Peningkatkan kepercayaan diri siswa melalui pendekatan cooperative learning tipe numbered head together (NHT) dalam pembelajaran matematika

(1)

PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI

PENDEKATAN

COOPERATIVE LEARNING

TIPE

NUMBERED

HEAD TOGETHER

(NHT) DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh : BEKTI SETITI

104017000498

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011


(2)

(3)

(4)

Yang bertanda tangan di Nama

NIM

Jurusan

Angkatan Tahun

Alamat

:

1. Nama NIP

Dosen Jurusan 2. Nama

NIP

Dosen Jurusan

MEIYYATAKA}I

DENGAI\I

SESTINGGTTHI\TYA

Bahwa skripsi

yang

berjudul

"Peningkatan Kepercayaan

Diri

Siswa

Melalui

Metode Cooperative Learning Tipe Numbered Head

Together

(IIIHT) Dalam Pembelajaran Matematika @enelitian Tindakan Kelas di SMP

Negeri

4 Kota Tangerang Selatan)'adalah benm hasil karya sendiri di bawah bimbingan:

ST]RAT PERNTYATAAN

KARYA

ILMIAH

bawah

ini

: Bekti Setiti r0401700498

Pendidikan matematika

20M

Perum.Pendok Benda Indah

A 2/lA

Rt

06119 Tangerang Selatan, Banten

Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi NrP. 19530813 198003 2 001 Pendidikan Matematika Abdul Muin, S.Si, M.Pd NrP. 19751201200604

l

003 Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi

ini

bukan hasil karya sendiri.

Jakarta,

Juni

20ll

ang menyatakan,


(5)

ABSTRAK

BEKTI SETITI (104017000498), Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pendekatan Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Pembelajaran Matematika (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan), Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2011.

Latar belakang pelaksanaan penelitian ini adalah siswa masih ragu-ragu untuk mengekspresikan pendapatnya dalam belajar, kurang mampu untuk mengatur teman dalam diskusi kelompok serta guru matematika yang kurang bervariasi dalam menggunakan metode pembelajaran dan lebih sering meminta anak yang aktif untuk mengerjakan soal di depan kelas. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran matematika adalah melalui Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT). Cooperative Learning tipe NHT menawarkan perubahan dan memberi siswa pengalaman dalam proses pembelajaran, yaitu dengan melibatkan siswa dalam aktivitas sosial untuk meningkatkan kepercayaan diri di dalam kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kepercayaan

diri siswa melalui pendekatan Cooperative Learning tipe Numbered Head

Together (NHT) dalam pembelajaran matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Class Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada siklus I peneliti mulai menerapkan

Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT) dengan 4 langkah, yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama dan menjawab. Pada

siklus II peneliti masih menggunakan Cooperative Learning tipe Numbered Head

Together (NHT). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa

Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan kepercayaaan diri siswa dalam pembelajaran matematika serta hasil belajar matematika siswa.


(6)

ABSTRACT

BEKTI SETITI (104017000498), Improving Student’s Self Confidence Through Cooperative Learning Type Numbered Head Together (NHT) Type of In Learning Mathematics (Classroom Action Research in State Junior High School 4, South Tangerang City), Skripsi Departement Education Of Mathematics, Faculty Science Of Tarbiyah and Teachership, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, March 2011.

Background of this research is student still worry to expressing their ideas in learning, disable to manage their friends in a discussion also the mathematics

teacher wasn’t variative in using learning method and often to ask the bright

student to make their works in front of the class. An alternative way that teacher

can do to improving student’s self confidence is through Cooperative Learning Method Type Numbered Head Together (NHT). Cooperative Learning Method Type NHT offer exploration and give student experience in learning process, with elaborate student in social activities to improving their self confidence in class.

