Kebijakan Desentralisasi Fiskal KERANGKA TEORI

66 portfolio yaitu: 1 investasi asing langsung memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara terbelakang, 2 mendorong perusahaan lokal untuk menginvestasikan sendiri lebih banyak pada industri pendukung atau dengan cara bekerjasama dengan perusahaan asing, 3 memperoleh jumlah modal yang lebih besar. Sebagian laba pada umumnya ditanamkan kembali ke dalam pengembangan, modernisasi atau pembangunan industri yang terkait, 4 disalurkan kepada penggunaan yang logis dan produktif, 5 kemungkinan pelarian modal dari negara peminjam kurang dan karena itu juga dimungkinkan beban neraca pembayaran menjadi kecil selama depresiasi, karena investasi langsung, tidak seperti obligasi, dibayar dengan deviden yang dikaitkan dengan laba, 6 meringankan beban neraca pembayaran negara terbelakang, karena tenggang waktu antara pengoperasian perusahaan bisnis baru dan perolehan laba adalah sama, 7 karena investasi langsung mengalir ke sektor pertanian dan industri pengolahan yang memproduksi barang-barang primer untuk ekspor, maka dapat membantu meringankan posisi neraca pembayaran negara terbelakang, dan 8 investasi asing langsung yang mengalir ke negara sedang berkembang, terkadang dapat pula mendorong pengusahanya untuk menanamkan modalnya di negara terbelakang lainnya.

