Berdasar penanda pragmatik di atas, tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori menasihati, karena tujuan penutur adalah menyadarkan anaknya yang
telah bertindak keliru dalam pandangan penutur. Walaupun tuturan penutur masuk ke dalam subkategori menasihati, tetapi penutur memiliki maksud memarahi mitra
tutur agar mitra tutur takut dan tidak melakukan kesalahan yang sama. 4.3.4
Kategori Menghilangkan Muka
Culpeper 2008 dalam Rahardi 2012 memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’, kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu
dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan
dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka
face loss,
atau setidaknya orang tersebut
‘merasa’ kehilangan muka.
4.3.4.1 Subkategori Menyindir
Cuplikan tuturan 40 D3 P
: “Koyo adimu kae lho iso ngopo-ngopo, koe kok tura-turu wae.”
MT : “Joni kae rak tritikan ngene-ngene mesti pengen.”
Cuplikan tuturan 41 D4 MT
: “ Habis kumpulan dari kabupaten, ini monggo dicakke.”
P : “Wah, opo-opo dinas... opo-opo dinas...”
Cuplikan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori menyindir dalam kategori ketidaksantunan menghilangkan muka. Bila dibahas dalam wujud
pragmatik, penutur D3 berbicara dengan cara kesal kepada mitra tutur. Penutur membandingkan mitra tutur dengan adik mitra tutur di hadapan adiknya. Hal yang
hampir sama juga dilakukan oleh penutur D4, ia menyampaikan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur di hadapan orang banyak. Penutur mengutarakan
tuturannya dengan cara keras kepada mitra tutur, hal ini mengindikasikan bahwa penutur sedang dalam keadaan emosi Pranowo, 2012:77. Kedua tuturan tersebut
disampaikan di hadapan orang lain dan membuat mitra tutur kehilangan muka, sehingga tuturan tersebut dapat digolongkan ke dalam kategori menghilangkan
muka. Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis,
nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Intonasi yang terdapat pada tuturan D3 dan tuturan D4 adalah intonasi berita. Muslich 2009 menjelaskan
bahwa kalimat berita deklaratif ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Penutur D3 memberitahukan kepada mitra tutur bahwa adiknya lebih rajin
daripada dirinya. Sedangkan, penutur D4 menginformasikan sekaligus menyindir mitra tutur bahwa ia selalu bergantung pada dinas. Penutur D3 menggabungkan 2
kata fatis dalam tuturannya, kata fatis tersebut adalah
lho
dan
kok
. Kata fatis
lho
yang digunakan penutur D3 terletak di tengah kalimat, berarti kata fatis tersebut bertugas untuk menekankan kepastian. Pada frasa pertama memang penutur
memastikan bahwa adik mitra tutur bisa apa saja. Kata fatis
kok
pada tuturan D3 menggambarkan penekanan alasan penutur menjadi kesal. Nada tutur penutur D3
menggunakan nada sedang dalam penyampaian tuturannya. Walaupun menggunakan nada sedang, tuturan penutur tetap tidak santun karena mitra tutur
merasa kehilangan muka. Penutur D4 yang sudah emosi dengan tindakan mitra tutur memilih menggunakan nada tinggi dalam pengucapannya. Nada tinggi
penutur mengindikasikan bahwa ia sedang marah atau emosi dengan mitra tutur. Tekanan lunak terdapat pada tuturan D3 frasa kedua, yakni
koe kok tura-turu wae
.
Penutur hanya menekankan tuturan tersebut dengan tekanan lunak, tetapi memiliki makna menyindir mitra tutur. Hal yang berbeda dilakukan penutur D4
dalam menekankan tuturannya. Ia menekankan frasa
opo-opo dinas
dengan menggunakan tekanan keras. Seperti apa yang telah dijelaskan pada nada tutur
penutur D4 bahwa penutur sedang dalam keadaan emosi sehingga tuturannya diucapkan dengan tekanan yang keras. Kedua penutur menggunakan diksi bahasa
nonstandar. Domisili mereka yang berada dalam daerah berbahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari menjadi faktor kuat penggunaan diksi ini.
Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah
aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek
penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 40 adalah penutur sebagai laki- laki, ayah dari mitra tutur yang bekerja sebagai nelayan di pantai Trisik. Mitra
tutur adalah anak laki-laki penutur yang berusia 21 tahun dan sedang menempuh pendidikan pada tingkat mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta.
Seperti yang dijelaskan oleh nara sumber bahwa mitra tutur memiliki tingkat sosial yang tidak suka bekerja di lapangan seperti membantu penutur saat melaut
atau bertani. Tingkat keakraban panutur dan mitra tutur adalah tingkat kekeluargaan biasa, tidak ada yang istimewa pada tingkatan ini. Aspek penutur
dan lawan tutur pada cuplikan tuturan 41 adalah penutur dan mitra tutur merupakan laki-laki dan mereka merupakan anggota nelayan pantai Congot. Mitra
tutur memiliki jabatan sebagai ketua dalam perkumpulan nelayan pantai Congot.
Hubungan keakraban mereka adalah sebagai teman dan rekan kerja. Selain itu, mereka mempunyai hubungan dalam kelompok nelayan sebagai ketua dan
anggota dari kelompok tersebut. Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan.
Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 40 adalah mitra tutur sedang tiduran dan menonton televisi, sedangkan penutur akan pergi ke ladang bersama adik mitra
tutur. Penutur tidak pergi melaut dikarenakan ombak sedang besar, sehingga ia bekerja di ladang sebagai pekerjaan kedua. Adik mitra tutur sangat rajin
membantu penutur bekerja di ladang, sedangkan mitra tutur tidak suka dengan pekerjaan kasar seperti itu. Melihat mitra tutur yang hanya malas-malasan,
penutur menyindirnya dengan membandingkan mitra tutur dengan adiknya. Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 41 adalah sedang diadakannya rapat
kelompok tani. Mitra tutur mendapat perintah dari Kabupaten mengenai pelatihan kerja. Mitra tutur mengumumkan hasil keputusan dari Kebupaten mengenai
perintah atau pelatihan kerja kepada seluruh anggota nelayan. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan
tuturan D3 adalah penutur menyindir mitra tutur karena tidak mau membantu penutur bekerja, padahal saat itu adalah hari libur dan mitra tutur hanya bersantai
di rumah, sedangkan adiknya membantu penutur untuk bekerja. Selain penutur menyindir mitra tutur, ia juga membandingkan mitra tutur yang pemalas dengan
adiknya yang rajin membantu orang tua. Tujuan penutur D4 adalah menyindir mitra tutur yang selalu patuh kepada dinas. Selain itu, penutur juga memiliki
tujuan untuk menolak perintak dari dinas yang diumumkan oleh mitra tutur.
Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Tuturan D3
terjadi di rumah, tepatnya di ruang keluarga. Waktu tuturan ini terjadi pada saat hari libur. Cuplikan tuturan 41 terjadi di basecamp nelayan pantai Congot, di Desa
Jangkaran, Kulonprogo saat diadakannya kumpulan rutin nelayan pantai Congot. Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal.
Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur. Tindak verbal penutur D3 dan D4 adalah tindak ekspresif. Mereka berdua
mengekspresikan kekesalan mereka kepada mitra tutur di hadapan orang lain. Tindak verbal ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu
yang dirasakan penutur, berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, dan kesengsaraan. Tindak perkokusi mitra tutur D3
adalah menanggapi tuturan penutur dengan sanggahan. Sedangkan, tindak perlokusi pada penutur D4 adalah menanggapi tuturan penutur, walaupun penutur
tetap tenang dan tidak emosi, mitra tutur merasa dirinya dipermalukan di depan anggota nelayan lainnya.
Kedua tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori menyindir, hal ini teridentifiksi berdasar pada penanda pragmatik tiap tuturan. Walau berada dalam
subkategori yang sama, kedua penutur tersebut memiliki maksud yang berbeda dalam penyampaian tuturannya. Maksud ketidaksantunan penutur hanya diketahui
oleh masing-masing penutur. Penutur D3 memiliki maksud menyindir dalam tuturannya, karena ia memang ingin menyindir mitra tutur yang kerjaannya hanya
malas-malasan saat hari libur. Sedangkan, penutur D4 memiliki maksud kecewa
terhadap tindakan mitra tutur yang selalu patuh terhadap perintah dari dinas. Kedua mitra tutur merasa dirinya dipermalukan di depan orang lain sehingga ia
merasa kehilangan muka.
4.3.4.2 Subkategori Mengejek