This research aims to know improving student’s self confidence through

Cooperative Learning type Numbered Head Together (NHT) in learning mathematics. This research is using Class Action Research. This Class Action Research include of 4 part, that is planning, acting, observing and reflecting. First cycle implemante Cooperative Learning Method Type Numbered Head Together (NHT) in 4 step, that is numbering, giving question, thinking together and answering. In the second cycle researcher still implementating Cooperative Learning Method Type Numbered Head Together (NHT). The existence in this research is that Cooperative Learning Method Type Numbered Head Together (NHT) can improving student’s self confidence and their result in learning

mathematics.


(7)

KATA PENGANTAR

Tahmid serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmah-Nya kepada seluruh hamba. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada suri teladan umat Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah skripsi dengan judul “Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

Melalui Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam

Pembelajaran Matematika (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri Kota

Tangerang Selatan)” dapat penulis selesaikan dengan baik. Selama proses

penyelesaian skripsi ini telah banyak pihak yang terlibat dan turut membantu membimbing penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd atas arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dosen Penasehat Akademik, Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd atas segala nasehat dan bimbingan keilmuan.

4. Dosen Pembimbing I, Ibu Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi atas segala ilmu dan inspirasi dalam mengembangkan penulisan skripsi ini.

5. Dosen Pembimbing II, Bapak Abdul Muin, S.Si, M. Pd atas segala saran dan motivasi kemandirian selama penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf jurusan Pendidikan Matematika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan sehingga penulis menjadi lebih memahami cinta dalam pembelajaran matematika.

7. Kepala SMPN 4 KotaTangerang Selatan, Hj. Rita Juwita, M.Pd beserta dewan guru dan staf yang telah memberikan izin dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Guru Mata Pelajaran Matematika, Bapak Opan Sopandi, S.Pd yang telah memberikan ilmu dan motivasi untuk menjadi pembelajar yang baik.

9. Bapak dan Ibu serta adik tersayang, atas segala cinta dan doa yang menjadi berkah dan semangat dalam hidup.


(8)

10.Suami dan putri tercinta yang memberikan semangat dalam cinta dan perjuangan. 11.Keluarga dakwah kampus (LDK Syahid, KAMMI dan PIM) untuk seluruh inspirasi

dan pembelajaran hidup yang luar biasa.

12.Sahabat ilmu di jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2004. Semoga ilmu kita bermanfaat untuk masyarakat.

Penulis memohon maaf atas segala kelemahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini dapat menjadi manfaat dalam perkembangan pendidikan matematika di masa mendatang.

Jakarta, Juni 2011

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..ii

KATA PENGANTAR ……….……….. iv

DAFTAR ISI ……….……….vi

DAFTAR TABEL ……… ……….……….. viii

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ………...………...…… 1

B.Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ……..……….…..….. 5

C.Pembatasan Masalah ………... 5

D.Perumusan Penelitian ……….……...…….…. 6

E.Tujuan Permasalahan ……….…. 6

F. Kegunaan Penelitian ……….... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A.Pembelajaran Matematika ……….……….. 8

B.Kepercayaan Diri Belajar Matematika ………..….. 11

1. Pengertian Kepercayaan Diri ……….… 11

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri ...……… 12

3. Indikator-Indikator Kepercayaan Diri ……….…...… 15

4. Upaya Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri ……….... 17

5. Kepercayaan Diri Dalam Belajar Matematika ………... 18

C.Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) .…. 20 1. Model Cooperative Learning………. 20

2. Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) ……….. 25

D.Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan …………..……... 31

E.Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ………...…… 32


(10)

BAB III METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian ……….…..…… 34

B.Metode dan Desain Intervensi Tindakan ……….………. 34

C.Subyek dan Pihak yang Terkait Dalam Penelitian ……….…..…. 37

D.Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ……….…..… 37

E.Tahapan Intervensi Tindakan ……….... 37

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ………. 41

G.Data dan Sumber Data ……….……….…. 41

H.Instrumen Pengumpulan Data yang Digunakan ………....… 41

I. Teknik Pengumpulan Data ………...…. 43

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Stu.….…43 K.Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ………..……. 46

L. Tindak Lanjut Pengembangan Perencanaan Tindakan …..….….. 47

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data Hasil Pengamatan ……….…… 48

