28
menciptakan infrastruktur infrastruktur yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank.
Dalam proses penerapan manajemen risiko, bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar yang
direkomendasikan oleh Basel Committee on Banking Supervison. Kesepakatan Basel mencetuskan 2 kesepakatan Basel I dan Basel II. Dalam kesepakatan Basel
I hanya mencakup risiko kredit, modal yang disediakan hanya dikaitkan dengan risiko kredit, dan dalam mengukur kecukupan modal menurut risiko kredit didasari
oleh beberapa kalkulasi yang terdiri dari bobot risiko aktiva dan bobot risiko, penyetaraan dengan risiko kredit, target rasio modal dan kalkulasi konsumsi modal
yang memenuhi syarat, kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat, struktur modal El Tiby, 2011:102.
Dalam kesepakatan Basel II digunakan pendekatan baru dalam hal pengawasan bank. Kerangka baru Basel II dirancang mencakup tiga konsep yang
dikenal sebagai tiga pilar. Ketiga pilar tersebut diantaranya adalah pilar 1 yaitu Kewajiban penyediaan modal minimum. Pilar 2 yaitu tinjauan berdasar regulasi
dari kecukupan modal dari masing – masing bank dan proses penilaian internal.
Dan pilar 3 yaitu disiplin pasar yang efektif sebagai pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar bank lebih aman dalam prakteknya El Tiby,
2011:107.
4. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Pembiayaan
Agar efektif, dalam proses manajemen risiko perlu adanya kerangka kerja, diantaranya. Memahami rantai risiko, dengan pehaman ini satuan kerja manajemen
risiko wajib terlebih dahulu melakukan analisis lingkungan untuk menetapkan
29
masalah atau peluang, cakupan dan konteks serta isu yang berhubungan dengan risiko, seperti masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Menurut
Tampubolon 2004:41 bkerangka kerja manajemen risiko pembiayaan atau kredit adalah sebagai berikut:
a. Melakukan analisis terhadap stakeholder deposan, debitur, pemilik saham untuk menetapkan atau mengkaji toleransi risiko, posisi dan perilaku dari para
stakeholder. b. Memahami situasi atau peristiwa yang pernah diambil perusahaan yang dapat
mendatangkan kerugian. c. Melakukan penilaian atas risiko dan pengendalian yang ada. Menyusun
tanggapan atas risiko yang ada. d. Menetapkan aktivitas pengendalian berupa program mitigasi risiko.
e. Mengkomunikasikan risiko dan manajemen risiko. Melakukan pemantauan terhadap risiko dan pengelolaanya.
5. Fungsi Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah sebuah pola pikir, oleh karena itu semua pejabat bank bisa atau mampu mewaspadai risiko dan menerapkan manajemen risiko
dengan baik. Fungsi manajemen risiko tidak hanya sekedar memelihara tingkat profitabilitas dan kesehatan bank, namun juga untuk memelihara integritas dan
stabilitas sistem keuangan yang kritis terhadap kesehatan perekonomian nasional. Secara garis besar, menurut Tampubolon 2004:45 manajemen risiko berfungsi
untuk: a. Menunjang ketepatan proses perencanaan dan pengambilan keputusan
b. Menunjang efektifitas perumusan kebijakan sistem manajemen dan bisnis. c. Menciptakan Early Warning System untuk meminimumkan risiko.
30
d. Menunjang kualitas pengelolaan dan pengendalian pemenuhan tingkat kesehatan bank.
e. Menunjang penciptaanpengembangan keunggulan kompetitif. f. Memaksimalisasi kualitas portofolio perkreditan bank.
D. Pembiayaan Bermasalah NPF
1. Konsep Pembiayaan Bermasalah
Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu mengahadapi risiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut. Risiko kredit atau
pembiayaan didefinisikan sebagai risiko yang muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan bunga dari pinjaman yang diberikan atau
investasi yang sedang dilakukannya Arifin, 2008:263. Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah
tercermin dari besarnya non performing loan NPL, dalam terminologi bank syariah disebut non perfoming financing NPF.
Non Performing Financing NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 821PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat 2, bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar L, dalam perhatian
khusus DPK, kurang lancar KL, diragukan D, macet M. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.31 tentang
akuntansi perbankan butir 24 menyebutkan bahwa: