Subkategori Menunda Kategori Melanggar Norma

tutur pada tuturan A2 memilih tindak perlokusi berupa aduan. Mitra tutur mengadu kepada pamannya selaku pembuat peraturan. Berdasar aspek penanda pragmatik yang telah dikemukanan di atas, tuturan A1 dan A2 termasuk ke dalam subkategori menegaskan. Hal ini terlihat dari tindak verbal kedua penutur yang menggunakan tindak verbal representatif, dan mereka cenderung untuk menegaskan apa yang mereka yakini. Kedua penutur dalam subkategori ini memiliki maksud yang berbeda dalam penyampaian tuturannya. Maksud penutur dalam tuturan A1 adalah untuk membohongi mitra tutur. Ia melakukan kebohongan tersebut karena takut ketahuan bahwa penutur telah melanggar aturannya. Sedangkan, penutur A2 memiliki maksud membela diri. Penutur merasa dirinya tidak bersalah, karena mengaji memang penting bagi penutur. Alasan lain sehingga penutur mempunyai maksud membela diri adalah ia dipojokkan oleh mitra tutur.

4.3.1.2 Subkategori Menunda

Cuplikan tuturan 3 A3 MT : “Belajar sek le. Ayo TVne dipateni, PRe geg ndang digarap” P : “Mengko sek, Pak” MT : langsung mematikan televisi. Cuplikan tuturan 4 A4 MT : “Maghrib, ndang shalat, sinau, TVne ayo dipateni” P : “Mengko Pak Filme jek apik kie.” MT : Mematikan sekering listrik. Cuplikan tuturan di atas merupakan contoh tuturan yang termasuk dalam kategori melanggar norma dengan subkategori menunda. Kedua tuturan di atas memiliki beberapa kesamaan. Penutur tidak mengindahkan suruhan mitra tutur, hal ini ditunjukkan penutur dengan cara ketus dalam penyampaian tuturannya. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua, sehingga membuat tuturannya tidak santun. Kedua penutur tersebut juga lebih mementingkan menonton televisi ketimbang belajar. Bukan hanya dari wujud pragmatik saja yang memiliki kesamaan antara tuturan A3 dan A4, dilihat dari penanda pragmatiknya, kedua tuturan tersebut juga mempunyai kesamaan. Pilihan kata yang digunakan kedua penutur di atas adalah bahasa nonstandar. Bahasa nonstandar disini adalah bahasa yang memiliki unsur kedaerahan, yakni bahasa Jawa. Tuturan A3 dan A4 dituturkan dengan tekanan keras. Penutur A3 memberi penekanan keras pada frasa Mengko sek karena penutur menekankan bahwa ia masih ingin melanjutkan menonton televisi. Kata Mengko sek dalam bahasa Indonesia berarti Nanti dulu . Jadi, disini penutur jelas menunda belajanya. Hal sama juga dilakukan oleh penutur A4, ia menekankan pada frasa Mengko Pak dengan tekanan keras. Intonasi yang digunakan oleh kedua penutur pun sama. Mereka berdua menggunakan intonasi berita dalam tuturannya. Kalimat berita deklaratif ditandai dengan pola intonasi datar- turun Muslich, 2009:115−117. Tuturan A3 dan A4 berintonasi berita karena tuturan tersebut .memiliki tujuan untuk memberitahukan alasan penutur menunda belajarnya. Selain itu, penutur A4 memberitahukan bahwa acara televisi yang sedang ia saksikan bagus. Penutur A3 dan A4 sama-sama menggunakan nada sedang dalam menyampaikan tuturannya. Meskipun kedua tuturan tersebut memiliki nada sedang dalam penyampaiannya, kedua tuturan tersebut tetap dianggap tidak santun. Hal ini dikarenakan pada tuturan A3 dan A4, penutur menentang mitra tutur sekaligus melanggar aturan yang telah disepakati. Pembahasan penanda ketidaksantunan pragmatik akan dibahas dengan menggunakan aspek-aspek konteks menurut Leech 1983 dalam Wijana 1996:10−13, yakni aspek penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Setiap tuturan pasti terdapat orang yang menuturkan tuturan dan orang yang mendengarkan atau menanggapi tuturan tersebut. Aspek pertama dari Leech 1983 akan membahas aspek tersebut, yakni aspek penutur dan lawan tutur dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma berdasar subkategori menunda. Pada tuturan A3, penutur merupakan laki-laki berusia 9 tahun, sedangkan mitra tutur juga laki-laki, berusia 48 tahun. Hubungan keakraban mereka adalah anak sebagai penutur dan ayah sebagai mitra tutur. Penutur masih bersekolah pada tingkatan SD, sedangkan mitra tutur bekerja sebagai nelayan. Penutur dengan tuturan A4 adalah laki-laki berusia 6 tahun. Mitra tutur