Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher

Keluarga Family Domain ”, tampak bahwa beberapa ahli telah menelaah fenomena baru ini. Berikut pemaparan beberapa ahli mengenai ketidaksantunan berbahasa.

2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher

Miriam A Locher 2008 dalam Rahardi 2012 berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behav iour that is face- aggravating in a particular context.’ Maksud Locher adalah bahwa ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka face- aggravate . Perilaku melecehkan muka itu sesungguhnya lebih dari sekadar ‘mengancam’ muka face-threaten , seperti yang ditawarkan dalam banyak definisi kesantunan klasik Leech 1983, Brown and Levinson 1987, atau sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi konsep muka Erving Goffman cf. Rahardi, 2009. Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memain - mainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan berbahasa dalam pemahaman Miriam A. Locher adalah sebagai tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan muka, sebagaimana yang dilambangkan dengan kata ‘ aggravate ’ itu. Berikut ini disampaikan contoh tuturan yang mengandung ketidaksantunan menurut Locher 2008. Latar belakang situasi: Kakak sedang menemani adiknya belajar. Kakak mengomentari tulisan adiknya. Kakak :“Nulis kayak gitu aja lama” sambil melihat tulisan adiknya “Pantesan lama, ngebatik gitu ko’ nulisnya.” Adik : “Biarin.” Berdasarkan contoh tersebut, dapat dilihat seorang kakak yang ‘melecehkan muka’ adiknya. Dari percakapan di atas, dapat diketahui bahwa sang kakak bermaksud untuk mengejek tulisan adiknya. Hal tersebut terlihat dari tuturan kakak “pantesan lama, ngebatik gitu ko’ nulisnya”, kalimat tersebut menandakan bahwa terdapat tuturan yang tidak santun, walaupun disampaikan kepada adiknya sendiri dan penyampaian tuturan tersebut disampaikan dengan nada guyonan, tetapi tuturan tersebut seharusnya tidak disampaikan karena akan menyinggung perasaan mitra tutur. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher ini menfokuskan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud untuk melecehkan dan menghina mitra tuturnya.

2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield