164 Peningkatan PDRB perkapita yang kedua ditempati oleh sektor industri
yaitu sebesar 8.4027 persen, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 3.8952 persen, dan terakhir sektor jasa sebesar 1.9240 persen. PDRB perkapita total mengalami
peningkatan sebesar 5.2082 persen, yang masih lebih rendah dibandingkan dengan skenario yang keenam. Sungguhpun demikian, peningkatan PDRB perkapita ini
merupakan yang tertinggi dari enam skenario lainnya. Dampak positif yang ditimbulkan oleh peningkatan investasi domestik
sejalan dengan penelitian Osinubi and Amaghionyeodiwe 2010, yang menyatakan bahwa, pertumbuhan investasi domestik signifikan dalam
menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi Nigeria. Begitu juga dengan penelitian Louzi and Abadi 2011 di Jordania, investasi domestik berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan GDP. Peningkatan PDRB perkapita tersebut, pada tahap selanjutnya
mempengaruhi penurunan kemiskinan di provinsi Jambi, dengan penurunan kemiskinan perdesaan lebih tinggi daripada kemiskinan perkotaan. Kemiskinan
perdesaan mengalami penurunan sebesar 10.3520 persen dan kemiskinan perkotaan sebesar 9.4092 persen. Penurunan kemiskinan perdesaan merupakan
yang tertinggi kedua dari seluruh skenario yang dilakukan, yaitu di bawah skenario yang ketujuh. Penurunan kemiskinan perdesaan dan perkotaan
merupakan yang tertingi kedua dari seluruh skenario yang dilakukan, setelah skenario yang keenam. Dari tabel dapat dilihat, bahwa kemiskinan di perdesaan
mengalami penurunan sebesar 10.3520 persen dan kemiskinan perkotaan mengalami penurunan sebesar 9.4092 persen. Begitu juga dengan penurunan
kemiskinan total merupakan yang tertinggi kedua, setelah skenario keenam yaitu sebesar 9.8936 persen.
7.4. Perbandingan Antara Skenario Kebijakan Pertama Sampai Kelima
Supaya dapat diperbandingkan, maka hasil perhitungan seperti yang tercantum pada Lampiran 9b harus dinormalisasi dengan cara membagi
peningkatan atau penurunan persentase yang dicapai dengan nominal dana yang di shock pada setiap skenario. Dalam hal ini pembaginya dibuat menjadi per Rp. 1
000 juta shock, sehingga terhadap PDRB perkapita disebut pertumbuhan per Rp. 1
165 000 juta shock dan terhadap tingkat kemiskinan disebut penurunan atau
pengurangan tingkat kemiskinan per Rp 1 000 juta shock. Sebelum dipaparkan hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 9c,
maka perlu dijelaskan, bahwa jumlah dana yang di shock pada setiap skenario adalah: 1 pada skenario 1: Rp. 4 518 juta atau sebesar 25 persen dari rata-rata
jumlah dana pembangunan untuk sektor pertanian selama periode tahun 2001- 2010, yang keseluruhan dana tersebut diambil dari belanja tidak langsung, dengan
cara menurunkan belanja tidak langsung tersebut sebesar 2.63 persen, 2 pada skenario 2: Rp. 5 403 juta atau sebesar 25 persen dari rata-rata jumlah dana
pembangunan untuk sektor pendidikan selama periode tahun 2001-2010, yang keseluruhan dana tersebut diambil dari belanja tidak langsung, dengan cara
menurunkan belanja tidak langsung tersebut sebesar 3.15 persen, 3 pada skenario 3: Rp. 2 065 juta atau sebesar 25 persen dari rata-rata jumlah dana
pembangunan untuk sektor kesehatan selama periode tahun 2001-2010, yang keseluruhan dana tersebut diambil dari belanja tidak langsung, dengan cara
menurunkan belanja tidak langsung tersebut sebesar 1.20 persen, 4 pada skenario 4: Rp. 21 191 juta atau sebesar 25 persen dari rata-rata jumlah dana
pembangunan untuk sektor infrastruktur selama periode tahun 2001-2010, yang keseluruhan dana tersebut diambil dari belanja tidak langsung, dengan cara
menurunkan belanja tidak langsung tersebut sebesar 12.35 persen, dan 5 pada skenario 4: Rp. 33 177 juta atau sebesar 25 persen dari rata-rata masing-masing
jumlah dana pembangunan untuk sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur selama periode tahun 2001-2010, yang keseluruhan dana tersebut
diambil dari belanja tidak langsung, dengan cara menurunkan belanja tidak langsung tersebut sebesar 19.34 persen. Dengan demikian angka pembaginya,
berturut-turut adalah: 4.518 untuk skenario pertama, 5.403 untuk skenario kedua, 2.065 untuk skenario ketiga, 21.191 untuk skenario keempat, dan 33.178 untuk
