17
Ilmu Pengetahuan Alam
3. Teori Vygotsky
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat seseorang berhadapan dengan pengalaman baru berupa masalah
untuk dipecahkan. Vygotsky menekankan pengajaran dan interaksi sosial yang merupakan dasar dalam pengembangan pengetahuan peserta didik.
Menurut Vygotsky setiap pembelajaran diperoleh melalui dua tahapan, \DLWX PXODPXOD PHODOXL LQWHUDNVL GHQJDQ RUDQJ ODLQ GDQ NHPXGLDQ
mengintegrasikannya ke dalam struktur mental setiap individu. Vygotsky percaya interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual.
Teori Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran akan terjadi bilamana pengetahuan prasyarat yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan
baru sudah dikuasai peserta didik. Penguasaan pengetahuan prasyarat ketika mempelajari pengetahuan baru membuat pembelajaran yang dilakukan
peserta didik menjadi lebih bermakna.
Implikasi dari teori Vygotsky dalam pelaksanaan pendidikan adalah sebagai berikut. Pertama, perlunya tatanan kelas yang memungkinkan
terjadinya pembelajaran melalui interaksi sosial pembelajaran kooperatif VHKLQJJD SHVHUWD GLGLN GDSDW EHULQWHUDNVL GL VHNLWDU WXJDVWXJDV \DQJ
VXOLW GDQ VDOLQJ PHPXQFXONDQ VWUDWHJLVWUDWHJL SHPHFDKDQ PDVDODK \DQJ efektif. Kedua, teori Vygotsky dalam pengajaran menekankan
VFDɣROGLQJ, dengan semakin lama peserta didik semakin bertanggung jawab terhadap
pembelajarannya sendiri. Dengan kata lain peserta didik perlu belajar dan bekerja secara kelompok sehingga peserta didik dapat saling berinteraksi
dan diperlukan bantuan guru atau teman sejawat lainnya yang lebih mampu serta dapat memberikan
VFDɣROGLQJ, dorongan, dukungan untuk belajar dan memecahkan masalah.
6FDɣROGLQJ adalah pemberian sejumlah bantuan atau bimbingan pada peserta didik secara bertahap sampai peserta didik tersebut
dapat melaksanakan proses belajarnya secara mandiri. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, pemberian contoh, uraian
masalah menjadi lebih sederhana dan sebagainya.
4. Teori Belajar Sosial dari Bandura
Teori Bandura atau belajar sosial meletakkan modeling pemodelan menjadi konsep dasar dalam belajar. Belajar dilakukan dengan mengamati
perilaku orang lain modelling dan hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya
atau mengulang kembali pengalaman sebelumnya. Cara demikian member kesempatan pada pebelajaran tersebut untuk mengekspresikan perilaku yang
GLSHODMDULQ\D 7HRUL DQGXUD PHQJNODVL¿NDVL EHODMDU PHQMDGL HPSDW IDVH yaitu fase atensi, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi. Fase atensi
18
Buku Guru Kelas IX SMPMTs Petunjuk Umum
adalah fase memberikan perhatian pada suatu modeling yang diberikan. Fase retensi adalah fase pengkodean karakteristik yang ditunjukkan pada
VDDW PRGHOLQJ GDQ PHQ\LPSDQ NRGHNRGH WHUVHEXW GDODP PHPRUL MDQJND panjang. Fase reproduksi adalah fase pemberian kesempatan pada peserta
GLGLN XQWXN PHOLKDW NRPSRQHQNRPSRQHQ XUXWDQ SHULODNX \DQJ WHODK dikuasainya. Fase motivasi adalah fase peserta didik untuk meniru modeling
karena dengan meniru yang dilakukan model pada terjadi penguatan pada peserta didik. Pemberian penguatan yang menyertai kegiatan meniru model
akan memotivasi peserta didik untuk menunjukkan perilakunya sebagai hasil belajar. Aplikasi fase motivasi di kelas biasanya dilakukan dengan
pemberian pujian atau penghargaan berupa nilai pada peserta didik yang yang menunjukkan perilaku positif.
5. Teori Belajar Penemuan dari Bruner
Teori Bruner atau belajar penemuan discovery learning menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi ilmu yang dipelajari,
perlunya belajar aktif, dan berpikir secara induktif dalam belajar. Bruner mengemukakan bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif jika
kompleksitas materi yang dibelajarkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tahap awal, materi pembelajaran dapat diberikan dengan
PHPEHULNDQ FRQWRKFRQWRK VHGHUKDQD DWDX IHQRPHQD NRQWHNVWXDO \DQJ dilanjutkan dengan fenomena yang lebih kompleks. Belajar melalui penemuan
memberi peluang pada guru untuk memberikan contoh dan bukan contoh pada pembelajaran terutama pada kegiatan awal atau apersepsi. Contoh
dan bukan contoh tersebut memancing peserta didik berpikir menemukan hubungan antara bagian dari suatu struktur materi melalui pengajuan
pertanyaan dan mencari jawaban pertanyaan tersebut. Cara demikian mengajar peserta didik berpikir induktif untuk menemukan hubungan antar
konsep berdasarkan informasi faktual.
D. TUJUAN DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN IPA TERPADU