Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Tidak Sempurna

134 Sosiologi SMAMA Kelas X Relativitas perilaku menyimpang juga dapat terjadi karena situasi dan kondisi. Sesuatu yang dahulu di anggap tidak layak, sekarang dapat dianggap layak. Misalnya, pada zaman dahulu wanita Indonesia pribumi dinilai tidak pantas mengenakan celana seperti laki-laki. Mereka harus mengenakan kain dan kebaya. Akan tetapi, sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Relativitas nilai sosial dipengaruhi pula oleh tempat atau lingkungan sosial budaya. Antara masyarakat desa dan kota mungkin memiliki nilai dan norma yang berbeda pula. Masyarakat desa mempertahankan tradisi turun-temurun dari nenek moyang. Orang desa yang meninggalkan tradisi di desanya dianggap tidak layak atau menyimpang. Akan tetapi, masyarakat kota menganut nilai keterbukaan, sehingga cepat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan. Nilai-nilai tradisional tidak lagi mengikat mereka. Perubahan di berbagai penjuru dunia cepat memengaruhi perilaku orang-orang kota, apalagi dengan dibantu oleh sarana teknologi komunikasi yang seolah telah menghilangkan batas ruang dan waktu. Di sisi lain, perilaku menyimpang tidak selalu berdampak negatif. Penyimpangan dalam bentuk pemberontakan terhadap nilai-nilai yang sudah ma- pan kadang-kadang melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Misalnya, R.A. Kartini memelopori penerobos- an nilai-nilai kehidupan yang dia rasa tidak adil bagi kaumnya, sehingga lahirlah gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Padahal nilai-nilai yang berlaku saat itu mendukung pengekangan terhadap kaum wanita. Biasanya penyimpangan seperti itu mendapat tentangan dari masyarakat namun ketika ‘pemberontakan’ itu dirasakan ada manfaatnya, lama-kelamaan diterima dan menjadi nilai dan norma baru. Tidak semua pemberontakan melahirkan pahlawan-pahlawan seperti R.A. Kartini. Tetapi, selalu ada orang atau sekelompok orang yang mendobrak nilai-nilai yang sudah mapan. Sebenarnya seluruh anggota masyarakat menghendaki agar setiap warga masyarakat berperilaku baik. Akan tetapi, kenyataannya selalu ada orang yang mencuri, merampok, memerkosa, berkelahi, menganiaya, menyalahgunakan narkotika, dan lain-lain. Perilaku semacam itu merupakan penyimpangan terhadap nilai dan norma masyarakat. Orang yang melakukannya dianggap gagal menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang ada di masyarakatnya. Sumber: Atlas Depdikbud Gambar 5.3 R.A. Kartini. 135 Perilaku Menyimpang dan Pengendalian Sosial

2. Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

Ada empat faktor penyebab perilaku menyimpang, yaitu ke- tidaksempurnaan sosialisasi, menganut suatu kebudayaan menyimpang, kesalahan memahami informasi, dan ikatan sosial menyimpang.

a. Ketidaksempurnaan Sosialisasi Nilai-nilai

Perilaku manusia dikendalikan oleh nilai dan norma sosial. Nilai dan norma tersebut diterima seorang individu melalui proses sosialisasi. Sosialisasi dialami seseorang melalui berbagai media. Apabila di antara media-media itu tidak sejalan dalam menyosialisasikan nilai dan norma, maka terjadilah ketidaksem- purnaan sosialisasi. Salah satunya adalah ketidakselarasan antara sosialisasi di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Misalnya, sekolah menanamkan nilai kesehatan sehubungan dengan bahaya rokok. Siswa dilarang merokok karena tidak baik untuk kesehatan. Namun, di rumah ayahnya sendiri merokok, dan di masyarakat merokok menjadi perilaku umum. Akibatnya, nilai-nilai yang disosialisasikan di sekolah tentang bahaya merokok tidak berhasil. Berbagai anjuran guru yang didasari alasan ilmiah sekalipun tidak akan dipercaya siswa, apabila guru tersebut, atau guru-guru lain di sekolah itu juga tampak sering merokok. Ketidaksempurnaan sosialisasi banyak terjadi dalam berbagai persoalan. Nilai kejujuran yang selalu ditanamkan di sekolah berlawanan dengan praktik kecurangan di masyarakat. Di sekolah diajarkan bahwa negara kita adalah negara hukum, setiap orang sama kedudukannya dalam hukum. Akan tetapi, kenyataan di masyarakat menunjukkan hal yang berlawanan. Para pelanggar hukum dapat dibebaskan atau diperingan dari tuntutan jika membayar atau memiliki ke- kuasaan, sehingga orang lebih percaya bahwa orang kaya dan pejabat dapat menghindar dari hukum. Penyimpangan tingkah laku juga terjadi sebagai akibat tidak berfungsinya media sosialisasi secara baik. Misalnya, keluarga diharapkan berperan sebagai sumber kasih sayang bagi anak. Peran itu dapat saja tidak terpenuhi karena berbagai hal antara lain kehancuran keluarga broken home akibat perceraian, perselingkuhan, kematian salah satu atau kedua orang tuanya, sifat otoriter orang tua dalam mendidik anak, tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupan sehari-hari keluarga, ataupun karena kemiskinan. Hal-hal tersebut di atas, men- jadikan keluarga tidak mampu menjadi media sosialisasi yang wajar. Akibatnya, anak-anak yang berasal dari keluarga demikian banyak yang berperilaku menyimpang.