skenario kelima. Dari Tabel 53 dapat diamati, setelah dilakukan normalisasi, maka
peningkatan PDRB perkapita total PDRBk tertinggi adalah skenario ketiga yaitu sebesar 0.9954 persen, yang artinya untuk setiap Rp. 1 000 juta tambahan
pengeluaran pemerintah daerah pada sektor kesehatan, maka akan terjadi
166 peningkatan PDRB perkapita total PDRBk sebesar 0.9954 persen. Urutan kedua
adalah skenario keempat, dengan peningkatan PDRBk yang dicapai sebesar 0.1997 persen. Pada urutan ketiga adalah skenario yang pertama yaitu sebesar
0.1456 persen. Pada tempat keempat dan kelima ditempati oleh skenario kelima dan kedua yaitu dengan peningkatan PDRBk masing-masing sebesar 0.0988 dan
0.0956 persen. Tabel 53. Hasil Perhitungan Skenario 1-5 Setelah Dinormalisir
Peubah Endogen Nilai
Dasar Perubahan
S1 S2
S3 S4
S5 Persen
Persen
Persen Persen Persen
PDRBAGRk 1.8485
0.1281 0.0811
0.7260 0.1899
0.0709 PDRBINDk
0.7717 0.1606
0.0863 0.6906
0.2183 0.1012
PDRBSERk 2.2899
0.1363 0.1277
0.8992 0.1873
0.1100 PDRBANOk
1.0328 0.1864
0.0573 1.9187
0.2307 0.1220
PDRBk 5.9429
0.1456 0.0956
0.9954 0.1997
0.0988 HUPOV
0.0421 -0.2103 -0.1319 -0.9207 -0.2914
-0.1360 HRPOV
0.0452 -0.3428 -0.2047 -2.0366 -0.4907
-0.1600 HTPOV
0.0873 -0.2789 -0.1484 -1.4984 -0.3946
-0.1485
Begitu juga dengan penurunan tingkat kemiskinan total atau tingkat kemiskinan perkotaan dan perdesaan HTPOV tertinggi juga dicapai oleh
skenario ketiga yaitu sebesar 1.4984 persen, yang artinya untuk setiap Rp. 1 000 juta tambahan pengeluaran pemerintah daerah pada sektor kesehatan, maka akan
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah penduduk miskin total sebesar 1.4984 persen. Penurunan tingkat kemiskinan total urutan kedua sampai kelima
sama dengan urutan peningkatan PDRB perkapita PDRBk yaitu urutan kedua adalah skenario keempat, dengan penurunan tingkat kemiskinan total sebesar
yang dicapai sebesar 0.3946 persen. Pada urutan ketiga adalah skenario yang pertama yaitu sebesar 0.2789 persen. Pada tempat keempat dan kelima ditempati
oleh skenario kelima dan kedua yaitu masing-masing sebesar 0.1485 dan 0.1484 persen. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9c.
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
8.1. Kesimpulan
1. Strategi pengurangan jumlah penduduk miskin di provinsi Jambi, harus
dilakukan dengan cara meningkatkan realisasi investasi swasta, baik asing maupun domestik, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan
investasi swasta akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, yang pada gilirannya akan menurunkan angka
kemiskinan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan, bahwa peningkatan investasi swasta lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kemiskinan, dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah daerah. 2.
Investasi swasta harus didorong pada program-program kegiatan yang produktif, seperti pada sektor pertanian dan usaha kecil menengah UKM
yang banyak menyerap tenaga kerja, yang akan bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dan industri, yang selanjutnya dapat
meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, yang akan derdampak pada penurunan angka kemiskinan.
3. Terbatasnya kemampuan fiskal daerah, maka pemerintah daerah harus
menggandeng pihak swasta dalam membangun ekonomi Jambi. Peningkatan pengeluaran pemerintah daerah yang dibarengi dengan peningkatan investasi
swasta pada sektor-sektor produktif akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan menurunkan angka kemiskinan. Dengan
demikian memperbesar sektor swasta menjadi amat penting dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.
4. Untuk meningkatkan jumlah dan realisasi investasi di Jambi, maka perlu
dialakukan dengan cara: a meningkatkan sarana dan prasarana pendudukung, seperti infrastruktur jalan dan jembatan, listrik dan komunikasi, dan
b menciptakan iklim investasi yang sehat dan kondusif, seperti keamanan, kenyamanan, perizinan yang mudah dan murah, transparan dan akuntabel.
Dalam kaitan ini peringkat daya saing invesatsi Jambi perlu ditingkatkan untuk masa-masa yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah KPPOD dan Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM tahun 2008, peringkat daya saing provinsi Jambi,