Subkategori Menegaskan Kategori Menimbulkan Konflik

4.3.5.1 Subkategori Menegaskan

Cuplikan tuturan 50 E4 P : “Ngematke matane, bawal ko ngene kok dianggep BS.” MT : “Njajal ayo ditakokke ro liyane iki BS po ora?” Cuplikan tuturan 52 E6 MT : “Banyune ki jek banter kae” P : “Alaah Mboook, mbog rasah gemrumung Ijek banter mau be ngi. Kui yo wes tak akonke uwong.” MT : “Ha iyo gek didandani” Cuplikan tuturan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori menegaskan dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik. Wujud pragmatik dari tuturan E4 adalah penutur berbicara dengan cara kasar kepada mitra tutur. Sedangkan penutur E6 dengan suara keras dan dengan suasana hati kesal kepada mitra tutur, padahal mitra tutur merupakan orang tua penutur dan umurnya sudah sangat tua. Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis, nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur E4 dan E6 menggunakan intonasi berita dalam tuturannya. Intonasi ini ditandai dengan pola intonasi datar- turun. Kedua penutur tersebut memberitahu pemahamannya mengenai sesuatu kepada mitra tutur. Kedua penutur tersebut juga menggunakan kata fatis dalam tuturannya. Penutur E4 menggunakan kata fatis kok . Kata fatis ini dapat menggantikan kata tanya mengapa atau kenapa . Sedangkan, penutur E6 menggunakan kata fatis ya . Kata fatis ya pada awal kalimat bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan mitra tutur. Nada tutur yang digunakan kedua penutur di atas adalah nada tinggi. Kedua penutur tersebut sedang dalam suasana hati yang emosi karena tuturan mitra tutur, sehingga mereka menggunakan nada tinggi. Selain kedua penutur di atas memiliki intonasi yang sama, mereka juga menggunakan tekanan yang sama pula dalam tuturannya, yakni tekanan keras. Penutur E4 menekankan pada frasa Ngematke matane , sedangkan penutur E6 menekankan pada frasa Kui yo wes tak akonke uwong . Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar, yakni bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa oleh penutur karena penutur menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari dengan mitra tutur. Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 50 adalah penutur dan mitra tutur merupakan laki-laki, nelayan pantai Congot. Hubungan keakraban mereka hanya sebatas rekan kerja dan teman biasa. Aspek penutur dan lawan tutur pada cuplikan tuturan 52 adalah penutur dan mitra tutur merupakan perempuan. Penutur berusia 36 tahun, merupakan anak dari mitra tutur yang berusia 70-80 tahun. Penutur bekerja sebagai pedagang di pasar tradisional, sedangkan mitra tutur tidak memiliki pekerjaan karena ia sudah lanjut usia. Hubungan keakraban mereka adalah keluarga. Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan. Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 50 adalah para nelayan pantai Congot naik dari melaut, mereka memanen ikan bawal. Nelayan mengelompokkan ikan bawal di TPI tempat pelelangan ikan. Keadaan di sana begitu ramai karena selain banyaknya nelayan, juga banyak pelelangan ikan. Konteks cuplikan tuturan 52 adalah pralon air di depan rumah bocor sejak sehari yang lalu. Mitra tutur akan mengambil wudhu pada kran yang pralonnya bocor. Mitra tutur memberitahu bahwa pralonnya masih bocor. Penutur emosi karena mitra tutur bersuara keras saat menyampaikan berita tersebut. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan penutur E4 adalah untuk memberitahu kepada mitra tutur bahwa bawalnya bukan BS. Cara pemberitahuan penutur sangatlah kasar sehingga tuturan ini masuk ke dalam tuturan yang tidak santun. Tujuan penutur E6 menyampaikan tuturannya adalah memberitahu mitra tutur bahwa penutur sudah tahu kalau pralon air di depan rumah bocor dan sudah menyuruh orang untuk memperbaiki pralon tersebut. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan tuturan 50 terjadi di tempat pelelangan ikan sekitar pukul 2 siang. Sedangkan cuplikan tuturan 52 terjadi di rumah pada waktu maghrib tiba. Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindak verbal penutur E4 dan E6 adalah tindak verbal ekspresif. Tindak verbal ini merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan penutur, berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, dan kesengsaraan. Tindak perlokusi mitra tutur E4 yakni, mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan tantangan dan cara penyampaiannya ketus. Sedangkan, tindak perlokusi mitra tutur E6 adalah menanggapi dengan nada tinggi. Tindak perlokusi mitra tutur yang tidak terima dengan tuturan penutur merupakan salah satu faktor menjadikan tuturan ini masuk ke dalam kategori menimbulkan konflik. Tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori menegaskan, karena penutur menegaskan apa yang diyakininya. Penutur E4 bermaksud memberitahu bahwa bawal yang didapatnya bukanlah bawal BS. Sedangkan, penutur E6 memiliki maksud kesal, karena mitra tutur selalu banyak bicara walaupun sudah lanjut usia. 4.3.5.2 Subkategori Menolak Cuplikan tuturan 53 E7 MT : “Ayo ngewangi bapak” P : “Gak mau” MT : “ Koe nek ra ngewangi bapak, trus sopo seng arep biayani” Cuplikan tuturan 54 E8 MT : “Tipine dipindah, Mas?” P : “Wegah” MT : Berlari mencari orang tua dan minta untuk digendong. Cuplikan tuturan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori menolak dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik. Wujud pragmatik dari tuturan E7 adalah penutur berbicara dengan cara spontan dan sembrono kepada mitra tutur, padahal mitra tutur lebih tua dari penutur. Sedangkan penutur E8 dengan cara ketus kepada mitra tutur. Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis, nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur E7 dan E8 menggunakan intonasi seru dalam tuturannya. Kedua penutur tersebut menyerukan denga tegas penolakannya terhadap suruhan mitra tutur.. Nada tutur yang digunakan kedua penutur di atas adalah nada sedang. Walaupun penutur menggunakan nada sedang, tuturan mereka tetap dianggap tidak santun. Selain kedua penutur di atas memiliki intonasi dan nada yang sama, mereka juga menggunakan tekanan yang sama pula dalam tuturannya, yakni tekanan keras. Penutur E7 menekankan pada kata Gak mau , sedangkan penutur E8 menekankan pada kata Wegah . Diksi yang digunakan penutur E7 adalah bahasa populer, yakni kata-kata yang dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan, penutur E8 menggunakan diksi bahasa nonstandar, yakni bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa oleh penutur karena penutur menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari- hari dengan mitra tutur. Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 53 adalah penutur dan mitra tutur merupakan laki-laki. Penutur berusia 161 tahun merupakan anak dari mitra tutur. Penutur masih bersekolah, sedangkan mitra tutur bekerja sebagai nelayan di pantai Trisik. Hubungan mereka adalah hubungan keluarga. Aspek penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 54 adalah penutur dan mitra tutur adalah laki- laki. Penutur berusia 6 tahun, sedangkan mitra tutur baru berusia 3 tahun. Penutur sudah bersekolah di tingkat SD dan mitra tutur belum bersekolah. Hubungan keakraban mereka adalah hubungan keluarga, karena penutur adalah kakak dari mitra tutur. Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan. Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 53 adalah hari saat tuturan ini terjadi adalah hari libur. Mitra tutur akan pergi menjala di pinggiran pantai Mitra tutur mengajak penutur untuk membantunya bekerja. Konteks pada cuplikan tuturan 54 adalah penutur dan mitra tutur sedang menonton televisi. • MT merasa bahwa ia tidak menyukai acara televisi yang sedang mereka tonton. Mitra tutur menyuruh penutur untuk mengganti channel atau acara televisi tersebut. Penutur menolak perintah dari mitra tutur karena ia menyukai acara televisi tersebut. Terdapat orang ketiga yang nantinya memarahi penutur karena tindakannya terhadap mitra tutur. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan penutur E7 adalah penutur menolak ajakan bapaknya untuk membantunya bekerja. Tujuan penutur E8 adalah penutur menolak suruhan mitra tutur untuk mengganti channel acara di televisi. Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan tuturan 53 terjadi di rumah, tepatnya di ruang keluarga pada pagi hari. Sedangkan, cuplikan tuturan 54 terjadi di ruang keluarga, saat penutur dan mitra tutur menonton TV. Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindak verbal penutur E7 dan E8 adalah tindak verbal komisif. Tindak verbal ini merupakan jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang, berupa janji, ancaman, penolakan, ikrar. Tindak perlokusi mitra tutur E7 yakni, mitra tutur memarahi dan menyindir penutur. Sedangkan, tindak perlokusi mitra tutur E8 adalah mitra tutur pergi mencari orang ketiga bapak, kemudian orang ketiga memarahi penutur karena tidak mau mengalah dengan adiknya. Tindak perlokusi mitra tutur yang tidak terima dengan tuturan penutur merupakan salah satu faktor menjadikan tuturan ini masuk ke dalam kategori menimbulkan konflik. Tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori menolak, karena penutur menolak suruhan mitra tutur. Setiap penutur memiliki maksud masing-masing dalam penyampaian tuturannya dan hanya penutur itu sendiri yang tahu. Penutur E7 dan E8 memiliki maksud menolak dalam tuturannya. Mereka sama-sama menolak suruhan mitra tutur, tetapi penolakan tersebut justru membuat permasalahan jadi semakin panjang sehingga timbullah konflik antara penutur dan mitra tutur.

4.3.5.3 Subkategori Menyinggung