Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper

Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield 2008 ini lebih menfokuskan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka yang dilakukan secara sembrono dan dapat memungkinkan terjadinya konflik antara penutur dan mitra tutur.

2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper

Pemahaman Culpeper 2008 dalam Rahardi 2012 tentang ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘ Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’, kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka face loss, atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka. Berikut ini disampaikan contoh tuturan yang mengandung ketidaksantunan menurut Culpeper. Latar belakang situasi: Malam hari sekitar pukul 19.00 sedang ada perkumpulan keluarga besar. Pakde : “Kamu ambil jurusan apa kuliahnya Jon?” Jono : “Ambil Pendidikan Bahasa Indonesia, Pakde.” Pakde : “Lho, anak STM ko’ ngambil pendidikan? Bisa po?” Keluarga : Tersenyum kecil melihat ke arah Jono dan Pakde. Jono : Tersenyum berat Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa Jono merasa ‘kehilangan muka’ akibat tuturan yang dikeluarkan oleh Pakdenya. Tuturan yang disampaikan pakde yaitu “lho, anak STM ko’ ngambil pendidikan? Bisa po?” sebenarnya merupakan suatu candaan atau bisa juga berupa sindiran. Tetapi, candaan atau sindiran tersebut kurang pantas, karena tuturan itu disampaikan tanpa memperhatikan konteks situasinya. Konteks situasi di atas adalah dalam konteks situasi yang sedang ramai karena terdapat kumpul keluarga besar. Dalam hal ini tuturan tersebut dapat dikatakan sebagai tuturan yang tidak santun. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa mitra tutur merasa dipermalukan oleh penutur. Ketidaksantunan berbahasa yang diterapkan dalam situasi di atas, termasuk dalam teori menurut pandangan Culpeper, yakni teori yang menfokuskan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud untuk mempermalukan mitra tuturnya.

2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi