penyampaian tuturannya dan hanya penutur itu sendiri yang tahu. Penutur C8 memiliki maksud mengusir dalam tuturannya.
4.3.3.9 Subkategori Menagih
Cuplikan tuturan 24 C11 P
: “Pak, udah cair belum?”
MT : “Belum.”
Cuplikan tuturan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori menagih dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka. Wujud pragmatik
dari tuturan C11 adalah penutur berbicara dengan cara sinis kepada orang yang lebih tua.
Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis, nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur C11 menggunakan
intonasi tanya dalam tuturannya. Penutur menggunakan intonasi ini untuk menanyakan apakah mitra tutur sudah mempunyai uang atau belum, tetapi dibalik
pertanyaan penutur, sebenarnya penutur menagih janji mitra tutur. Penutur menggunakan nada sedang dalam penyampaian tuturannya. Penggunaan nada
sedang penutur tidak menandakan naiknya emosi penutur, tetapi tuturannya tetap dianggap tidak santun karena ia berbicara dengan sinis. Penutur menggunakan
tekanan lunak pada tuturannya. Penutur menekankan pada frasa
udah cair belum
. Penggunaan tekanan yang halus menjadi tidak santun akibat cara penyampaian
penutur yang sinis dan bisa saja membuat mitra tutur tersinggung. Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa populer, yakni bahasa yang dimengerti atau
dikenal oleh masyarakat. Bukan hanya itu, penutur juga menggunakan bahasa slang
cair
. Maksud kata
cair
dalam tuturan tersebut adalah mengenai kepemilikan
uang. Penutur menanyakan kepada mitra tutur,
apakah ia sudah mempunyai uang?
Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah
aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek
penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 24 adalah penutur merupakan laki-laki berusia 15 tahun, sedangkan mitra tutur laki-laki berusia 43 tahun.
Penutur adalah anak dari mitra tutur. Penutur masih bersekolah pada tingkat SMA dan mitra tutur bekerja sebagai nelayan di pantai Congot. Hubungan keakaban
mereka adalah keluarga, selayaknya anak dengan ayah. Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan.
Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 24 adalah sebelumnya penutur pernah meminta sesuatu kepada mitra tutur, tetapi mitra tutur belum bisa memberikan
pada saat itu, sehingga ia menjanjikan akan memberikan sesuatu tersebut bila sudah mempunyai uang. Selang beberapa hari penutur menagih janji kepada mitra
tutur secara tidak langsung. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan
penutur C11 adalah menagih apa yang penutur telah minta kepada mitra tutur. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan tuturan 24 terjadi di rumah, tepatnya di halaman rumah saat mitra tutur sedang
memperbaiki jaring. Waktu tuturan tersebut terjadi pada pagi hari, sekitar pukul 09.00.
Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur.
Tindak verbal penutur C11 adalah tindak verbal komisif. Penutur menggunakan tindak verbal ini karena ia menagih janji mitra tutur. Tindak perlokusi mitra tutur
adalah mitra tutur menjawab pertanyaan penutur. Berdasar penanda pragmatik di atas, tuturan tersebut jelas tergolong ke
dalam subkategori menagih dan maksud penutur pun menagih janji mitra tutur. 4.3.3.10
Subkategori Mengejek Cuplikan tuturan 25 C12
P
: “Jenggote koyo kowe, Pak.”
MT : “Kok, kowa-kowe to, ora pantes.”
Cuplikan tuturan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori mengejek dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka. Wujud pragmatik
dari tuturan C12 adalah penutur menyamakan bentuk fisik mitra tutur dengan orang yang berada dalam sebuah acara televisi. Mitra tutur merupakan orang tua
dari penutur, dan penutur tetap mengejeknya. Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis,
nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur C12 menggunakan intonasi berita dalam tuturannya. Penutur menggunakan intonasi ini untuk
memberitahu mitra tutur mengenai apa yang dipahami penutur. Penutur menggunakan nada sedang dalam penyampaian tuturannya. Penggunaan nada
sedang penutur karena penutur dalam situasi yang santai dan bercanda. Penutur
menggunakan tekanan lunak pada tuturannya. Penutur menekankan pada frasa
jenggote koyo kowe
, hal ini yang menandakan bahwa penutur sedang mengejek mitra tutur. Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar, yakni bahasa
Jawa. Penutur menggunakan bahasa Jawa dalam pemilihan katanya karena bahasa Jawa telah menjadi bahasa komunikasi dalam keluarga ini.
Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah
aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek
penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 25 adalah penutur merupakan perempuan, anak dari mitra tutur. Sedangkan, mitra tutur adalah ayah dari
penutur. Penutur masih bersekolah pada tingkatan SD kelas 6 dan penutur bekerja sebagai nelayan di pantai Congot. Mitra tutur memiliki jabatan dalam kelompok
nelayan di daerah tersebut, ia merupakan sekretaris kelompok nelayan pantai Congot. Hubungan mereka berdua adalah keluarga.
Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan. Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 25 adalah seluruh anggota keluarga sedang
berkumpul menonton salah satu acara televisi. Mereka adalah penutur, mitra tutur, dan ibu dari penutur. Mitra tutur memiliki
jenggot
yang lumayan lebat, dan dalam acara televisi tersebut juga terdapat laki-laki yang hampir sama dengan mitra
tutur, sehingga penutur spontan mengejek mitra tutur.
Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan penutur C12 adalah mengejek mitra tutur dengan menyamakan dirinya dengan
orang yang berada dalam acara televisi. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan tuturan 25 terjadi di rumah, tepatnya di ruang keluarga. Waktu tuturan tersebut
terjadi saat mereka sedang berkumpul menonton televisi, yakni setelah makan malam.
Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur.
Tindak verbal penutur C5 adalah tindak verbal representatif. Tindak verbal representatif adalah jenis tintur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus
atau bukan, berupa suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Tindak perlokusi mitra tutur adalah mitra tutur menanggapi tuturan penutur
dengan memperingatkan penutur, karena penutur menggunakan kata-kata yang tidak pantas diucapkan terhadap orang tua.
Berdasar penanda pragmatik di atas, tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori mengejek dan memiliki maksud yang sama dengan subkategorinya,
yakni maksud mengejek. 4.3.3.11
Subkategori Menasihati Cuplikan tuturan 29 C16
P
: “Kalo memang niatnya masih mau sekolah, Bapak masih ingin ngragati. Kalo emang maunya nikah, bilang aja pengen
nikah. Bapak nikahke.”
MT : “Lho kok ngono, Pak”
Cuplikan tuturan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori mengejek dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka. Wujud pragmatik
dari tuturan C16 adalah penutur penutur menyampaikan tuturannya dengan kesal dan ia berusaha memojokkan mitra tutur.
Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis, nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur C16 menggunakan
intonasi berita dalam tuturannya. Penutur menggunakan intonasi ini untuk memberitahu mitra tutur mengenai apa yang dirasakan penutur. Penutur merasa
kesal dengan sikap mitra tutur. Penutur menggunakan nada sedang dalam penyampaian tuturannya. Penggunaan nada sedang penutur tetap masuk ke dalam
kategori tidak santun karena ia memojokkan mitra tutur. Penutur menggunakan tekanan keras pada tuturannya. Tekanan keras ini menandakan bahwa penutur
benar-benar menekankan tuturannya agar mitra tutur paham. Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar, yakni bahasa Jawa dan diselingi
bahasa Indonesia. Penutur menggunakan bahasa Jawa dalam pemilihan katanya karena bahasa Jawa telah menjadi bahasa komunikasi dalam keluarga ini.
Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah
aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek
penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 29 adalah penutur merupakan ayah dari mitra tutur dan mitra tutur adalah perempuan berusia 16 tahun. Penutur
memiliki jabatan sebagai ketua nelayan dalam kelompok nelayan yang ia pimpin.
Mitra tutur masih bersekolah di salah satu SMA di kecamatan Temon. Hubungan mereka berdua adalah ayah dan anak dan memiliki tingkat keakraban selayaknya
keluarga pada umumnya. Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan.
Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 29 adalah mitra tutur memiliki pacar dan penutur tidak senang karena mitra tutur masih bersekolah tetapi sudah berpacaran.
Penutur ingin mitra tutur fokus pada pendidikan terlebih dahulu. Ketidaksenangan penutur dengan tindakan mitra tutur membuat penutur kesal dan harus menasihati
mitra tutur. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan
penutur C16 adalah menasihati mitra tutur agar ia bisa lebih mementingkan pendidikannya daripada berpacaran.
Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan
tuturan 29 terjadi di rumah, tepatnya di ruang keluarga. Waktu tuturan tersebut terjadi saat mereka sedang bersantai sehabis makan malam.
Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur.
Tindak verbal penutur C16 adalah tindak verbal direktif. Tindak verbal direktif jenis tintur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan
sesuatu. Meliputi perintah, pemesanan, pemberian saran, permohonan. Tindak perlokusi mitra tutur adalah mitra tutur menanggapi tuturan penutur karena ia
merasa dipojokkan oleh penutur.
Berdasar penanda pragmatik di atas, tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori menasihati, karena tujuan penutur adalah menyadarkan anaknya yang
telah bertindak keliru dalam pandangan penutur. Walaupun tuturan penutur masuk ke dalam subkategori menasihati, tetapi penutur memiliki maksud memarahi mitra
tutur agar mitra tutur takut dan tidak melakukan kesalahan yang sama. 4.3.4
Kategori Menghilangkan Muka
Culpeper 2008 dalam Rahardi 2012 memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’, kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu
dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan
dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka
face loss,
atau setidaknya orang tersebut
‘merasa’ kehilangan muka.
4.3.4.1 Subkategori Menyindir