terhadap tindakan mitra tutur yang selalu patuh terhadap perintah dari dinas. Kedua mitra tutur merasa dirinya dipermalukan di depan orang lain sehingga ia
merasa kehilangan muka.
4.3.4.2 Subkategori Mengejek
Cuplikan tuturan 43 D6 P
: “Gampang nek mung kur ngono. Solusino piro anggarane sayap? Ngertimu piro?”
MT : ”Rung ngerti aku.”
P : “Halah... Nelayan seprono-seprene gaweane kok muni ra
ngerti” Cuplikan tuturan 44 D7
P
: “Tak inggoni pitmu motor mas, koe nek nulisi ora ngono kae Tulisi ojo dumeh...”
MT2 : “Diwarai mas.”
P : “Ojo dumeh koe kie sugeh, ojo dumeh koe kie waras, wong sak
lapangan sewengi ra rampung-rampung nek ojo dumeh, ojo dumeh koe ki ayu, aku yo iso.”
MT2 : sambil menyela “iya...aaa... iya...aaa...”
Cuplikan di atas merupakan wujud linguistik dari subkategori mengejek dalam kategori ketidaksantunan menghilangkan muka. Wujud pragmatik dari
tuturan D6 adalah penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis kepada mitra tutur. Mitra tutur merupakan tuan rumah dan penutur merupakan tamu.
Tuturan penutur disampaikan di hadapan tamu lain mitra tutur. Sedangkan pada tuturan D7, penutur dan mitra tutur sama-sama tamu dari ketua nelayan pantai
Congot. Penutur mengejek mitra tutur, padahal mereka baru saja kenal. Tuturan penutur membuat mitra tutur malu, karena ia diejek di hadapan orang lain. Kedua
wujud pragmatik tersebut yang menunjukkan bagaimana tuturan penutur menjadi tidak santun.
Pembahasan penanda linguistik berdasar pada aspek intonasi, kata fatis, nada tutur, tekanan, dan pilihan kata atau diksi. Penutur D6 menggunakan intonasi
seru dalam tuturannya. Intonasi seru ini ditandai dengan tanda seru dalam tuturannya. Intonasi ini juga ditandai dengan perasaan hati penutur yang kesal
terhadap mitra tutur. Intonasi yang terdapat dalam tuturan D7 adalah intonasi perintah. Kalimat perintah imperatif ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi
Muslich, 2009. Penutur D6 menggunakan kata fatis
kok
dalam tuturannya. Kata fatis
kok
yang digunakan penutur terletak di bagian tengah kalimat, hal ini menandakan bahwa kata fatis tersebut juga dapat bertugas menggantikan kata
tanya
mengapa
atau
kenapa
. Persamaan kedua penutur dari segi penanda linguistiknya adalah pada penyampaian nada tutur dan pilihan kata yang
digunakan. Nada tutur yang mereka gunakan adalah nada sedang. Nada sedang dapat mengindikasikan bahwa penutur tidak dalam keadaan marah, tetapi tuturan
tersebut tetap dianggap tidak santun karena penutur membuat mitra tutur merasa kehilangan muka. Pilihan kata yang mereka gunakan adalah bahasa nonstandar,
yakni bahasa Jawa. Mereka menggunakan bahasa Jawa dalam tuturannya karena bahasa tersebut merupakan bahasa sehari-hari dalam berkomunikasi. Tekanan
yang terdapat dalam tuturan D6 adalah tekanan keras. Penutur menekankan kata
Halah
dengan tekanan keras karena penutur merasa tidak percaya dengan tuturan mitra tutur. Sedangkan, penutur D7 menekankan frasa
Tulisi ojo dumeh
dengan tekanan lunak dalam tuturannya karena selain mengkomentari motor mitra tutur,
ia menyuruh mitra tutur untuk menulisi motornya dengan tulisan
ojo dumeh
.