B.Pemeriksaan Keabsahan Data ……… . 101

C.Analisis Data ……….…… 102

D.Interpretasi Hasil Analisis ……….... 110

E.Pembahasan Temuan Penelitian ………...…….... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ………...……… 111

B.Saran ………...…….. 112

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 : Indikator Kepercayaan Diri oleh John Santrock ……… 16

Tabel I.2 : Langkah Utama Pelaksanaan Model Cooperative Learning ….….. 23

Tabel II.1 : Teknik Pengumpulan Data ……….….. 43

Tabel II.2 : Hasil Uji Validitas Skala Kepercayaan Diri Siswa Dalam Belajar

Matematika ……….… 45

Tabel III.1 : Data Pengajar SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran

2009/2010 ……….... 52

Tabel III.2 :Data Pegawai Administrasi SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan

Tahun Pelajaran 2009/2010 ………...…… 52

Tabel III.3 : Data Siswa SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan Tahun

Pelajaran 2009/2010 ….……….…... 53

Tabel III.4:Hasil Skala Kepercayaan Diri Setiap Siswa pada Siklus I ………… 69

Tabel III.5: Pengkategorian Hasil Skala Kepercayaan Diri Siswa pada

Siklus I……….. 70

Tabel III.6 : Hasil Lembar Observasi Kepercayaan Diri Setiap Siswa pada

Siklus I ………... 71

Tabel III.7: Hasil Lembar Observasi Kepercayaan diri Siswa pada Siklus I …... 72

Tabel III.8 : Hasil Nilai Setiap Siswa pada Tes Akhir Siklus I ………... 76

Tabel III.9 : Hasil Nilai Siswa pada Tes Akhir Siklus I ………... 77

Tabel III.10 : Hasil Skala Kepercayaan Diri Setiap Siswa pada Siklus II……... 93 Tabel III.11 : Pengategorian Hasil Skala Kepercayaan Diri Siswa pada

Siklus II ……… 93

Tabel III.12 : Hasil Lembar Observasi Kepercayaan Diri Setiap Siswa pada

Siklus II ………. 95

Tabel III.13 : Hasil Lembar Observasi Kepercayaan Diri Siswa pada

Siklus II ………. 96

Tabel III.14 : Hasil Nilai Setiap Siswa pada Tes Akhir Siklus II …..………... 100

Tabel III.15 : Hasil Nilai Siswa pada Tes Akhir Siklus II ..………... 100


(12)

Tabel III.16: Hasil Skala Kepercayaan Diri Setiap Siswa pada

Siklus I dan II……….……….…. 104

Tabel III.17: Peningkatan Hasil Skala Kepercayaan Diri Siswa pada Siklus I dan II Berdasarkan Pengkategorian Kepercayaan

Diri ………..………..………... 106

Tabel III.18: Persentase Hasil Skala Kepercayaan Diri Siswa pada

Siklus I dan II ………..………...…..106

Tabel III.19: Hasil Lembar Observasi Kepercayaan diri Setiap Siswa pada

Siklus I dan II……… 107

Tabel III.20: Hasil Lembar Observasi Kepercayaan Diri Siswa pada

Siklus I dan II ………...…... 108

Tabel III.21: Hasil Nilai Setiap Siswa pada Tes Akhir Siklus I dan II..……... 109

Tabel III.22: Hasil Nilai Siswa pada Tes Akhir Siklus I dan II ……..…...…… 110


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 : Bagan Pelaksanaan Cooperative Learning tipe Numbered Head

