Subkategori Mengejek Kategori Mengancam Muka Sepihak

perlokusi dari mitra tutur. Tindak perlokusi inilah yang menentukan santun tidaknya penutur. Tindak perlokusi mitra tutur dalam cuplikan tuturan 7 adalah mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan pertanyaan yang sedikit kesal, tetapi penutur tidak menghiraukan mitra tutur dan tetap melanjutkan menonton televisi. Mitra tutur pada cuplikan tuturan 10 lebih memilih untuk membentak penutur sebagai tindak perlokusinya. Bentakan mitra tutur justru menjadi menjadi tameng bagi penutur, dan ia berbalik menyalahkan mitra tutur. Tindakan kedua penutur yang tidak menghiraukan kekesalan mitra tutur menjadikan tuturan penutur termasuk ke dalam kategori mengancam muka sepihak. Masuknya tuturan B3 dan B6 ke dalam subkategori menegaskan karena kedua tuturan tersebut memiliki tindak verbal representatif yakni menegaskan suatu kasus yang diyakini oleh penutur. Penutur B3 menjelaskan maksud dirinya mengutarakan tuturan demikian adalah untuk membela diri dari suruhan mitra tutur. Maksud yang berbeda diutarakan oleh penutur B6, ia menggunakan maksud mengejek karena ia telah diganggu oleh mitra tutur dan dengan tidak sengaja ia menginjak mitra tutur, sehingga tindakan tersebut menjadi senjata untuk berbalik mengejek mitra tutur.

4.3.2.2 Subkategori Mengejek

Cuplikan tuturan 5 B1 P : “Sinau barang” Menyenggol adiknya. MT : “Ngopo to? Ganggu wae.” P : Tidak menghiraukan dan pergi begitu saja. Cuplikan tuturan 13 B9 MT : “Seng jenengane paku, papan itu kan lama2 menua, padahal yo jaluk renovasi iku tetep muni.” P : “Resiko” MT : “Yo jenenge wong urip aku percoyo resiko. Tapi kan menjadi tambah, kudune pikirane awak dewe ra tekan kono.” P : “Resiko.” Cuplikan di atas merupakan wujud linguistik dari kategori mengancam muka sepihak yang termasuk ke dalam subkategori mengejek. Kesamaan dari kedua tuturan tersebut adalah penutur tidak bahwa tuturan atau tindakannya telah mengancam muka mitra tutur. Penutur B1 menyampaikan tuturannya dengan cara sinis, sehingga tuturan tersebut menjadi tidak santun. Selain itu penutur bermain fisik menyenggol mitra tutur dan membuat mitra tutur terganggu. Hal yang menarik terjadi pada penutur B9, ia menyampaikan tuturannya dengan cara menyepelekan, padahal penutur berbicara dengan tamunya. Pembahasan mengenai penanda linguistik dapat dilihat dari unsur segmental dan suprasegmental, yakni diksi atau pilihan kata, gaya bahasa, kata fatis, intonasi, tekanan, dan nada bicara penutur. Tuturan B1 dan B9 mengandung empat unsur bila dilihat dari segi linguistik. Kedua tuturan tersebut menggunakan intonasi yang sama, yakni intonasi seru. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan perasaan hati, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat seru ditandai denan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi. Nada yang mereka gunakan juga sama, yakni menggunakan nada sedang dalam penyampaian tuturannya. Alasan mereka menggunakan nada sedang adalah karena mereka tidak sedang dalam keadaan emosi, mereka berdua dalam keadaan santai saat menyampaikan tuturannya, tetapi penutur membuat mitra tutur terancam muka sepihak. Mitra tutur merasa terganggu dan tidak dihargai walaupun penutur hanya menggunakan nada sedang. Kesamaan berikutnya terletak pada pilihan kata yang kedua penutur gunakan. Bahasa nonstandar menjadi pilihan kata yang penutur pilih. Mereka berdua menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan mitra tutur. Aspek yang berbeda dari kedua tuturan tersebut bila dilihat dari segi linguistik terletak pada tekanan dalam tuturan. Penutur B1 menekankan kata Sinau barang dengan tekanan keras bertujuan untuk mengekspresikan apa yang dilihat penutur. Berbeda dengan penutur B1 yang menggunakan tekanan keras pada tuturannya, penutur B9 hanya memakai tekanan lunak pada tuturannya. Walaupun menggunakan tekanan lunak pada tuturan Resiko , tuturan tersebut bermaksud mengejek mitra tutur, sehingga menjadikan tuturan tersebut menjadi tidak santun. Sama halnya dengan penanda linguitik yang membahas lima aspek, penanda pragmatik juga membahas lima aspek menurut Leech 1983. Kelima aspek tersebut adalah aspek penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Pertama, aspek penutur dan lawan tutur. Aspek ini membicarakan mengenai usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. Pada tuturan B1 penutur merupaka laki-laki berusia 12 tahun. Ia merupakan kakak dari mitra tutur. Sedangkan, mitra tutur adalah laki-laki berusia 6 tahun. Mereka berdua masih duduk di bangku sekolah. Hubungan mereka pun dapat dikatakan sangat erat karena mereka berdua sering bercanda dan saling menggoda, walaupun kadang pula mereka bertengkar. Pada tuturan B9, penutur dan mitra tutur merupakan laki-laki, mereka berdua adalah nelayan. Usia penutur 42 tahun, ia merupakan tuan rumah sekaligus ketua nelayan di pantai Congot. Mitra tutur berusia 41 tahun, kerabat sekaligus rekan seprofesi penutur. Penutur memiliki kedudukan dalam perkumpulan nelayan pantai Congot, sedangkan mitra tutur merupakan pengurus kelompok nelayan di pantai Glagah. Hubungan mereka sangat akrab, hal ini terlihat dari bagaimana mereka bercanda dan saling mengejek, walaupun mereka kesal satu sama lain tapi mereka dengan cepat mengembalikan keadaan menjadi santai kembali. Aspek yang kedua adalah konteks tuturan yang berisi mengenai semua latar belakang pengetahuan back ground knowledge yang dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Konteks tuturan B1 adalah mitra tutur sedang di ruang keluarga. Penutur dan mitra tutur memiliki intensitas berkomunikasi yang cukup tinggi. Mereka berdua sering saling ganggu, saling goda, dan saling bertengkar. Penutur sedang berjalan ingin keluar rumah, ia melewati ruang keluarga dan melihat mitra tutur sedang konsentrasi belajar. Melihat mitra tutur yang sedang konsentrasi belajar, penutur berbuat jahil dengan menggoda mitra tutur, tidak dengan tuturan saja penutur dalam menggoda adiknya, ia juga menyenggol mitra tutur. Konteks yang lebih serius terjadi pada tuturan B9. Penutur dan mitra tutur merupakan nelayan senior yang sudah berpengalaman, sehingga mereka berdua memiliki jabatan dalam kelompok nelayan daerah mereka masing-masing. Selain mereka berdua, terdapat 2 mitra tutur lain yang berada di sana, salah satu dari kedua mitra tutur tersebut adalah nelayan pantai Congot dan yang satunya adalah tamu dari penutur. Mitra tutur memiliki keluhan yang disampaikan kepada penutur, yakni mengenai renovasi kapal yang menjadi tanggungan pribadi atau kelompok, padahal pemerintah telah berjanji akan membantu. Mitra tutur yang sedang berbicara serius ditanggapi dengan ejekan oleh penutur. Ejekan penutur tersebut disampaikan di depan kedua mitra tutur lain sehingga tuturan penutur dapat digolongkan ke dalam kategori ketidaksantunan mengancam muka sepihak. Aspek ketiga yang dikemukakan oleh Leech 1983 adalah tujuan penutur. Penutur tidak memiliki maksud tertentu, penutur hanya lewat, kemudian melihat mitra tutur sedang belajar dan menghampirinya dengan melakukan tindakan menyenggol atau menggoda. Sedangkan, penutur B9 memang hanya memiliki tujuan untuk mengejek mitra tutur, karena menurut penutur apa yang dikeluhkan mitra tutur memang tanggungan dari mitra tutur tersebut. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini akan membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Tuturan B1 terjadi di ruang keluarga pada tanggal 26 April 2013 pukul 19.00 saat mitra tutur sedang belajar. Tuturan B9 terjadi di teras rumah penutur sekitar pukul 16.00 pada tanggal 20 April 2013. Aspek yang terakhir adalah tuturan sebagai tindak verbal. Leech 1983 menjelaskan bahwa aspek ini memaparkan tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindakan kedua penutur tersebut termasuk ke dalam tindak ekspresif. Karena kedua penutur tersebut mengutarakan tuturannya dengan ekspresif. Tindak verbal ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan penutur, berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, dan kesengsaraan. Bila penutur memiliki tindak verbal, mitra tutur memiliki tindak perlokusi. Tindak perlokusi mitra tutur B1 adalah menanggapi tuturan dan tindakan penutur dengan ancaman, karena dirinya merasa telah diganggu oleh penutur, tetapi penutur tidak peduli dengan ancaman mitra tutur, dan penutur pergi begitu saja dengan acuh. Sedangkan mitra tutur B9 memiliki tindak perlokusi yang sama yakni menaggapi tuturan penutur. Mitra tutur menanggapi penutur dengan sanggahan karena ia merasa benar, tetapi penutur tetap saja mengejeknya dengan ejekan yang sama. Penutur B1 mengungkapkan bahwa dirinya hanya bermaksud sekedar menggoda mitra tutur, dan tidak memiliki maksud lain. Penutur B9 memiliki maksud mengejek karena ia menilai apa yang dikeluhkan mitra tutur tidak sepenuhnya benar, dan penutur lebih memilih untuk mengejeknya ketimbang menanggapi mitra tutur dengan pernyataan.

4.3.2.3 Subkategori Menunda