b. Menganut Nilai-nilai Subkebudayaan Menyimpang

Masyarakat adalah satu kesatuan hidup bersama yang memiliki kebudayaan. Di dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian sub-sub atau kelompok- kelompok orang. Setiap kelompok memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri, 136 Sosiologi SMAMA Kelas X namun masih merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat itu. Inilah yang dinamakan subkebudayaan. Ada kalanya subkebudayaan menganut tata nilai yang menyimpang. Misalnya, sekelompok warga masyarakat yang sehari-hari hidup dalam dunia pelacuran, perjudian, dan berbagai kehidupan malam tidak sehat lainnya. Penyimpangan perilaku bersumber dari pergaulan dengan orang atau kelompok yang menerapkan nilai dan norma yang berbeda differential association. Nilai dan norma yang berbeda dipelajari melalui proses alih budaya culture transformation. Melalui proses alih budaya seseorang menyerap subkebudayaan menyimpang deviant subculture dari lingkungan tertentu dalam masyarakat. Seseorang kadang-kadang terjerumus dalam kelompok pergaulan yang tidak menguntungkan seperti itu. Pergaulan negatif membuat seseorang berperilaku menyimpang. Seorang anak berasal dari keluarga baik-baik, namun dia tinggal di lingkungan para pemabuk dan penjudi. Setiap hari melihat, bertemu, dan bergaul dengan pemabuk dan penjudi. Akibatnya, dia berperilaku seperti itu pula.

c. Kesalahan Memahami Informasi

Seringkali kita salah dalam memahami suatu kejadian, peristiwa atau informasi yang disampaikan oleh pihak lain, terutama media massa elektronik. Penggambaran peristiwa, berita, dan tayangan-tayangan yang menampilkan perilaku menyimpang sangat berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat. Hal ini, karena mayoritas masyarakat kita belum terbiasa menyeleksi atau menganalisis secara kritis terhadap berbagai informasi yang datang. Masyarakat cenderung untuk menerima mentah-mentah dan menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Contoh yang aktual dapat dilihat dari media televisi di masyarakat antara lain informasi-informasi kriminalitas, perselingkuhan artis, sinetron-sinetron yang menceritakan konflik warisan, dan lain-lain. Informasi dan acara-acara tersebut memperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat, sehingga secara tidak langsung mereka terobsesi untuk apa yang ditayangkan media televisi. Pengaruh terbesar biasanya terjadi pada anak-anak yang belum dapat secara optimal menyeleksi informasi yang ada. Para pengelola televisi mungkin menyadari bahwa program-program tersebut mempunyai dampak serius di masyarakat, namun kepentingan untuk meraih keuntungan nampak lebih penting daripada dampak-dampak sosial yang terjadi.

d. Ikatan Sosial Menyimpang

Di dalam masyarakat terdapat berbagai individu yang berbeda perilaku dan kebiasaannya. Ada yang hidup tertib dan santun karena sudah mapan secara sosial ekonomi, namun ada pula yang kurang beruntung sehingga kekecewaan hidup itu mereka terlampiaskan lewat berbagai perilaku keseharian yang menyimpang dari norma-norma.