Together (NHT) ..……….. 28

Gambar II.1 : Bagan Desain Penelitian ………... 36

Gambar IV.1 : Sturktur Organisasi SMPN 4 Kota Tangerang Selatan ………... 51

Gambar 1 : S25 dikelompok 7 tampak lebih sering berdiskusi dengan

temannya dari kelompok 8 (S30,S31 dan S32) ...………. 58

Gambar 2 : Siswa tampak bekerja sama dan bersemangat dalam

mengerjakan LKS yang diberikan .…...………. 63

Gambar 3 : Siswa dengan nomor urut 2 di kelompok 5, 6 dan 7 sedang

menyelesaikan LKS di depan kelas ………...…….…….. 65

Gambar 4 : S30, S31, S32 dan S33 di kelompok 8 sedang membahas hasil LKS

di pertemuan 3 yang lalu …...………66

Gambar 5 : Kelompok 1 dan kelompok 8 sedang bekerja sama dalam

menyelesaikan LKS …...………... 67

Gambar 6 : Siswa tampak tertib menyelesaikan evaluasi individu di akhir

siklus 1.………. 68

Gambar 7 : Tampak S12 dengan pecaya diri sedang mempresentasikan

jawaban LKS secara lisan beserta S16 dan S24 ……..…….……… 83

Gambar 8 : Observer membantu membimbing siswa dalam memahami

materi dan pengerjaan LKS dalam Cooperative Learning tipe NHT ... 85 Gambar 9 : Peneliti bersama S32 menggunakan media yang lebih variatif

untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran ..………….... 87

Gambar 10 : Kelompok 1 sedang mendiskusikan mengenai cara menentukan

luas permukaan limas ………..………. 88

Gambar 11 : Kelompok 4 sedang mengatur pembagian tugas dalam

menyelesaikan LKS ……….. 89


(14)

Gambar 12 : Siswa (S3,S11 dan S23) lebih percaya diri dalam mengerjakan LKS

di depan kelas dan mampu mengerjakannya dalam waktu yang

lebih singkat……….…….. 90

Gambar 13 : Siswa (S3, S11, S31, S23dan S27) serius dan tertib dalam

menyelesaikan evaluasi individu di akhir siklus II……….……. 91


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Perencanaan Pembelajaran………..….. 115

Lampiran 2 : Hand Out Pembelajaran. ……… …... 161

Lampiran 3 : Tes Individu Akhir Siklus I dan II………... 177

Lampiran 4 : Hasil Lembar Observasi Guru Kelas ………... 184

Lampiran 5 : Hasil Lembar Observasi Kepercayaan Diri Siswa …..…………194

Lampiran 6 : Catatan Harian Peneliti……….. .217 Lampiran 7 : Kutipan Hasil Wawancara……… 218 Lampiran 8 : Kisi-kisi Instrumen Skala Kepercayaan Diri Sebelum Uji Validitas ……….………...…... 227

Lampiran 9 : Kisi-kisi Instrumen Skala Kepercayaan Diri Setelah Uji Validitas ……….………...…... 228

Lampiran 10 : Skala Kepercayaan Diri Subyek Pada Siklus I dan II…………. 229

Lampiran 11 : Perhitungan Pengkategorian Skala Kepercayaan Diri ……..… 230

Lampiran 12 : Tabel Harga Kritik dari rProduct Moment………... 231 Lampiran 13 : Perhitungan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Skala kepercayaan Diri Siswa ………... 232

Lampiran 14 : Nilai Tes Evaluasi Akhir Siklus I dan II…..…...……… 238 Lampiran 15 : Perhitungan Nilai Hasil Evaluasi Siswa Akhir Siklus I ……... 239

Lampiran 16: Perhitungan Nilai Hasil Evaluasi Siswa Akhir Siklus II………. 240

Lampiran 17 : Uji Referensi ………... 241

Lampiran 18: Surat Pengajuan Judul Skripsi ……….….………...…....…... 244

Lampiran 19 : Surat Bimbingan Skripsi ……….….………... 245

Lampiran 20: Surat Permohonan Izin Penelitian………..……... 246

Lampiran 21: Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian………....…... 247


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Dunia pendidikan pun semakin dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menetapkan tiga pilar kebijakan pembangunan pendidikan nasional, yaitu: (1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan serta; (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelola pendidikan1. Implementasi ketiga pilar tersebut, khususnya pilar kedua, sebaiknya didukung oleh keragaman metode pembelajaran yang akan meningkatkan proses belajar dan pembelajaran sekaligus hasil belajar.

