Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5
rasio FDR perbankan syariah di Indonesia mencapai 100. Di tahun 2013 berhasil
mencapai 100,32, dan mengalami kenaikan di tahun 2014 yang mencapai 91,5, di akhir Desember 2015 FDR perbankan syariah mengalami sedikit penurunan ke
88,03
Gambar 1.1. Tingkat Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, data diolah dengan excel
Perbankan syariah mengeluarkan pembiayaan kepada sektor-sektor bisnis di Indonesia yang salah satunya adalah sektor UKM. UKM merupakan salah satu
pemimpin penggerakan ekonomi riil dengan berbasis pada ekonomi kerakyataan. Usaha kecil dan menengah UKM merupakan salah satu bagian penting dalam
membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, termasuk di Indonesia. Kredit atau pembiayaan UKM adalah pembiayaan kepada debitur usaha
mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UKM.
Berdasarkan UU tersebut, UKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
70.00 75.00
80.00 85.00
90.00 95.00
100.00 105.00
110.00
2012 2013
2014 2015
100 100,32
91,5 88,03
6
Perkembangan potensi Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan
kepada UKM. Setiap tahun pembiayaan kepada UKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total pembiayaan
perbankan. Usaha mikro kecil menengah menjadi salah satu prioritas dalam agenda
pembangunan di Indonesia hal ini terbukti dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun 1998 dan tahun 2008 silam, bila dibandingkan dengan
sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan dengan adanya krisis. Kuncoro 2008:75 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan
mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga,
menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Di sinilah peran besar perbankan syariah dalam menjalankan fungsi
intermediasi sesungguhnya yang menyentuh sektor ekonomi akar rumput. Dilihat dari berbagai skema pembiayaan yang dikembangkan, bank syariah hanya
menyalurkan pembiayaan pada sektor riil. Pembiayaan melalui akad murabah, salam, dan ijarah hanya dapat disalurkan apabila ada barang atau jasa sektor riil
yang bisa dibiayai. Bahkan terbentuk korelasi sempurna antara biaya modal dengan pengembalian atas modal pada pembiyaan dengan akad musyarakah dan
mudharabah. Jika dibandingkan dengan perbankan konvesional akan tampak perbedaan
yang jelas. Penyaluran pembiayaan atau kredit dari dana pihak ketiga banyak yang masuk pada sektor keuangan dengan transaksi yang penuh dengan ketidakpastian
7
dan aksi spekulasi. Sebagian besar dana yang disalurkan oleh perbankan konvensional tidak memiliki dampak pada ekonomi riil, hal tersebut merupakan
dampak dari penyaluran dana pada sektor bebas resiko seperti Sertifikat Bank Indonesia. Dan yang lebih memperparah kinerja perbankan konvensional adalah
besarnya dana yang disalurkan ke pasar uang dengan dasar spekulasi. Mubyarto
2004:6, seorang tokoh ekonomi kerakyatan, meragukan peranan perbankan sebagai agent of development dalam pengentasan kemiskinan melalui senjata kredit.
Beliau mengkritik beberapa bank daerah yang lebih suka mengirim dana ke pusat untuk diinvestasikan di surat hutang yang lebih aman seperti SBI. Padahal harapan
UKM terhadap terhadap peranan bank sangat tinggi, namun sayang mereka tidak dianggap “bankable”. Fenomena itu terjadi pada level bank daerah, yang memang
fungsi utamanya memajukan ekonomi daerah. Perbankan syariah bukanlah financial sector based banking sebagaimana
yang diterapkan perbankan konvensional. Sebaliknya perbankan syariah merupakan real sector based banking yang menjalankan pembiayaan pada sektor
riil dan salah satunya adalah sektor UKM. Perbankan syariah memiliki peran yang cukup besar dalam mengembangkan ekonomi riil di Indonesia berpadu dengan
potensi ekonomi kerakyatan dan UKM. Produk-produk pembiyaan dengan skim profit and lost sharing dengan paradigma kemitraan dinilai sangat tepat untuk
mengembangkan usaha mikro masyarakat. Dengan pendekatan pembiayaan lembaga keuangan mikro sebagai kepanjangan tangan dari bank-bank syariah
diharapkan upaya untuk menjangkau UKM bisa dioptimalkan. Perbankan syariah bisa lebih aktif menjalin kerjasama dengan UKM yang
berada ditengah-tengah masyarakat. UKM-UKM tersebut dapat dirangkul sebagai
8
mitra kerja potensial untuk membangkitkan kembali perekonomian masyarakat. Stigma bahwa sektor UKM sangat beresiko merupakan argumentasi yang tidak
beralasan. Bertahannya Bank BRI yang bergerak di sektor tersebut pada krisis tahun 1998 membuktikan bahwa risiko pada sektor UKM lebih terdiversifikasi
Antonio 2009:7. Penyaluran pembiayaan perbankan syariah ke sektor UKM dari tahun 2012
hingga akhir tahun 2015 tergolong tinggi. Dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berikut ini tabel lengkap komposisi pembiayaan perbankan
syariah di Indonesia berdasarkan golongan pembiayaan.
Tabel 1.3. Pembiayaan Perbankan Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan Tahun 2012-
2015 Dalam Miliar Rupiah
Golongan 2012
2013 2014
2015 UKM
90.860 110.086 59.806
51.603 Selain UKM
56.645 74.034 139.524 152.291
Total 147.505 184.120 199.330 203.894
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2015
Pada tahun 2012 pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah pada sektor UKM adalah sebesar
Rp 90.860.000.000.000 Dan meningkat sebesar 21,16 atau sebesar Rp 110.086.000.000.000 pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun
2015 dana yang disalurkan melalui pembiayaan ke sektor UKM oleh perbankan syariah di Indonesia telah mencapai
Rp 51.603.000.000.000. Keputusan menyalurkan besarnya pembiayaan ke berbagai sektor bisnis tidak selalu terjadi
sesuai seperti yang diharapkan, karena ada berbagai resiko yang harus ditanggung oleh perbankan. Salah satunya adalah resiko kredit yang tercermin oleh rasio
kredit bermasalah.
9
Besarnya pertumbuhan aset dan penyaluran pembiyaan perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2012 sampai tahun 2015 ternyata tidak diikuti dengan
kualitas pembiayaan yang baik. Terjaganya fungsi intermediasi perbankan syariah ternyata juga dibarengi dengan memburuknya kualitas pembiayaan. Hal tersebut
ditunjukan dengan meningkatnya angka pembiayaan bermasalah atau Non performing Loan yang dalam terminologi perbankan syariah disebut Non
Performing Finance NPF . NPL menimbulkan permasalahan bagi pemilik bank dan pemilik deposito.
Pertama bagi pemilik bank, dengan semakin tinggi NPL mereka tidak menerima return pasar dari modal mereka. Kedua untuk pemilik deposito tidak menerima
return pasar dari deposito atau tabungan mereka. Bank membagi kegagalan kredit atau pembiayaan mereka kepada pemilik deposito dengan cara menekan tingkat
suku bunga atau tingkat bagi hasil. Nasution, 2007:1 Dalam kasus yang lebih buruk, jika bank mengalami kebangkrutan deposan akan kehilangan aset atau
dihadapkan dengan jaminan yang tidak seimbang. Bank juga membagi risiko kerugian mereka kepada debitur lain dengan cara menetapkan suku bunga
pinjaman, margin, tingkat bagi hasil yang tinggi. Non performing loan akan mengakibatkan jatuhnya sistem perbankan, mengkerutnya pasar saham dan
bahkan mengakibatkan kontraksi dalam perekonomian.
Tabel 1.4. Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan
Tahun 2012-2015 Dalam Miliar Rupiah
Golongan 2012
2013 2014
2015 UKM
2060 2879
3875 4150
Non UKM 1209
1950 4757
5557
Total 3269
4828 8632
9707 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia
10
Pada tahun
2012 NPF
perbankan syariah
adalah sebesar
Rp 2.060.000.000.000.
Dan meningkat
sebesar 39
atau sebesar
Rp 2.879.000.000.000 pada tahun berikutnya. Pada tahun 2015 yang merupakan
akhir periode pengamatan, jumlah NPF perbankan syariah di Indonesia meningkat menjadi Rp 4.150.000.000.000.
UKM di Indonesia memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Namun demikian hal tersebut tidak mampu
mencerminkan kelancaran debitur-debitur dalam melakukan pembayaran atas pembiayaan yang diberikan.
Selain Produk Domestik Bruto, salah satu variabel yang memengaruhi tingkat non performing finance adalah ekuivalen tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga
merupakan hal yang diperhatikan oleh debitur dalam menerima suatu pembiayaan. Meskipun perbankan syariah tidak mengenal sistem bunga, kinerja
pembiayaan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga yang diberikan bank sentral, maka dapat mempengaruhi tingkat bagi
hasil yang diminta oleh bank sehingga tingkat non performing financing akan semakin meningkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi NPF pada perbankan syariah salah satunya ialah financing to deposit ratio FDR.FDR adalah rasio antara jumlah kredit yang
diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh perbandingan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan dana masyarakat yang
dihimpun yaitu mencakup giro, simpanan berjangka deposito, dan tabungan. FDR
tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang
11
diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga akan
mengalami kenaikan. IlmuPerbankan, 2010:03. Faktor penyebab berikutnya dari non performing loan atau non performing
financing adalah inflasi. Jakubik 2010 melakukan penelitian di Ceko menemukan jika inflasi berpengaruh terhadap resiko kredit. Hogart 2007, yang melakukan
penelitian di Inggris raya menemukan pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan pembiayaan bermasalah yang diproksikan dengan peningkatan jumlah
penghapusan pinjaman. Faktor lainya yang juga memengaruhi tingkat NPF adalah tingkat suku bunga
atau dalam perbankan syariah ditunjukan dengan tingkat bagi hasil dan margin. Saba 2012 menemukan terdapat pengaruh negatif yang signifikan tingkat suku
bunga terhadap tingkat NPL, beberapa literatur menunjukan adanya pengaruh yang ditimbulkan dari tingkat suku bunga terhadap perbankan syariah. Hakan 2011
melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga terhadap perbankan syariah Turki. Hasil penilitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan yang
dihasilkan dari tingkat suku bunga terhadap kinerja perbankan syariah. Di negara dengan dual banking system seperti Indonesia, tidak dapat
dipungkiri bahwa kinerja bank syariah selain dipengaruhi oleh faktor internal manajemen bank syariah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti
Ekonomi Makro. Faktor eksternal dari makro ekonomi adalah tingkat suku bunga, nilai tukar, PDB, jumlah uang beredar, dan inflasi Hakan, 2011.
Pada teori bejana yang berhubungan Karim 2004:254, mengungkapkan bahwa kebijakan moneter konvensional akan mempunyai pengaruh terhadap
perbankan syariah seperti misalnya tingkat suku bunga. Kebijkan monenter
12
mempengaruhi variabel-variabel neraca bank konvensional suku bunga kredit, suku bunga deposito, dan sekuritas yang dimiliki. Pada umumnya mekanisme
tersebut ditransmisikan melalui suku bunga kredit. Di pihak lain, perbankan syariah yang notabene tidak mengenal bunga dalam praktek operasionalnya juga
terpengaruh oleh kebijakan moneter tersebut Adi, 2012:14. Pengaruh tersebut terlihat pada kondisi neraca bank syariah. Yakni pada tingkat nisbah bagi hasil
deposito investasi mudharabah. Sementara pengaruh suku bunga SBI terhadap nisbah pembiayaan bank syariah ditransmisikan melalui suku bunga kredit.
Tabel 1.5. Perkembangan variabel-variabel yang mempengaruhi Non Performing Financing
Tahun FDR
Kurs BI Inflasi
BI Rate Total Pembiayaan
Miliar Rupiah 2012
100 10.194
4,30
5,75
3.269
2013 100,32
10.934 8,38
7,50
4.828
2014 91,5
10.164 8,36
7,75 8.632
2015
96,52 10.010
3,35
7,50
9.707
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia dan bi.go.id
Berdasarkan data non performing financing, keragaman argumentasi research gap penelitian yang ada, ditambah dengan tingkat financing to deposit
rate FDR, inflasi, BI Rate, dan total pembiayaan yang disinyalir memiliki pengaruh terhadap pembiayaan bermasalah NPF, Membuat penulis ingin meneliti lebih
lanjut dengan membuat penelitian berjudul :
A alisis Pe garuh Fi a i g to Deposit Ratio FDR, Nilai Tukar Rupiah KURS, Inflasi, dan BI Rate Terhadap
Pe iayaa Ber asalah NPF di “ektor UKM Per a ka “yariah I do esia . B.
Rumusan Masalah
Kredit macet atau pembiayaan bermasalah dalam dunia perbankan syariah NPF ialah masalah yang muncul sebagai akibat terjadinya konstraksi output
disatu pihak. NPF ini juga lebih disebabkan oleh pengelolaan perbankan yang
13
kurang dalam mengaplikasikan prinsip kehati-hatian prudential banking principles, padahal bank merupakan institusi keuangan yang sarat dengan batasan
dan perturan the most regulated industry in the world. Di samping itu juga, kurang ditaatinya Kode Etik Bankir Indonesia yang diharapkan dapat menjadi
pedoman moral bagi para bankir dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sementara di sisi lain, kalangan usaha kecil dan menengah ternyata lebih
mampu bertahan menghadapi krisis. Hal ini lebih disebabkan karena mereka bergerak di sektor riil, sehingga mereka mempunyai ketergantungan kepada
perbankan yang renda, dan pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah ke sektor UKM sangat besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal tersebut
tentunya membuat risiko kegagalan bayar pembiayaan sektor UKM menjadi tinggi. Dari latar belakang masalah menjelaskan bahwa kondisi ekonomi negara dan
spefikasi bank berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya non performing finance pada perbankan syariah.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah financing to deposit ratio berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ?
2. Apakah nilai tukar rupiah KURS berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ? 4. Apakah BI Rate berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ?
5. Apakah FDR, Kurs, inflasi, dan BI Rate berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara simultan ?
6. Variabel bebas apa yang paling berpengaruh terhadap tingkat NPF ?
14