Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 rasio FDR perbankan syariah di Indonesia mencapai 100. Di tahun 2013 berhasil mencapai 100,32, dan mengalami kenaikan di tahun 2014 yang mencapai 91,5, di akhir Desember 2015 FDR perbankan syariah mengalami sedikit penurunan ke 88,03 Gambar 1.1. Tingkat Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Indonesia Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, data diolah dengan excel Perbankan syariah mengeluarkan pembiayaan kepada sektor-sektor bisnis di Indonesia yang salah satunya adalah sektor UKM. UKM merupakan salah satu pemimpin penggerakan ekonomi riil dengan berbasis pada ekonomi kerakyataan. Usaha kecil dan menengah UKM merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, termasuk di Indonesia. Kredit atau pembiayaan UKM adalah pembiayaan kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UKM. Berdasarkan UU tersebut, UKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. 70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 105.00 110.00 2012 2013 2014 2015 100 100,32 91,5 88,03 6 Perkembangan potensi Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada UKM. Setiap tahun pembiayaan kepada UKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total pembiayaan perbankan. Usaha mikro kecil menengah menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan di Indonesia hal ini terbukti dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun 1998 dan tahun 2008 silam, bila dibandingkan dengan sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan dengan adanya krisis. Kuncoro 2008:75 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Di sinilah peran besar perbankan syariah dalam menjalankan fungsi intermediasi sesungguhnya yang menyentuh sektor ekonomi akar rumput. Dilihat dari berbagai skema pembiayaan yang dikembangkan, bank syariah hanya menyalurkan pembiayaan pada sektor riil. Pembiayaan melalui akad murabah, salam, dan ijarah hanya dapat disalurkan apabila ada barang atau jasa sektor riil yang bisa dibiayai. Bahkan terbentuk korelasi sempurna antara biaya modal dengan pengembalian atas modal pada pembiyaan dengan akad musyarakah dan mudharabah. Jika dibandingkan dengan perbankan konvesional akan tampak perbedaan yang jelas. Penyaluran pembiayaan atau kredit dari dana pihak ketiga banyak yang masuk pada sektor keuangan dengan transaksi yang penuh dengan ketidakpastian 7 dan aksi spekulasi. Sebagian besar dana yang disalurkan oleh perbankan konvensional tidak memiliki dampak pada ekonomi riil, hal tersebut merupakan dampak dari penyaluran dana pada sektor bebas resiko seperti Sertifikat Bank Indonesia. Dan yang lebih memperparah kinerja perbankan konvensional adalah besarnya dana yang disalurkan ke pasar uang dengan dasar spekulasi. Mubyarto 2004:6, seorang tokoh ekonomi kerakyatan, meragukan peranan perbankan sebagai agent of development dalam pengentasan kemiskinan melalui senjata kredit. Beliau mengkritik beberapa bank daerah yang lebih suka mengirim dana ke pusat untuk diinvestasikan di surat hutang yang lebih aman seperti SBI. Padahal harapan UKM terhadap terhadap peranan bank sangat tinggi, namun sayang mereka tidak dianggap “bankable”. Fenomena itu terjadi pada level bank daerah, yang memang fungsi utamanya memajukan ekonomi daerah. Perbankan syariah bukanlah financial sector based banking sebagaimana yang diterapkan perbankan konvensional. Sebaliknya perbankan syariah merupakan real sector based banking yang menjalankan pembiayaan pada sektor riil dan salah satunya adalah sektor UKM. Perbankan syariah memiliki peran yang cukup besar dalam mengembangkan ekonomi riil di Indonesia berpadu dengan potensi ekonomi kerakyatan dan UKM. Produk-produk pembiyaan dengan skim profit and lost sharing dengan paradigma kemitraan dinilai sangat tepat untuk mengembangkan usaha mikro masyarakat. Dengan pendekatan pembiayaan lembaga keuangan mikro sebagai kepanjangan tangan dari bank-bank syariah diharapkan upaya untuk menjangkau UKM bisa dioptimalkan. Perbankan syariah bisa lebih aktif menjalin kerjasama dengan UKM yang berada ditengah-tengah masyarakat. UKM-UKM tersebut dapat dirangkul sebagai 8 mitra kerja potensial untuk membangkitkan kembali perekonomian masyarakat. Stigma bahwa sektor UKM sangat beresiko merupakan argumentasi yang tidak beralasan. Bertahannya Bank BRI yang bergerak di sektor tersebut pada krisis tahun 1998 membuktikan bahwa risiko pada sektor UKM lebih terdiversifikasi Antonio 2009:7. Penyaluran pembiayaan perbankan syariah ke sektor UKM dari tahun 2012 hingga akhir tahun 2015 tergolong tinggi. Dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berikut ini tabel lengkap komposisi pembiayaan perbankan syariah di Indonesia berdasarkan golongan pembiayaan. Tabel 1.3. Pembiayaan Perbankan Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan Tahun 2012- 2015 Dalam Miliar Rupiah Golongan 2012 2013 2014 2015 UKM 90.860 110.086 59.806 51.603 Selain UKM 56.645 74.034 139.524 152.291 Total 147.505 184.120 199.330 203.894 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2015 Pada tahun 2012 pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah pada sektor UKM adalah sebesar Rp 90.860.000.000.000 Dan meningkat sebesar 21,16 atau sebesar Rp 110.086.000.000.000 pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun 2015 dana yang disalurkan melalui pembiayaan ke sektor UKM oleh perbankan syariah di Indonesia telah mencapai Rp 51.603.000.000.000. Keputusan menyalurkan besarnya pembiayaan ke berbagai sektor bisnis tidak selalu terjadi sesuai seperti yang diharapkan, karena ada berbagai resiko yang harus ditanggung oleh perbankan. Salah satunya adalah resiko kredit yang tercermin oleh rasio kredit bermasalah. 9 Besarnya pertumbuhan aset dan penyaluran pembiyaan perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2012 sampai tahun 2015 ternyata tidak diikuti dengan kualitas pembiayaan yang baik. Terjaganya fungsi intermediasi perbankan syariah ternyata juga dibarengi dengan memburuknya kualitas pembiayaan. Hal tersebut ditunjukan dengan meningkatnya angka pembiayaan bermasalah atau Non performing Loan yang dalam terminologi perbankan syariah disebut Non Performing Finance NPF . NPL menimbulkan permasalahan bagi pemilik bank dan pemilik deposito. Pertama bagi pemilik bank, dengan semakin tinggi NPL mereka tidak menerima return pasar dari modal mereka. Kedua untuk pemilik deposito tidak menerima return pasar dari deposito atau tabungan mereka. Bank membagi kegagalan kredit atau pembiayaan mereka kepada pemilik deposito dengan cara menekan tingkat suku bunga atau tingkat bagi hasil. Nasution, 2007:1 Dalam kasus yang lebih buruk, jika bank mengalami kebangkrutan deposan akan kehilangan aset atau dihadapkan dengan jaminan yang tidak seimbang. Bank juga membagi risiko kerugian mereka kepada debitur lain dengan cara menetapkan suku bunga pinjaman, margin, tingkat bagi hasil yang tinggi. Non performing loan akan mengakibatkan jatuhnya sistem perbankan, mengkerutnya pasar saham dan bahkan mengakibatkan kontraksi dalam perekonomian. Tabel 1.4. Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan Tahun 2012-2015 Dalam Miliar Rupiah Golongan 2012 2013 2014 2015 UKM 2060 2879 3875 4150 Non UKM 1209 1950 4757 5557 Total 3269 4828 8632 9707 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 10 Pada tahun 2012 NPF perbankan syariah adalah sebesar Rp 2.060.000.000.000. Dan meningkat sebesar 39 atau sebesar Rp 2.879.000.000.000 pada tahun berikutnya. Pada tahun 2015 yang merupakan akhir periode pengamatan, jumlah NPF perbankan syariah di Indonesia meningkat menjadi Rp 4.150.000.000.000. UKM di Indonesia memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Namun demikian hal tersebut tidak mampu mencerminkan kelancaran debitur-debitur dalam melakukan pembayaran atas pembiayaan yang diberikan. Selain Produk Domestik Bruto, salah satu variabel yang memengaruhi tingkat non performing finance adalah ekuivalen tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga merupakan hal yang diperhatikan oleh debitur dalam menerima suatu pembiayaan. Meskipun perbankan syariah tidak mengenal sistem bunga, kinerja pembiayaan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga yang diberikan bank sentral, maka dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil yang diminta oleh bank sehingga tingkat non performing financing akan semakin meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi NPF pada perbankan syariah salah satunya ialah financing to deposit ratio FDR.FDR adalah rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh perbandingan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan dana masyarakat yang dihimpun yaitu mencakup giro, simpanan berjangka deposito, dan tabungan. FDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang 11 diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan. IlmuPerbankan, 2010:03. Faktor penyebab berikutnya dari non performing loan atau non performing financing adalah inflasi. Jakubik 2010 melakukan penelitian di Ceko menemukan jika inflasi berpengaruh terhadap resiko kredit. Hogart 2007, yang melakukan penelitian di Inggris raya menemukan pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan pembiayaan bermasalah yang diproksikan dengan peningkatan jumlah penghapusan pinjaman. Faktor lainya yang juga memengaruhi tingkat NPF adalah tingkat suku bunga atau dalam perbankan syariah ditunjukan dengan tingkat bagi hasil dan margin. Saba 2012 menemukan terdapat pengaruh negatif yang signifikan tingkat suku bunga terhadap tingkat NPL, beberapa literatur menunjukan adanya pengaruh yang ditimbulkan dari tingkat suku bunga terhadap perbankan syariah. Hakan 2011 melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga terhadap perbankan syariah Turki. Hasil penilitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan yang dihasilkan dari tingkat suku bunga terhadap kinerja perbankan syariah. Di negara dengan dual banking system seperti Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja bank syariah selain dipengaruhi oleh faktor internal manajemen bank syariah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti Ekonomi Makro. Faktor eksternal dari makro ekonomi adalah tingkat suku bunga, nilai tukar, PDB, jumlah uang beredar, dan inflasi Hakan, 2011. Pada teori bejana yang berhubungan Karim 2004:254, mengungkapkan bahwa kebijakan moneter konvensional akan mempunyai pengaruh terhadap perbankan syariah seperti misalnya tingkat suku bunga. Kebijkan monenter 12 mempengaruhi variabel-variabel neraca bank konvensional suku bunga kredit, suku bunga deposito, dan sekuritas yang dimiliki. Pada umumnya mekanisme tersebut ditransmisikan melalui suku bunga kredit. Di pihak lain, perbankan syariah yang notabene tidak mengenal bunga dalam praktek operasionalnya juga terpengaruh oleh kebijakan moneter tersebut Adi, 2012:14. Pengaruh tersebut terlihat pada kondisi neraca bank syariah. Yakni pada tingkat nisbah bagi hasil deposito investasi mudharabah. Sementara pengaruh suku bunga SBI terhadap nisbah pembiayaan bank syariah ditransmisikan melalui suku bunga kredit. Tabel 1.5. Perkembangan variabel-variabel yang mempengaruhi Non Performing Financing Tahun FDR Kurs BI Inflasi BI Rate Total Pembiayaan Miliar Rupiah 2012 100 10.194 4,30 5,75 3.269 2013 100,32 10.934 8,38 7,50 4.828 2014 91,5 10.164 8,36 7,75 8.632 2015 96,52 10.010 3,35 7,50 9.707 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia dan bi.go.id Berdasarkan data non performing financing, keragaman argumentasi research gap penelitian yang ada, ditambah dengan tingkat financing to deposit rate FDR, inflasi, BI Rate, dan total pembiayaan yang disinyalir memiliki pengaruh terhadap pembiayaan bermasalah NPF, Membuat penulis ingin meneliti lebih lanjut dengan membuat penelitian berjudul : A alisis Pe garuh Fi a i g to Deposit Ratio FDR, Nilai Tukar Rupiah KURS, Inflasi, dan BI Rate Terhadap Pe iayaa Ber asalah NPF di “ektor UKM Per a ka “yariah I do esia . B. Rumusan Masalah Kredit macet atau pembiayaan bermasalah dalam dunia perbankan syariah NPF ialah masalah yang muncul sebagai akibat terjadinya konstraksi output disatu pihak. NPF ini juga lebih disebabkan oleh pengelolaan perbankan yang 13 kurang dalam mengaplikasikan prinsip kehati-hatian prudential banking principles, padahal bank merupakan institusi keuangan yang sarat dengan batasan dan perturan the most regulated industry in the world. Di samping itu juga, kurang ditaatinya Kode Etik Bankir Indonesia yang diharapkan dapat menjadi pedoman moral bagi para bankir dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sementara di sisi lain, kalangan usaha kecil dan menengah ternyata lebih mampu bertahan menghadapi krisis. Hal ini lebih disebabkan karena mereka bergerak di sektor riil, sehingga mereka mempunyai ketergantungan kepada perbankan yang renda, dan pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah ke sektor UKM sangat besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal tersebut tentunya membuat risiko kegagalan bayar pembiayaan sektor UKM menjadi tinggi. Dari latar belakang masalah menjelaskan bahwa kondisi ekonomi negara dan spefikasi bank berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya non performing finance pada perbankan syariah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah financing to deposit ratio berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ? 2. Apakah nilai tukar rupiah KURS berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ? 3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ? 4. Apakah BI Rate berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara parsial ? 5. Apakah FDR, Kurs, inflasi, dan BI Rate berpengaruh terhadap NPF di sektor UKM secara simultan ? 6. Variabel bebas apa yang paling berpengaruh terhadap tingkat NPF ? 14

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh FDR, Kurs, inflasi,dan BI Rate dari masing-masing variabel terhadap pembiayaan bermasalah NPF pada sektor UKM perbankan syariah di Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh FDR, Kurs, inflasi, dan BI Rate secara bersamaan dari setiap variabel terhadap pembiayaan bermasalah NPF pada sektor UKM perbankan syariah di Indonesia. 3. Serta menganalisis variabel apa yang paling memiliki pengaruh terhadap pembiayaan bermasalah sektor UKM pada perbankan syariah di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan, yaitu: 1. Memberikan ilmu pengetahuan dan masukan tentang permasalahan yang dihadapi oleh praktisi perbankan syariah di Indonesia dalam mengambil keputusan berkaitan risiko dalam pembiayaan agar bisa meminimalisir potensi kredit atau pembiayaan bermasalah. 2. Dapat memperkaya pemahaman mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari dengan membandingkannya dalam praktik perbankan khususnya berkenaan dengan tema perbankan syariah dan non performing financing 3. Diharapkan penelitian ini berguna bagi penelitian kedepannya berkenaan dengan topik penelitian ini. 15 4. Memberikan suatu pandangan bagi masyarakat dalam menilai kondisi perbankan konvensional dan perbankan syariah yang baik yang tercermin dari potensi risiko kredit masing-masing bank. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. UKM