Keberhasilan suatu pendidikan dapat ditinjau dari berbagai aspek, salah satu diantaranya ialah kualitas sumber daya manusia, yaitu dengan cara menumbuhkan kepercayaan diri siswa. Menurut Skinner dalam M.Joko Susilo (2006:24) berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat siswa belajar, maka respon siswa menjadi lebih baik dalam menerima pelajaran. Sebaliknya, bila siswa tidak belajar maka respon siswa tersebut menurun. Artinya bahwa seseorang yang mengalami proses belajar akan mengalami perubahan perilaku, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi bisa dan ragu-ragu menjadi yakin.

Berdasarkan kegiatan penilaian TIMSS (Trends in Mathematic and Science Study) yaitu tahun 1999, 2003 dan 2007 menunjukkan bahwa prestasi siswa SMP di Indonesia berada di bawah siswa dari negara ASEAN lainnya. Dari tiga periode tes pada mata pelajaran matematika, siswa SMP di Indonesia

1

Jaka Warsihna, Pedoman Pemanfaatan Siaran Televisi Edukasi.

(Jakarta:Depdiknas,2007) , h.5


(17)

hanya memperoleh skor 403, 411, dan 405 (skala 0 – 800) dengan rata-rata skor 500. Sebagai pembanding, pada tahun 2007 siswa-siswa sebayanya di Singapura, Malaysia, dan Thailand memperoleh skor 593, 474, dan 441. Hal tersebut terjadi diasumsikan salah satunya karena ada sesuatu yang kurang tepat dengan metode pembelajaran matematika.

Guru merupakan kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan, serta menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di kelas. Untuk menunjang kegiatan di kelas, maka diperlukan pemilihan metode yang tepat dan disesuaikan dengan materi atau konsep yang diajarkan. Semakin banyak siswa dapat mencapai tingkat pemahaman dan penguasaan materi, maka semakin tinggi keberhasilan dari pembelajaran tersebut. Hal ini dapat diperlihatkan oleh siswa melalui sikap dan perilaku atas apa yang diajarkan di sekolah. Dan untuk mengajarkan suatu materi pelajaran perlu dikaitkan dengan materi lain yang ada hubungannya dengan materi yang telah dimiliki siswa.

Namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah siswa mengalami hambatan dengan kepercayaan diri. Siswa selalu mengeluh tidak mempunyai kemampuan apa-apa terutama dalam pembelajaran matematika. Saat mengikuti pembelajaran, siswa mudah menyerah dan mengeluh sulit belajar. Jika diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas, siswa takut secara berlebihan dan merasa tidak yakin dengan jawabannya. Perilaku yang kurang mampu mengekspresikan pendapat dan menganggap matematika sebagai hal yang menakutkan dapat menyebabkan siswa merasa tidak mampu mempelajarinya sehingga mengakibatkan hasil belajar matematika rendah.

Permasalahan ini juga terjadi pada siswa di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan, khususnya pada kelas VIII-2. Dari hasil wawancara dengan siswa, didapat informasi bahwa sebagian besar siswa merasa jenuh dengan pembelajaran matematika. Pada umumnya mereka beralasan bahwa pelajaran matematika lebih sulit dari pada pelajaran yang lain. Selain itu matematika dianggap memiliki rumus yang terlalu banyak sehingga siswa sering


(18)

mengalami kesulitan menghapalnya dan menggunakannya untuk menyelesaikan soal-soal. Dan dari observasi yang dilakukan, prestasi siswa pada pelajaran matematika masih tergolong rendah. Pada hasil ulangan harian yang diperoleh pada Bab Lingkaran, terdapat 10 siswa yang harus diberikan remedial karena belum memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan guru yaitu sebesar 73.

