87
Interaksi Sosial
b. Kontravensi
Kontravensi berada di antara per- saingan dan pertentangan. Wujud
kontravensi dapat berupa sikap tidak senang, baik secara tersembunyi mau-
pun terang-terangan. Kontravensi da- pat terjadi di antara individu maupun
kelompok dan terhadap unsur-unsur kebudayaan kelompok tertentu. Sikap
tidak senang dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak menjurus ke
pertentangan atau konflik.
Bentuk-bentuk kontraversi yang terjadi di masyarakat ialah sebagai
berikut. 1 Kontravensi umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keeng-
ganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, mengganggu pihak lain, dan perbuatan kekerasan.
2 Kontravensi sederhana meliputi memaki, mencela, menyangkal pernyataan orang lain, dan memfitnah.
3 Kontravensi intensif meliputi penghasutan, dan menyebarkan desas-desus sehingga mengecewakan pihak lain.
4 Kontravensi rahasia meliputi pengkhianatan, pengingkaran janji, dan menyebarluaskan rahasia pihak lain.
5 Kontravensi taktis berupa intimidasi, ancaman, provokasi, mengejutkan lawan, atau taktik yang dijalankan partai-partai politik untuk memenangkan
pemilu. Terjadinya kontravensi sering melibatkan antargenerasi, antargender, dan
antarkelompok. Kontravensi antargenerasi terjadi apabila terdapat perbedaan pendapat mengenai suatu hal antara generasi muda dengan generasi tua.
Misalnya, dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia pernah terjadi kontravensi antara golongan tua dan golongan muda mengenai proklamasi.
Suatu persoalan juga sering ditanggapi secara berbeda oleh golongan orang yang berjenis kelamin berbeda. Misalnya, perbedaan pendapat mengenai cuti
hamil selama tiga bulan bagi wanita pegawai. Golongan pria kadang-kadang merasa iri sehingga menentangnya, sementara itu kaum wanita sangat
membutuhkannya. Dua kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berbeda mengenai suatu hal juga dapat mengakibatkan timbulnya kontravensi. Misalnya,
golongan mayoritas dan golongan minoritas yang tidak sependapat dalam masalah tertentu.
Gambar 3.19 Penolakan hasil pemilu biasanya dilakukan oleh kelompok yang dirugikan dalam
pemilihan tersebut. Hal seperti ini merupakan bentuk kontravensi.
Sumber: Tempo, 27 Agustus 2006
88
Sosiologi SMAMA Kelas X
c. Permusuhan atau Konflik
Konflik atau permusuhan adalah keadaan saling mengancam, menghan-
curkan, menetralisir, melukai, dan bahkan saling melenyapkan di antara
pihak-pihak yang terlibat. Konflik dapat melibatkan perorangan maupun kelom-
pok. Permusuhan terjadi apabila suatu pihak menghalangi pihak lain melaku-
kan kegiatan tertentu. Pada awalnya terjadi persaingan serius di antara pihak-
pihak yang saling bermusuhan, ke- mudian persaingan itu berubah menjadi
bentrokan yang berkepanjangan. Sikap permusuhan menimbulkan usaha-usaha
untuk memperdaya pihak lain dengan
berbagai cara, misalnya dalam peperangan masing-masing pihak berusaha keras untuk mengalahkan pihak lain dengan cara merusak dan membunuh. Sikap
dan tindakan bermusuhan tidak hanya dalam bentuk perang antarnegara, tetapi dapat juga terjadi di sekolah, di rumah, maupun dalam lingkungan rumah tangga.
Mereka bermusuhan karena ada sesuatu yang harus diperebutkan. Cara-cara yang mereka tempuh biasanya melanggar norma-norma dan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat, sehingga cenderung merugikan. Misalnya, Anda ingin menonton siaran berita di televisi sementara adik Anda ingin menonton film
serial anak-anak, maka terjadilah konflik perebutan pilihan acara televisi.
Walaupun konflik merupakan proses disosiatif yang tajam, akan tetapi konflik sebagai salah satu bentuk proses sosial mempunyai fungsi positif. Konflik
dalam bentuk yang lunak dan terkendali biasa digunakan pada forum ilmiah yang membutuhkan perdebatan, seperti diskusi, rapat, dan lain-lain
Sebuah konflik di dalam sebuah forum, diharapkan dapat mengungkap persoalan-persoalan atau memberikan solusi atas masalah yang dihadapi untuk
kepentingan bersama.
3. Pengaruh Prasangka dan Stereotip dalam Interaksi Sosial
Dalam interaksi antarkelompok sering dipengaruhi oleh sikap-sikap khas, misalnya prasangka. Prasangka adalah sikap bermusuhan yang ditujukan
terhadap kelompok tertentu. Sikap semacam itu muncul karena ada dugaan bahwa kelompok tersebut memiliki ciri-ciri yang tidak menyenangkan. Sikap
berprasangka tidak didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, atau bukti- bukti yang cukup. Misalnya, anggapan bahwa wanita lebih lemah, emosional,
dan kurang rasional adalah suatu prasangka.
Gambar 3.20 Konflik antara aparat dengan pedagang kaki lima. Siapa yang benar, siapa yang
salah?
Sumber: Solopos, 26 September 2006