waktu saat mengerjakan tugas. Dengan demikian, perbaikan yang akan dilakukan adalah lebih memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam
belajar dan menegaskan kembali cara pembelajaran model Coopertive Learning tipe NHT serta mengoptimalkan penggunaan media
pembelajaran yang lebih variatif.
b. Peneliti kurang mengoptimalkan waktu selama pembelajaran.
Pada awal pembelajaran siswa masih sibuk menyesuaikan diri dengan teman sekelompoknya sehingga proses pembelajaran menjadi
agak gaduh dan kesempatan peneliti untuk membimbingan setiap kelompok menjadi kurang merata. Solusi yang dapat dilakukan adalah
memperbaiki pembagian waktu untuk setiap kegiatan pertemuan dengan lebih detail.
c. Siswa masih mengandalkan siswa lain untuk mengerjakan tugasnya. Proses penyesuaian diri dengan teman sekelompok yang berjalan
kurang lancar, membuat masih ada siswa yang selalu bertanya dan meminta penjelasan tentang materi pelajaran yang diberikan kepada
teman akrabnya, walau pun berada pada kelompok yang berbeda. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah mendorong siswa untuk
mengerjakan tugasnya masing-masing dan membimbing siswa agar aktif bekerja sama dengan kelompoknya.
d. LKS belum dikerjakan siswa dengan optimal. LKS yang diberikan setiap akhir penjelasan materi terkadang di
anggap siswa sebagai pekerjaan rumah PR sehingga sebagian siswa masih malas untuk mengumpulkan LKS kepada peneliti guru. Hal
ini di atasi dengan menjelaskan kembali bahwa LKS merupakan tugas yang didiskusikan di dalam kelompok dan harus dikerjakan di
sekolah. e. Kepercayaan diri siswa belum tinggi dalam proses pembelajaran.
Selama pelaksanaan Cooperative Learning tipe Numbered Head Together NHT, siswa masih ragu-ragu dalam menyampaikan
pendapatnya. Mereka khawatir berbuat salah dan disalahkan oleh
anggota kelompok yang lain saat berdiskusi dan mengerjakan LKS. Tidak banyak siswa yang berani bertanya saat guru menjelaskan
materi pelajaran. Siswa yang pintar cenderung mendominasi diskusi kelompok, sementara siswa yang kurang pintar lebih memilih diam
dan tidak aktif selama pembelajaran. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah memotivasi siswa untuk yakin dengan kemampuannya dan
mengarahkan siswa untuk mampu menyesuaikan diri dengan kelompoknya.
Seluruh hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian belum tercapai,
sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan hasil refleksi ini digunakan untuk perbaikan.
3. Siklus II a Tahap perencanaan
Materi pada siklus II ini adalah Bangun Ruang Sisi Datar dengan alokasi waktu 7 kali pertemuan. Adapun sub materinya adalah definisi
dan jaring-jaring prisma pertemuan ke-1, luas permukaan prisma pertemuan 2, volume prisma dan perubahannya pertemuan 3,
definisi dan jaring-jaring limas pertemuan 4, luas permukaan limas pertemuan 5, volume limas dan perubahannya pertemuan 6 dan tes
individu pertemuan 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 2.
b Tahap Pelaksanaan
Perbaikan yang dilakukan pada proses pembelajaran siklus II, diantaranya adalah:
1. Menukar posisi duduk setiap kelompok secara bergiliran di setiap pertemuan.
2. Memvariasikan media pembelajaran.
3. Lebih menegaskan pembagian waktu kerja kelompok. 4. Peneliti lebih adil dalam mengarahkan siswa untuk lebih
percaya diri dalam kerja kelompok. Adapun uraian proses pembelajaran siklus II adalah sebagai
berikut:
1 Pertemuan ke 1 - Selasa, 27 April 2010
Pertemuan pertama berlangsung selama 2 40 menit 2 jam pelajaran. Siswa yang hadir pada pertemuan pertama ini ada 34
orang. Pada pertemuan pertama di siklus 2, peneliti melanjutkan penggunaan Cooperative Learning tipe NHT. Materi yang
disampaikan adalah definisi dan jaring-jaring prisma. Di awal pembelajaran peneliti menegaskan kembali manfaat metode
Cooperative Learning tipe NHT yang akan dilaksanakan di kelas. Siswa tetap dikelompokkan sesuai kelompok semula.
Untuk mengatasi permasalahan mengenai ketertiban dalam mempersiapkan kelompok sebelum memulai pembelajaran, peneliti
menentukan kembali posisi tempat duduk kelompok. Pembelajaran matematika berlangsung lancar, beberapa siswa S
1
, S
11
, S
20
, dan S
22
yang awalnya menolak diskusi kelompok tampak mulai menikmati
pembelajaran bersama
teman-temannya. Pada
pertemuan sebelumnya, peneliti meminta siswa untuk membawa benda dalam kehidupan sehari-hari yang bentuknya serupa dengan
prisma, seperti kemasan snack Hello Panda, balsam, folder dan tempat cincin. Di antara 34 siswa, ada 6 siswa yang tidak
membawa prisma tersebut yakni S
10
,S
11
, S
20
, S
22
, S
23
, dan S
34
. Selama pembelajaran siswa tampak bersemangat dalam
mempelajari definisi dan jaring-jaring prisma. Peneliti menjelaskan definisi prisma berdasarkan benda sehari-hari yang dibawa oleh
siswa sehingga siswa lebih mudah memahaminya dan menyadari bahwa materi matematika ternyata dekat dengan kehidupan