2.9 Kerangka Pikir
Ketidaksantunan dalam berbahasa dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Penelitian ini memiliki kerangka pikir sebagai berikut, yang
FENOMENA KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DI RANAH KELUARGA
TEORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA
LOCHER 2008
BOUSFIELD 2008
TERKOURAFI 2008
LOCHER AND WATTS 2008
2008 CULPEPER
2008
METODE DAN TEKNIK ANALISIS DATA: KONTEKSTUAL
METODE PENGUMPULAN DATA: METODE SIMAK DAN METODE CAKAP
METODE PENELITIAN DESKRIPTIF KUALITATIF
PENANDA KETIDAKSANTUNAN
MAKSUD PENUTUR
WUJUD LINGUISTIS DAN PRAGMATIS
HASIL PENELITIAN
pertama kali dilakukan adalah pengambilan data atau tuturan yang tidak santun dalam keluarga nelayan di kampung nelayan Pantai Trisik dan Pantai Congot,
Kulonprogo. Langkah kedua, penggolongan tuturan yang tidak santun ke dalam teori-
teori ketidaksantunan berbahasa. Terdapat lima teori ketidaksantunan berbahasa yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, teori ketidaksantunan menurut
Miriam A Locher 2008, yakni tindak berbahasa yang
melecehkan face- aggravate
dan
memain-mainkan muka
. Kedua, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Bousfield 2008, yakni apabila perilaku berbahasa seseorang itu
mengancam muka, dan ancaman tersebut dilakukan secara
sembrono gratuitous
, hingga akhirnya tindakan berkategori
sembrono
demikian mendatangkan
konflik conflictive
, atau bahkan pertengakaran, dan tindakan tersebut dilakukan dengan
kesengajaan purposeful
. Ketiga, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Culpeper 2008, yakni perilaku komunikasi yang diperantikan secara intensional
untuk membuat orang benar-benar
kehilangan muka face lose
, atau setidaknya orang tersebut merasa kehilangan muka. Keempat, teori ketidaksantunan
berbahasa menurut Terkourafi 2008, yakni apabila ketidaksantunan tuturan penutur yang membuat mitra tutur merasa mendapat
ancaman addressee
terhadap
kehilangan muka
, tetapi penutur tidak menyadari bahwa tuturannnya telah memberikan
ancaman muka
mitra tuturnya. Kelima, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Locher
and
Watts, yakni lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang secara normatif dianggap
negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan fenomena ketidaksantunan berbahasa dalam ranah
keluarga, khususnya keluarga nelayan di kampung nelayan Pantai Trisik, Desa Banaran dan Pantai Congot, Desa Jangkaran, Kabupaten Kulonprogo,
Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Artinya, penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah Moleong, 2007:6.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Peneliti mengumpulkan tuturan keluarga
nelayan dalam berbagai situasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut. Tuturan ini diperoleh dengan memerantikan metode simak, yakni menyimak pertutuan
langsung maupun tidak langsung di dalam keluarga nelayan. Teknik yang digunakan dalam penerapan metode simak ini adalah teknik catat dan teknik
rekam, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan secara terbuka maupun tersembunyi. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan percakapan. Teknik yang digunakan dalam menerapkan metode cakap ini adalah teknik pancing. Teknik pancing merupakan teknik dasar
yang digunakan dalam metode cakap, karena dimungkinkan muncul jika peneliti
memberi stimulus pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti Mahsun, 2007:95.
Metode dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini secara kontekstual, yakni dengan memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam
menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan. Konteks yang diperantikan adalah metode analisis kontekstual,
yang artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan konteks cf. Rahardi, 2004; Rahardi, 2006 dalam Rahardi,
2009:36. Hasil penelitian ini berupa wujud-wujud atau bentuk ketidaksantunan
linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, dan maksud ketidaksantunan penutur dalam ranah keluarga nelayan di kampung
nelayan Pantai Trisik, Desa Banaran dan Pantai Congot, Desa Jangkaran, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis data,
serta sajian hasil analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk memberi gambaran secara sistematis tentang
situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan informasi tentang, misalnya, kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu
daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena,
pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat Widi, 2010:47 –
48. Penelitian ini mendeskripsikan fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan seluk-beluk ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga, khususnya keluarga
nelayan di kampung nelayan Pantai Trisik, Desa Banaran dan Pantai Congot, Desa Jangkaran, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya, penelitian ini tidak memanfaatkan metode-metode kuantifikasi tertentu, mengingat bahwa
tujuan pokok penelitian ini tidak menuntut pemerantian dari semuanya itu. Moleong 2007:6 mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh