Subkategori Menolak Kategori Mengancam Muka Sepihak

Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini akan membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Tuturan B2 saat pagi hari di kamar tidur penutur. Aspek yang terakhir adalah tuturan sebagai tindak verbal. Leech 1983 menjelaskan bahwa aspek ini memaparkan tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindakan penutur tersebut termasuk ke dalam tindak komisif. Karena tindak komisif merupakan jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang, hal ini bisa berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Penutur B2 menunda suruhan mitra tutur, sehingga ia menunda suatu tindakan di masa datang yang seharunya akan penutur kerjakan. Tindak perlokusi mitra tutur adalah bergumam terhadap kelakuan penutur yang sulit untuk dibangunkan. Mitra tutur semakin kesal karena penutur tidak memperhatikan mitra tutur dalam bertutur kata dan justru melanjutkan tidurnya. Hal ini yang menjadi ciri dari tuturan B2 termasuk ke dalam kategori mengancam muka sepihak dan masuk ke dalam subkategori menunda. Penutur menjelaskan bahwa sebenarnya ia malas dengan kerjaan mencuci piring, apalagi pada waktu itu masih pagi. Sehingga penutur menyampaikan tuturannya dengan maksud menghindari pekerjaan yang diberikan mitra tutur.

4.3.2.4 Subkategori Menolak

Cuplikan tuturan 9 B5 MT : “Tukokke iki neng warung” P : “Wegah, males” MT : “Awas koe” Sama halnya dengan subkategori menunda yang hanya terdapat 1 tuturan, subkategori menolak juga demikian. Hanya tuturan B5 saja yang masuk ke dalam subkategori menolak. Tuturan ini disampaikan secara ketus oleh penutur. Bukan hanya itu saja yang menggambarkan wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan ini, wujud yang lain adalah penutur berbicara dengan orang yang lebih tua, dan ia tidak merasa dirinya telah mengancam muka mitra tutur. Penanda linguistik yang terdapat dalam tuturan B5 adalah pertama, intonasi seru. Keraf 1991 menjelaskan bahwa kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan perasaan hati, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat ini ditandai dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi. Selain ditandai dengan hal- hal tersebut, dalam intonasi ini juga ditandai dengan tanda baca seru . Penutur memperlihatkan perasaan yang sedang ia rasakan saat itu, yakni perasaan malas. Kedua, nada tutur yang digunakan saat menyampaikan tuturannya adalah nada tinggi. Nada tinggi yang diperlihatkan penutur seperti orang membentak. Selain itu, nada tinggi juga ditandai dengan emosinya si penutur saat menyampaikan tuturannya. Pranowo 2012:77 memaparkan bahwa jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras, kasar sehingga terasa menakutkan. Suasana hati penutur sedang kesal karena ia selalu disuruh oleh mitra tutur untuk apa saja, dalam tuturan ini penutur disuruh untuk pergi ke warung. Ketiga, selain nada yang digunakan penutur adalah nada tinggi, penutur juga memberikan penekanan keras pada frasa wegah . Penekanan pada frasa tersebut membuktikan bahwa penutur benar-benar menolak keras suruhan mitra tutur. Keempat, penutur dan mitra tutur dalam keseharian berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, sehingga diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar bahasa yang terdapat unsur kedaerahan. Penanda ketidaksantunan pragmatik yang dipaparkan oleh Leech 1983 dalam Wijana 1996:10−13 meliputi aspek penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek yang pertama adalah aspek penutur dan mawan tutur. Penutur B5 adalah laki-laki berusia 16 tahun, sedangkan lawan tuturnya adalah kakaknya sendiri, yakni laki-laki berusia 21 tahun. Penutur bersekolah di salah satu SMA di kabupaten Bantul. Mitra tutur sudah berkuliah di salah satu Univesitas besar di Yogyakarta. Mereka mempunyai hubungan yang akrab, hal ini dijelaskan sendiri oleh penutur bahwa dirinya dan mitra tutur sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat dekat. Penutur yang setiap hari tidak bisa berjumpa dengan mitra tutur karena mitra tutur tinggal di Jogja dan hanya pulang ke rumah pada akhir minggu, mengaku bahwa mereka sering berkomunikasi melalui telepon genggam dengan intensitas yang cukup tinggi. Aspek yang kedua adalah konteks tuturan, yakni mengenai semua latar belakang pengetahuan back ground knowledge yang dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Konteks tuturan B5 adalah penutur dan mitra tutur sedang bersantai dan tiba-tiba mitra tutur menyuruh penutur untuk pergi ke warung membelikan sesuatu untuk mitra tutur. Penutur kesal karena ia selalu disuruh melakukan apapun yang sebenarnya mitra tutur bisa lakukan. Penutur menolak suruhan mitra tutur. Aspek ketiga yang dikemukakan oleh Leech 1983 dalam Wijana 1996 adalah tujuan penutur. Tujuan penutur B5 adalah menolak suruhan mitra tutur untuk pergi ke warung. Jelas terlihat bahwa tuturan B5 memiliki tujuan menolak, hal ini terlihat jelas pada frasa Wegah . Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini akan membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Tuturan ini terjadi di rumah, tepatnya di ruang keluarga pada siang hari. Aspek yang terakhir adalah tuturan sebagai tindak verbal. Leech 1983 menjelaskan bahwa aspek ini memaparkan tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindakan penutur tersebut termasuk ke dalam tindak komisif. Karena tindak komisif merupakan jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang, hal ini bisa berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Tuturan penutur sudah menandakan bahwa penutur menolak suruhan mitra tutur, dan bukti itu menggambarkan mengenai pengertian tindak verbal komisif. Tindak perlokusi mitra tutur adalah menanggapi penolakan penutur dengan ancaman. Mitra tutur mengancam penutur karena ia kesal dengan tindakan mitra tutur yang menolak suruhannya. Kekesalan mitra tutur tidak diperhatikan oleh penutur, dan penutur justru sibuk sendiri dengan aktivitasnya. Penutur membenarkan bahwa ia memang memiliki maksud menolak suruhan mitra tutur. Penutur kesal dengan mitra tutur karena ia selalu menjadi korban kemalasan mitra tutur.

4.3.3 Kategori Melecehkan Muka