3.4. Kebijakan Desentralisasi Fiskal

Tanggung jawab penyediaan barang publik pada suatu negara tercermin dari sistem fiskal yang dianut pemerintah negara tersebut. Secara umum sistem fiskal terbagi ke dalam dua kelompok yaitu sentralistik dan desentralistik. Kedua sistem fiskal ini cenderung menimbulkan trade-off diantara satu dengan yang lainnya Feidler and Staal, 2008. Efektivitas dan keberhasilan kedua bentuk sistem fiskal tersebut dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi masih menjadi perdebatan baik di kalangan ahli ekonomi maupun sosial dan politik. Kelompok pertama berpandangan bahwa pengelolaan keuangan negara yang dilakukan secara sentralistik lebih efektif untuk mewujudkan target-target perekonomian nasional melalui kebijakan yang seragam uniform policy. Sentralisasi fiskal dapat meningkatkan efektifitas birokrasi dan pengeluaran pemerintah, menekan biaya administrasi, mengurangi distorsi pasar, mengakomodir eksternalitas antar wilayah dan memperkecil ketimpangan regional. Kelompok kedua sebaliknya 67 berpandangan bahwa desentralisasi fiskal dapat meningkatkan efisiensi pelayanan publik, meningkatkan koordinasi multi sektoral aktivitas-aktivitas ekonomi pada level lokal dan regional, meningkatkan kinerja penyediaan pelayanan publik melalui kompetisi antar pemerintah lokal, efisiensi alokasi sumber daya dan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi berbasis potensi sumber daya lokal Parker and Thornton, 2004; and Engel, 2008. Ditengah-tengah berlangsungnya perdebatan sistem fiskal sentralistik dan desentralistik, sejak awal dekade 1990-an sebagian besar negara cenderung beralih dari kebijakan sentralistik ke desentralistik dalam merespon menguatnya globalisasi dan integrasi ekonomi pada tingkat perekonomian internasional Stegarescu, 2003. Pengalaman empiris penerapan desentralisasi fiskal ternyata menunjukkan dampak yang beragam antar negara, tidak selalu searah dengan pandangan kedua kelompok penganut paham sentralistik dan desentralistik. Pada kasus negara China, implementasi kebijakan desentralisasi fiskal dengan peningkatan transfer dana dari pemerintah pusat ke tingkat pemerintahan provinsi, berhasil mengukir laju pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan, walaupun disparitas pendapatan antar kelompok masyarakat dan antar wilayah cenderung meluas. Sebaliknya Rusia yang mengalami surplus anggaran disertai resentralisasi fiskal dengan peningkatan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan negara ternyata hanya mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah Parker and Thorntor, 2004. Ada dua pendekatan utama dalam analisis implementasi sistem fiskal desentralistik yaitu: analisis yang didasarkan pada teori ekonomi neo klasik terhadap public choice dan analisis yang didasarkan pada pendekatan analisis kebijakan menggunakan teori keuangan negara dan administrasi publik. Pendekatan pertama lebih menekankan pada aspek mikroekonomi dari penyediaan barang publik, sedangkan pendekatan kedua lebih menekankan pada aspek makroekonomi pengelolaan keuangan negara dan administrasi keuangan pemerintah Rondinelli at al, 1989. Desentralisasi dapat didefenisikan sebagai suatu persfektif transfer tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, dan peningkatan alokasi sumberdaya dari pemerintah pusat ke agen-agen atau tingkatan pemerintah yang 68 lebih rendah. Desentralisasi dapat juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana barang-barang dan jasa-jasa publik disediakan terutama lewat pengutaraan nilai kesukaan revealing preferency individual melalui mekanisme pasar. Beradasarkan konsep ini, penyediaan kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa publik pada tingkat pemerintah yang lebih rendah lebih tepat didesentralisasikan kepada agen pemerintah di wilayah tersebut atau melalui kebijakan privatisasi Buchanan and Tullock dalam Rondinelli, at al, 1989. Berdasarkan konsep di atas, semakin besar tanggung jawab penyediaan barang dan jasa publik yang diserahkan kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah semakin besar pelimpahan tanggung jawab dalam pendanaannya. Pembiayaan penyediaan barang publik oleh pemerintah yang lebih rendah dapat bersumber dari penerimaan pajak yang dimobilisasi sendiri atau pengalokasian sebagian penerimaan pajak pemerintah pusat kepada pemerintah daerah intergovernmental fiscal relations. Derajat desentralisasi fiskal ditunjukkan oleh rasio penerimaan pemerintah pusat atau daerah terhadap total penerimaan negara, atau rasio pengeluaran pusat atau daerah terhadap total pengeluaran negara. Suatu negara dikatakan memiliki derajat desentralisasi fiskal yang tinggi jika rasio penerimaan atau pengeluaran tingkat pemerintah yang lebih rendah terhadap total penerimaan atau pengeluaran negara relatif lebih besar dan sebaliknya. Secara umum negara dengan sitem pemerintahan federal memiliki derajat desentralisasi yang lebih tinggi dari pada negara dengan sistem pemerintahan kerajaan monarki. Desentralisasi fiskal mempengaruhi kinerja perekonomian lewat peran komponen pengeluaran pemerintah dalam permintaan agregat dan melaui peran input kapital infrastruktur dalam fungsi produksi komoditi, sektoral atau agregat. Ada dua kemungkinan mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap ukuran sektor pemerintah government size. Beberapa ekonom mengandaikan pemerintah daerah sebagai sebuah pasar persaingan sempurna yang bersaing satu dengan lainnya dalam penyediaan barang publik. Persaingan antar daerah kemungkinan dapat mengakibatkan timbulnya persaingan dalam mobilisasi sumber penerimaan pajak. Apabila hal ini yang terjadi, maka kebijakan desentralisasi fiskal dapat mengakibatkan meningkatnya peran komponen 69 pengeluaran pemerintah dalam permintaan agregat. Akan tetapi keadaan sebaliknya dapat juga terjadi, persaingan antar daerah mengarah pada peningkatan efisiensi antar daerah dalam penyediaan barang publik. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya ukuran sektor pemerintah dalam pengeluaran agregat Oates, 1972. Menurut Jhingan 2006, kebijakan fiskal bertujuan untuk : 1 meningkatkan laju investasi, baik di sektor swasta maupun sektor negara, 2 mendorong investasi optimal secara sosial. Kebijakan fiskal harus mendorong arus investasi ke jalur-jalur yang dianggap diinginkan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pola optimum investasi dan mendorong investasi pada overhead sosial dan ekonomi. Seperti investasi di bidang transpor, perhubungan, pengembangan tenaga dan sungai, konservasi lahan untuk overhead ekonomi. Sedangkan investasi di bidang pendidikan, kesehatan dan fasilitas latihan tehnik untuk overhead sosial. Kedua kategori ini menghasilkan ekonomi eksternal yang cenderung memperluas pasar, meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya produksi, 3 meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran atau setengah pengangguran. Pengeluaran pemerintah harus diarahkan pada penyediaan overhead sosial dan ekonomi, yang notabene pengeluaran ini akan lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan dan menaikkan efisiensi produksi perekonomian jangka panjang, 4 meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian internasional, 5 menanggulangi inflasi, misalnya dengan diberlakukannya pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, dan 6 meningkatkan dan meredistribusikan pendapatan nasional agar dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 70 Halaman ini sengaja dikosongkan

IV. METODE PENELITIAN

Pada bab IV ini akan dikemukakan berturut-turut, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, spesifikasi model, prosedur estimasi, validasi model, simulasi model, dan definisi operasional.

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di provinsi Jambi yang secara geografis terletak antara 0 45’ sampai 2 45’ lintang selatan dan antara 101 10’ sampai 104 55’ bujur timur. Sebelah utara berbatasan dengan provinsi Riau dan Kepulauan Riau, sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Sumatera Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Luas wilayah provinsi ini adalah 53 435 Km 2 dengan luas daratan 50 160.05 Km 2 dan luas perairan sebesar 3 274.95 Km 2 Dipilihnya lokasi penelitian di provinsi Jambi ini, mengingat posisi provinsi ini cukup strategis karena langsung berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMSGT Indonesia, Malaysia, Singapura Growth Triangle. Disamping itu, peluang Jambi ke depan dengan adanya pembukaan terusan Thai sebelumnya disebut terusan Kra atau terusan tanah genting Kra yaitu terusan yang akan melewati Thailand Selatan untuk mempersingkat transportasi di wilayah tersebut dan rencananya akan dibuka pada tahun 2011 akan membuka peluang baru bagi Provinsi Jambi, karena posisinya yang menghadap dan terbuka langsung ke Laut Cina Selatan. Pembukaan terusan Kra ini akan mengubah geoekonomi global khususnya Asia Timur mengingat arus transportasi laut yang selama ini melewati selat Malaka akan langsung berubah rute pelayarannya melalui terusan Kra. Disamping itu pelabuhan Sabang yang berada di ujung barat Indonesia bisa menjadi kota pelabuhan yang besar. Menghadap langsung ke Laut China Selatan Pemerintah Provinsi Jambi, 2010d. . Terdiri dari sebelas kabupatenkota yaitu sembilan kabupaten dan dua kota yaitu: 1 kabupaten Kerinci, 2 kabupaten Merangin, 3 kabupaten Sarolangun, 4 kabupaten Batanghari, 5 kabupaten Muaro Jambi, 6 kabupaten Tanjung Jabung Timur, 7 kabupaten Tanjung Jabung Barat, 8 kabupaten Tebo, 9 kabupaten Bungo, 10 kota Jambi, dan 11 kota Sungai Penuh.

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batu Bara

1 42 75

Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto , Investasi, Inflasi Dan Pengangguran Terhadap Pendapatan Daerah Di Provinsi Sumatera Utara

1 46 146

Analisa Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab. Dairi

1 27 80

Elastisitas Pengeluaran Pemerintah Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung Tahun 1990-2008

0 5 11

Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Bogor

1 10 104

Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Bogor

0 14 80

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA TAHUN 1992-2012.

0 5 15

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Meningkatnya Belanja Daerah Di Kota Surakarta Tahun 1990-2011.

0 1 12

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Meningkatnya Belanja Daerah Di Kota Surakarta Tahun 1990-201

0 1 15

Pengaruh Investasi, Pengeluaran Pemerintah dan Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Tingkat Kemiskinan pada Wilayah Sarbagita di Provinsi Bali.

0 0 22