pada tuturan A4 adalah laki-laki berusia 32 tahun. Hubungan mereka berdua adalah anak dan ayah, sehingga memiliki hubungan keakraban yang erat. Tingkat sosial penutur masih bersekolah pada tingkat sekolah dasar, sedangkan mitra tutur bekerja sebagai nelayan di pantai Trisik. Aspek yang kedua adalah konteks tuturan yang berisi mengenai semua latar belakang pengetahuan back ground knowledge yang dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Konteks tuturan A3 adalah mitra tutur telah membuat peraturan mengenai jam belajar, yakni setelah maghrib penutur harus belajar setidaknya 1 jam setiap hari kecuali esoknya adalah hari libur. Penutur sudah mengetahui aturan tersebut dan menyetujuinya. Pada saat waktu belajar tiba, penutur masih asik menonton televisi, dan ia pun tahu bahwa sudah tiba waktunya untuk belajar. Penutur melanggat aturan tersebut dengan sengaja. Hal hampir sama juga ditunjukkan dalam konteks tuturan A4. Penutur dan mitra tutur telah menyepakati sebuah aturan mengenai waktu untuk belajar, yakni setelah maghrib televisi harus sudah mati dan setelah shalat maghrib penutur harus belajar, kemudian setelah belajar, penutur boleh melanjutkan menonton televisi. Aspek ketiga yang dikemukakan oleh Leech 1983 dalam Wijana 1996 adalah tujuan penutur. Tujuan penutur A3 dan A4 sama, yakni untuk melanjutkan menonton televsi. Tindakan tersebut membuat kegiatan belajarnya tertunda, dan hal ini berarti penutur telah melanggar aturannya sendiri. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini akan membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Tuturan A3 terjadi pada malam hari saat jam belajar tiba, yakni setelah maghrib. Sedangkan, tuturan A4 terjadi di rumah saat adzan maghrib berkumandang. Aspek yang terakhir adalah tuturan sebagai tindak verbal. Leech 1983 menjelaskan bahwa aspek ini memaparkan tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindakan kedua penutur tersebut termasuk ke dalam tindak komisif. Karena tindak komisif merupakan jenis tndak tutur yang dipahami oelh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang, hal ini bisa berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Kedua penutur tersebut sama-sama memiliki janji atau aturan yang sudah mengikat diri penutur, tetapi tuturan yang disampaikan penutur mengidikasikan bahwa penutur melanggar suatu tindakan yang telah mengikat dirinya tersebut. Kedua penutur menunda suatu tindakan yang seharusnya mereka lakukan sekarang. Penutur saat itu sadar bahwa dirinya sudah melanggat aturan yang telah mengikat dirinnya, hal ini terlihat bahwa mitra tutur sudah mengingatkan dan penutur tetap tidak meresponnya. Selain tindak verbal kedua penutur A3 dan A4 yang sama, tindak perlokusi mitra tutur juga hampir sama, yakni mereka sama-sama melakukan suatu tindakan. Tindak perlokusi mitra tutur A3 adalah mematikan televisi yang sedang penutur saksikan. Mitra tutur merasa kesal dengan tindakan penutur yang tidak patuh terhadapnya. Bagi mitra tutur, tidak ada kata “toleransi” untuk belajar. Lagi pula penutur sudah sering melakukan hal sama saat tiba waktu belajar. Tindakan hampir sama juga dilakukan oleh mitra tutur A4. Jika mitra tutur A3 mematikan televisi, maka mitra tutur A4 mematikan sekering listrik. Penyebab apa yang dilakukan oleh mitra tutur A4 selain penutur tidak menghiraukan suruhannya untuk belajar, alasan mitra tutur mematikan sekering listrik adalah karena penutur takut gelap, sehingga ia akan melaksanakan apa yang diperintahkan mitra tutur. Berdasar aspek penanda pragmatik yang telah dikemukanan di atas, tuturan A3 dan A4 termasuk ke dalam subkategori menunda. Hal ini terlihat dari tindak verbal kedua penutur yang menggunakan tindak verbal komisif, dan tindakan mereka dengan jelas terlihat bahwa menunda kegiatan belajarnya. Penutur menjelaskan bahwa sebenarnya mereka hanya ingin melanjutkan menyaksikan acara televisi tersebut setelah itu mereka akan pergi belajar, mereka hanya menunda belajarnya sebentar. Jadi, maksud penutur sama dengan subkategori tuturan tersebut yakni penutur memiliki maksud menunda.

4.3.2 Kategori Mengancam Muka Sepihak