekatan sol yang sangat lengket. Apabila pekatan ini dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Pasta elastis ini disebut ashi. Setelah adonan kalis, masukkan bahan pengisi tepung kemudian bumbu-bumbu lainnya secara berurutan sedikit demi sedikit mulai dari bawang putih, lada, MSG dan terakhir sorbitol. Pada saat pengadonan juga perlu memperhatikan suhu adonan tidak melebihi 20 o C, maka itu diperlukan es atau air es secukupnya dengan memperhatikan tekstur yang akan dihasilkan agar produk tidak terlampau lembek atau keras. Adonan yang telah jadi, dibentuk menjadi bola-bola bakso dengan ukuran sesuai keinginan, selanjutnya bakso dilakukan pemasakan yang terbagi atas dua 2 tahap, yaitu tahap pertama dimasak dalam air panas dengan suhu 60 o – 70 o C selama 15 menit. Pemanasan dengan suhu tersebut bertujuan agar permukaan bakso halus. Setelah 15 menit pemanasan, dilakukan pemasakan kedua yaitu perebusan dalam air mendidih sampai matang dan mengapung atau sekitar 15 menit, sehingga terbentuknya struktur produk yang kompak. Bakso yang telah matang, didinginkan di suhu ruang atau bisa dibantu menggunakan kipas angin. Penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan menggunakan suhu dingin maupun suhu beku. Penyimpanan bakso ikan pada suhu dingin dapat dilakukan dalam ruang pendinginan refrigerator pada suhu 0 – 5 o C. penyimpanan produk pada suhu rendah dimaksudkan untuk menghambat aktivitas mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga dapat mencegah kemunduran mutu atau memperlambat proses pembusukan Ilyas 1983.

2.4 Pengembangan Usaha, Strategi Bersaing, Pemasaran dan Lingkungan