Faktor Lingkungan Environment Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian
116
Sosiologi SMAMA Kelas X
akibat pengaruh suasana laut yang riuh oleh deburan gelombang. Mereka berbicara keras dan berwatak kasar karena dipengaruhi kehidupan yang keras
di laut.
2 Lingkungan Sosial Unsur-unsur pembentuk lingkungan sosial adalah kebudayaan, pengalaman
kelompok, pengalaman unik, sejarah, dan pengetahuan. Faktor lingkungan sosial bersifat dinamis yang artinya faktor tersebut tidak bersifat permanen dan
akan terus mengalami perubahan. Unsur-unsur tersebut memberi pengaruh terhadap individu yang terlibat dalam lingkungan sosialnya. Pengaruh yang
diberikan kepada seorang individu. Hal seperti ini menyebabkan kepribadian yang muncul pada setiap individu juga berbeda-beda. Di samping itu, juga dapat
disebabkan oleh perbedaan cara yang dilakukan oleh setiap individu dalam membentuk kepribadiannya masing-masing.
a Unsur Kebudayaan
Bentuk kebudayaan yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anggota-anggotanya.
Suatu kebudayaan tidak secara langsung memengaruhi suatu masyarakat, akan
tetapi melalui proses pembiasaan yang terjadi terus-menerus. Dengan proses
pembiasaan tersebut, anggota-anggota masyarakat akan mengalami perkemba-
ngan ke arah bentuk baru secara alamiah.
Pengaruh ini dapat dilihat dengan jelas, apabila salah satu anggota ma-
syarakat tersebut berada di luar kelompok budayanya dan bertemu dengan kelompok
budaya lain. Misalnya A berasal dari Medan. Dalam kehidupan sehari-hari, dia terbiasa berbahasa dengan gaya bahasa yang keras. Ketika dia berada di daerah
Keraton Yogyakarta yang berbudaya jawa halus dengan tutur kata yang sopan, dia merasa berbeda dengan orang-orang disekitarnya. Hal ini menunjukkan
bahwa budaya orang Medan atau Batak telah memengaruhi kepribadian A.
b Unsur Pengalaman Kelompok
Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian seseorang tidak berkembang. Sejak dilahirkan, seorang anak hidup dalam kelompok sosial, yaitu keluarga.
Dari pengalaman bergaul dengan anggota keluarganya, secara bertahap anak menerima berbagai pengalaman hidup. Seiring dengan kematangan fisiknya,
berbagai pengalaman sosialpun berakumulasi, sehingga membentuk suatu gambaran mengenai dirinya. Lama kelamaan, pengalaman yang dia peroleh
Gambar 4.12 Pusat kehalusan budaya Jawa
Foto: Keraton.
Sumber: Haryana
Proses Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian
117
semakin meluas. Dari pengalaman bergaul dengan kelompok bermain,
teman sebaya, dan akhirnya dalam lingkungan kerja.
Misalnya, apabila seorang anak kehilangan kasih sayang, biasanya
dia gagal mengembangkan kepri- badian yang wajar. Anak-anak seper-
ti ini akan memiliki masalah dalam kepribadiannya. Mereka dapat
tumbuh menjadi orang yang apatis, menarik diri dari pergaulan sosial,
atau justru agresif. Seseorang mem- butuhkan pengalaman kelompok yang intim untuk dapat berkembang sebagai
manusia dengan kepribadian normal, bukan manusia yang bermasalah.
c Unsur Pengalaman Unik
Walaupun anak-anak dibesarkan dalam satu keluarga yang sama, bukan berarti mereka selalu memperoleh
perlakuan yang sama. Misalnya, anak pertama selalu akan mem-
peroleh perhatian penuh sebagai anak satu-satunya sampai lahir
adiknya kemudian. Pengalaman itu bersifat unik dan tidak dirasakan oleh
adiknya. Hal seperti ini, terjadi dalam satu keluarga yang sama. Padahal
kenyataannya, setiap keluarga me- miliki cara yang berbeda dalam
memperlakukan anak-anaknya. Se- mua ini merupakan pengalaman
yang unik.
Setiap pengalaman hidup se- seorang bersifat unik. Unik dalam
pengertian bahwa tidak seorang pun mengalami serangkaian pengalaman yang sama persis, dengan cara yang persis
sama. Keunikan juga berarti tidak ada seorang pun yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama. Tidak ada pengalaman siapa pun yang secara
sempurna dapat menyamainya. Mungkin saja pengalaman itu serupa, namun tidak akan benar-benar sama persis. Bahkan, apabila ada dua anak kembar
yang diasuh oleh sebuah keluarga yang sama, kemudian diperlakuan secara sama, disekolahkan pada lembaga yang sama, dan memasuki kelompok
permainan yang sama sekalipun, tidak akan menjamin kedua anak tersebut memperoleh pengalaman yang sama persis.
Gambar 4.14 Setiap individu menghayati penga- laman yang berbeda, walaupun mengalami peristiwa
yang sama.
Sumber: Haryana
Gambar 4.13 Anak-anak bermasalah, kepribadiannya juga terganggu.
Foto: Sekelompok anak nakal.
Sumber: Haryana
118
Sosiologi SMAMA Kelas X
Selanjutnya, pengalaman yang diterima seorang anak tidak sekadar bertambah, tetapi juga menyatu. Arti dan pengaruh suatu pengalaman
tergantung kepada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya. Ini berarti bahwa pengalaman setiap orang merupakan suatu jaringan yang luar biasa
rumitnya. Jaringan itu terbentuk oleh jutaan peristiwa yang masing-masing memperoleh arti dan pengaruh dari semua pengalaman yang telah mendahului-
nya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau kepribadian seseorang bersifat rumit.
d
Unsur Sejarah Sejarah yang dimiliki kelompok masyarakat merupakan bagian yang tidak
dapat pisahkan dari kelompok masyarakat tersebut. Nilai yang dikandung dalam sejarahnya secara turun-temurun akan dijadikan semangat dan pegangan dalam
bertindak. Sebagai perbandingan, rasa nasionalisme suatu negara yang meng- alami penjajahan. Misalnya, orang Surabaya bangga dengan sejarah kepah-
lawanannya sehingga disebut Kota Pahlawan. Orang Sumatera Barat bangga dengan sejarah yang dibuat oleh Imam Bonjol. Sejarah-sejarah tersebut secara
tidak langsung memengaruhi kepribadian anggota-anggota masyarakatnya dalam dalam proses interaksi dan bersosialisasi dengan anggota-anggota masyarakat
lain. e
Unsur Pengetahuan Secara teoritik, semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang
semakin baik pula kepribadiannya. Seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi biasanya dijadikan panutan dan teladan bagi anggota masyarakat lainnya.
Hal ini menyebabkan, seseorang yang menjadi panutan merasa bahwa dia harus bertindak dan bertingkah laku sebagimana yang diharapkan masyarakat yang
meneladaninya. Selain itu, pengetahuan yang dimilikinya berpengaruh terhadap pola pikir yang lebih arif dan bijaksana sehingga kepribadiannya seseorang
akan berkembang secara positif.