Mengingat sangat pentingnya meningkatkan kepercayaan diri pada siswa sebagai sumber kekuatan untuk dapat mengakualisasikan diri siswa secara utuh, maka siswa membutuhkan bantuan orang tua dan guru. James Neill

(James Neill,2005) menyatakan bahwa self-confidence adalah keyakinan

terhadap penilaian atas kemampuan diri dan merasakan adanya “kepantasan”

untuk berhasil 2.

Kepercayaan diri tidak hanya harus dimiliki oleh orang dewasa, tetapi anak-anak juga memerlukannya dalam perkembangannya menjadi dewasa. Kepercayaan diri sulit dikatakan secara nyata, tetapi kemungkinan besar orang yang percaya diri akan bisa menerima dirinya sendiri, siap menerima tantangan dalam arti mau mencoba sesuatu yang baru walaupun ia sadar bahwa kemungkinan salah pasti ada. Orang yang memiliki kepercayaan diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik atau setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, sehingga dapat menumbuhkan keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya sendiri.

Peran guru di sekolah sangatlah penting dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak karena gurulah yang sangat berpengaruh dalam proses belajar dan pembelajaran. Oleh karena itu, peran guru di sekolah sangat dibutuhkan untuk memahami kesulitan dan hambatan dalam membangun kepercayaan diri siswa. Dan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa diperlukan pendekatan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang

2

Pengertian Kepercayaan Diri, Tersedia online:

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/25/pengertian kepercayaan diri. 8 Februari 2010, pk 15:18 WIB


(19)

dimaksud adalah pembelajaran matematika, salah satunya melalui metode

Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT). Model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berupaya

membantu siswa untuk meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan mempelajari materi untuk mencapai hasil belajar yang optimal. David dan Roger Johnson dan rekan-rekan sejawatnya (Johnson et al.,1979;dan Johnson&Johnson,2006) telah mengeksplorasi bagaimana lingkungan kelas yang kooperatif dapat melahirkan pembelajaran yang lebih baik dan pandangan yang lebih positif terhadap siswa-siswa dengan kebutuhan khusus yang dimasukkan ke dalam kelas-kelas regular maupun terhadap banyak siswa lainnya.3

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah Jurusan Pendidikan

IPA-Fisika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta program S1 yang berjudul

“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Teknik Kepala Bernomor (Numbered Head Together) Terhadap Hasil Belajar Fisika

Siswa (Sebuah eksperimen di Mts Nurul Haq Balaraja)”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head

Together berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa yang berkorelasi sebesar 0,288 atau 28,8 %, hal ini menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

metode Numbered Heads Together mempunyai korelasi yang signifikan

terhadap hasil belajar fisika siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian terhadap kepercayaan diri siswa dalam kaitannya dengan proses belajar dan pembelajaran matematika dengan judul

“Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Metode CooperativeLearning

Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Pembelajaran Matematika

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan)”.

3

Richard I. Arends (2007), Learning To Teach : Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.8


(20)

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa merasa ragu-ragu untuk mengekspresikan pendapatnya

dalam belajar.

2. Siswa kurang mampu untuk mengarahkan atau mengatur teman

dalam diskusi kelompok.

3. Siswa kurang mampu menjaga kontak yang ramah dalam aktivitas

sosial di dalam kelas.

4. Siswa masih belum mampu mendisiplinkan diri dalam proses

belajar dan pembelajaran matematika.

5. Guru matematika kurang bervariasi dalam menggunakan metode

pembelajaran.

6. Guru matematika lebih sering meminta anak yang aktif untuk mengerjakan soal di depan kelas.

Penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan metode Cooperative

Learning tipe Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan kelas VIII.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada :

1. Pembelajaran matematika yang diterapkan dengan metode

Cooperative Learning tipe Numbered Head Togerher (NHT). 2. Kepercayaan diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kepercayaan diri siswa kelas VIII semester II SMP Negeri 4 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2009/2010.

