4.2.5.6 Subkategori Mengancam
Cuplikan tuturan 51 E5 MT : menangis
P : “Ayo... iso meneng ora” digeblek atau dipukul.
Konteks E5: Tuturan terjadi di halaman rumah. Tuturan terjadi pada saat MT sedang menangis. Penutur pulang bekerja dengan keadaan yang letih.
Penutur tersulut emosinya karena anaknya rewel terus-terusan.
1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik menimbulkan konflik subkategori mengancam adalah berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud
ketidaksantunan linguistik tersebut sebagai berikut.
Tuturan E5 : Ayo... iso meneng ora digeblek atau dipukul.
Ayo...bisa diam tidak
2 Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E5 : Penutur berbicara dengan anaknya. Penutur menyampaikan tuturannya dengan suara keras dan dengan cara ketus. Penutur bermain tangan
memukul terhadap MT. Tindakan penutur membuat MT 2 tidak terima. MT 2 marah kepada penutur.
3 Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan E5 : Tuturan E5 mempunyai intonasi perintah. Partikel:
ayo
. Penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan keras pada frasa
iso meneng ora
. Diksi: bahasa nonstandar bahasa Jawa.
4 Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E5 : Tuturan terjadi di halaman rumah. Penutur laki-laki berusia 34 tahun, ayah dari MT. MT laki-laki berusia 6 tahun, anak dari penutur. Tuturan
terjadi pada saat MT sedang menangis. Penutur pulang bekerja dengan keadaan yang letih. Penutur tersulut emosinya karena anaknya rewel terus-terusan.
Tujuan penutur adalah menyuruh anaknya untuk tidak rewel lagi, tetapi disertai dengan pukulan kecil istilah Jawa di
geblek
. Tindak verbal penutur adalah tindak komisif. Tindak perlokusi MT melakukan apa yang diperintah penutur,
tetapi terdapat orang ketiga, yakni istrinya yang marah kepada penutur.
5 Maksud Penutur
Tuturan E5 : penutur memiliki maksud kesal. 4.3
Pembahasan
Hasil dari kajian yang dilakukan terhadap tuturan yang ada di dalam ranah keluarga nelayan di kampung nelayan Desa Jangkaran, Pantai Trisik dan Desa
Banaran, Pantai Congot, Kulonprogo, Yogyakarta ditemukan beberapa tuturan yang mengandung ketidaksantunan. Tuturan yang termasuk ke dalam tuturan yang
tidak santun tersebut terbagi menjadi lima kategori ketidaksantunan, yaitu a melanggar norma, b mengancam muka sepihak, c melecehkan muka, d
menghilangkan muka, dan e menimbulkan konflik.
Tuturan-tuturan ketidaksantunan tersebut dianalisis berdasarkan wujud linguistik dan pragmatik,
penanda linguistik dan pragmatik, dan maksud penutur. Wujud linguistik berisi mengenai bentuk tuturan tidak santun dari penutur, dan hasilnya berupa transkrip
tuturan ketidaksantunan, sedangkan wujud pragmatik berisi mengenai cara penutur dalam menyampaikan tuturannya, sehingga tuturan tersebut dianggap
tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik meliputi nada, kata fatis, tekanan, intonasi dan pilihan kata atau diksi, sedangkan penanda ketidaksantunan
pragmatik meliputi aspek-aspek konteks yang dikemukakan oleh Leech 1983, yakni penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai
tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Kedua penanda tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengkategorikan setiap tuturan yang
berbentuk tidak santun tersebut ke dalam lima kategori ketidaksantunan yang telah disebutkan pada uraian sebelumnya. Selain itu, penanda ketidaksantunan
pragmatik juga digunakan sebagai acuan untuk menentukan subkategori dari setiap tuturan.Berikut ini adalah contoh tuturannya.
4.3.1 Kategori Melanggar Norma