Pembahasan dari segi penanda pragmatik menggunakan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Leech 1983. Aspek-aspek penanda pragmatik tersebut adalah
aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek
penutur dan lawan tutur dalam cuplikan tuturan 43 adalah penutur sebagai laki- laki berusia 41 tahun, ia merupakan tamu dari mitra tutur. Mitra tutur adalah laki-
laki berusia 42 tahun dan ia merupakan tuan rumah. Mereka berdua adalah nelayan, penutur nelayan di pantai Glagah dan mitra tutur nelayan di pantai
Congot. Hubungan keakraban mereka sangat akrab, selain sebagai rekan seprofesi, dapat dikatakan mereka adalah teman dekat, karena mereka sangat
santai dalam berkomunikasi walaupun mereka saling ejek. Pada cuplikan tuturan 44, penutur merupakan laki-laki berusia 41 tahun, sedangkan mitra tutur adalah
laki-laki berusia 23 tahun. Mereka berdua adalah tamu dari ketua nelayan pantai Congot. Penutur berpancaharian sebagai nelayan, sedangkan mitra tutur adalah
mahasiswa salah satu universitas di Yogyakarta. Mereka berdua baru saling kenal pada saat itu juga, sehingga hubungan keakraban mereka biasa saja.
Aspek kedua yang dipaparkan oleh Leech 1983 adalah konteks tuturan. Konteks tuturan pada cuplikan tuturan 43 adalah penutur dan mitra tutur sedang
membahas biaya perbaikan kapal yang sayapnya patah karena diterjang ombak. Sebelumnya penutur bertanya kepada mitra tutur mengenai anggaran perbaikan
sayap kapal, tetapi pertanyaan tersebut bernadakan untuk menguji pengetahuan mitra tutur. Konteks tuturan 44 adalah terdapat 4 orang di sana pada saat itu,
termasuk penutur dan mitra tutur. Penutur sudah berpamitan ingin pulang. Penutur
berada di halaman rumah dan berada di samping motornya, dan di samping motor penutur terdapat motor mitra tutur. Penutur mengomentari tulisan atau stiker yang
ada di motor mitra tutur. Aspek yang ketiga adalah tujuan penutur menyampaikan tuturannya. Tujuan
tuturan D6 adalah untuk mengejek mitra tutur yang sudah menjadi nelayan senior tetapi tidak tahu berapa anggaran sayap kapal. Tujuan tuturan D7 adalah penutur
mengomentari dan mengejek tulisan yang ada di motor mitra tutur, setelah itu penutur memberi saran kepada mitra tutur.
Aspek yang keempat adalah tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Aspek ini membahas mengenai waktu dan tempat terjadinya tuturan. Cuplikan
tuturan 43 dan 44 memiliki tempat yang sama yakni, terjadi di rumah mitra tutur, tepatnya di teras rumah pada pada tanggal 20 April 2012 sekitar pukul 16.30.
Aspek yang terakhir adalah aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek ini membahas tindak verbal penutur dan tindak perlokusi mitra tutur.
Tindak verbal penutur D6 adalah tindak representatif, karena penutur mengutarakan kesimpulan dari pernyataan mitra tutur. Walaupun mungkin mitra
tutur berbohong. Tindak verbal penutur D7 adalah tindak direktif. Tindak verbal direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang
lain melakukan sesuatu. Meliputi perintah, pemesanan, pemberian saran, permohonan. Tuturan penutur termasuk dalam tindak verbal direktif karena
penutur menyuruh mitra tutur untuk mengganti tulisan yang ada di motornya. Tindak perlokusi mitra tutur D6 adalah mitra tutur menimpali pertanyaan tersebut
kepada tamunya yang lain yang merupakan seorang nelayan berpengalaman juga.
Sedangkan, penutur D7 memiliki tindak perlokusi berupa tindakan. Mitra tutur D7 hanya tersenyum malu dengan dituturkannya tuturan penutur.
Kedua tuturan tersebut tergolong ke dalam subkategori mengejek, mengejek adalah situasi dimana penutur sedang dalam keadaan santai. Walau dalam keadaan
santai, bisa saja tuturan tersebut menjadi tidak santun bila mitra tutur merasa kehilangan muka. Kesamaan subkategori tidak menandakan bahwa maksud dari
kedua penutur tersebut juga sama. Penutur D6 memiliki maksud mengejek. Maksud mengejek penutur D6 memiliki adalah ia mengejek mitra tutur yang
merupakan nelayan senior sekaligus ketua nelayan pantai Congot tetapi tidak tahu anggaran perbaikan sayap kapal. Sedangkan, maksud penutur D7 adalah maksud
menggoda. Alasan penutur menggoda mitra tutur karena ia melihat stiker yang ada di motor mitra tutur bertuliskan
ojo gondoel FU
, sehingga ia menyarankan agar diganti dengan tulisan
ojo dumeh
. Walaupun tuturan kedua penutur di atas tidak dalam situasi serius, mitra tutur tetap merasa malu karena mereka diejek dan
digoda di hadapan orang lain.
4.3.4.3 Subkategori Menegur