1. Pengertian UKM

Usaha kecil di Indonesia belum pasti dan masih sangat beragam pengertiannya, sebelum dikeluarkannya UU No 91995 terdapat lima instansi yang merumuskan usaha kecil dengan caranya masing-masing, kelima instansi tersebut adalah Biro Pusat Statistik BPS, Departemen Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan dan Kamar dagang dan Industri. Adi 2012:48 Departemen Perindustrian dan Bank Indonesia mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya. Menurut kedua instansi ini yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang assetnya tidak termasuk tanah dan bangunan bernilai kurang dari Rp 600 juta. Departemen perdagangan membatasi usaha kecil berdasarkan modal kerjanya, yakni usaha dagang yang modal kerjanya bernilai kurang dari Rp 25 juta. Sedangkan KADIN membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang bergerak dalam bidang perdagangan, pertanian dan industri. Kelompok kedua adalah yang bergerak dalam bidang konstruksi. Menurut Kadin yang dimaskud dengan usaha kecil untuk kelompok pertama adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 150 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp 600 juta. Adapun untuk kelompok kedua yang dimaksud dengan usaha kecil adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp 1 milyar. Berbeda dari keempat instansi tersebut BPS 17 mengemukakannya untuk usaha kecil sektor industri. Menurut BPS yang dimaksud dengan industri kecil adalah usaha industri yang melibatkan tenaga kerja antara lima sampai 19 orang. Sedangkan yang dimaksud dengan industri rumah tangga adalah usaha industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang.

2. Kriteria UKM

Berdasarkan kelima batasan tersebut dapat kita katakan betapa sangat beragamnya pengertian usaha kecil yang berlaku di Indonesia. Tetapi diluar kelima pengertian tersebut pemerintah telah menetapkannya dalam rumusan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 . Menurut UU ini yang dimaksud dengan usaha Mikro, Kecil dan Menengah dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, diantaranya: a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: 1 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 18 1 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah.

3. Karakteristik UKM

Dari definisi-definisi tersebut dapat digambarkan bahwa UKM bisa menjadi sebuah lokomotif penting dalam pertumbuhan ekonomi bangsa, menurut Tambunan, 2009:40 UKM sangat penting karena karakteristik-karekteristik utama mereka yang berbeda dengan usaha besar, diantaranya: a. Jumlah perusahaan sangat banyak jauh melebihi jumlah usaha besar terutama dari kategori usaha mikro dan usaha kecil. Dan hal ini juga didasarkan pada karakter usaha mikro dan usaha kecil yang tersebar diseluruh pelosok pedesaan termasuk diwilayah-wilayah yang relatif terisolasi. b. Karena sangat padat karya,berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakn nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin. c. Kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok UMKM pada umumnya dari berbasis pertanian. Oleh karena itu upaya-upaya pemerintah mendukung UMKM sekaligus juga merupakan cara tak langsung, tetapi efektif untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan produksi disektor pertanian.

Dokumen yang terkait

Pengaruh CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing To Deposit Ratio), Dan NPF (Non Performing Financing) Terhadap Return Bagi Hasil Deposito Mudharabah Pada Perbankan Syariah Periode 2010-2014

1 98 90

Analisis Pengaruh Financing To Deposit Ratio (FDR) Dana Pihak Ketiga (DPK), Sertifikat Bank Indonesia Suariah (SBIS), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA), Periode Januari 2009-2012

1 14 151

Analisis pengaruh faktor eksternal dan internal perbankan syariah terhadap profitabilitas pada perusahaan perbankan syariah periode 2010 - 2014

0 10 117

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013

2 8 115

Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Profitabilitas PT Bank Mega Syariah

1 15 95

Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap pembiayaan bagi hasil perbankan syariah

1 8 126

Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)

1 9 152

Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2011-2015

0 2 108

Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015

5 20 120

Pengaruh Tingkat Risiko Pembiayaan Murabahah, Musyarakah dan Financing To Deposit Ratio (FDR) Terhadap Profitabilitas pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Periode 2012-2015

0 4 104