3. Materi pelajaran matematika pada penelitian ini meliputi Bangun Ruang Sisi Datar.


(21)

D. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas dan dikaitkan dengan latar belakang masalah, maka masalah yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah upaya untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika ?

2. Apakah ada peningkatan kepercayaan diri siswa pada pembelajaran

matematika melalui metode Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT) ?”

3. Bagaimana penerapan pendekatan Cooperative Learning tipe

Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat meningkatkan

kepercayaan diri siswa dalam proses belajar dan pembelajaran matematika.

2. Untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam belajar

matematika melalui metode Cooperative Learning tipe Numbered

Head Together (NHT).

3. Untuk mengetahui apakah metode Cooperative Learning tipe

Numbered Head Together (NHT) ini cocok untuk diterapkan pada materi Bangun Ruang Sisi Datar.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru serta dapat menggunakan metode Cooperative Learning tipe


(22)

Numbered Head Together (NHT) sehingga menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika.

2. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong para siswa untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka terutama dalam belajar

matematika melalui Cooperative Learning tipe Numbered Head

Together (NHT).

3. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan atau referensi sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A.

Pembelajaran Matematika

Sebelum memahami mengenai pembelajaran matematika, terlebih

dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian belajar, pembelajaran dan matematika. Di kalangan psikolog terdapat keragaman dalam menjelaskan makna tentang belajar. Belajar menurut Moh. Surya adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.4

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.5

Selanjutnya Morgan berpendapat bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. 6

Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, dikemukakan

oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology”

sebagai berikut:

“Learning is shown by chage in behavior as result of experience”

(Cronbach, 1954: p.47).7

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif

4

Sri Rumini. dkk, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta, 1991), h.59.

5

Sri Anitah, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h.8.25

6

Sri Rumini, loc.cit. 7

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasa Kerja Pemimpin Pendidikan,

(Jakarta:PT.Asdi Mahasatya,2006), h.104 8


(24)

menetap, yang terjadi sebagai hasil pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.

Pembelajaran dapat diartikan proses yang dirancang untuk mengubah diri seseorang, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.8 Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan.9

Berkaitan dengan hal di atas, asumsi-asumsi dasar dalam National Council Of Teachers of Mathematics (NCTM) Professional Standards for Teaching Mathematics menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu praktek yang kompleks dan tidak dapat direduksi menjadi resep-resep atau preskripsi-preskripsi. (Professional Standards for Teaching Mathematics, 1991)10

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang dirancang oleh pendidik untuk berlangsungnya proses belajar sehingga tercipta interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

Secara etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.11 Sedangkan James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.12

Hal serupa juga dikatakan oleh Russeffendi bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak

8

Suwardi, Manajemen Pembelajaran Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetensi, (Jawa Tengah: STAIN SALATIGA PRESS, 2007), h.30

9

Tim MKPBM, Strategi Pebelajaran Matematika Kontemporer, (Jawa Barat: UPI, 2001), h.9

10

Wahyudin, Strategi Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI,2007), h.16

11

Tim MKPBM, op.cit, h.18

12 Ibid


(25)

didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema.13

Dari berbagai definisi matematika yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang berupa ide yang memerlukan pembuktian logis, karena itu matematika hanya dapat diperoleh dengan mengorganisasikan pola pikir dan penalaran.

Pembelajaran matematika menurut konstruktivis adalah suatu pendekatan dengan jawab tak terduga sebelumnya dengan suatu ketertarikan yang cerdik dalam mempelajari karakter, keaslian, cerita dan implikasinya.14

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu perlunya memperhatikan beberapa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut:

a. Pembelajaran matematika memiliki obyek kajian abstrak;

b. Pembelajaran matematika bertumpu pada kesepakatan;

c. Pembelajaran metamatika menekankan pola berpikir deduktif

d. Pembelajaran matematika memiliki simbol yang kosong dari arti;

e. Pembelajaran matematika bersifat universal;

f. Pembelajaran matematika konsisten dalam sistemnya.15

Menurut The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM),

Curriculum and Education Standards for School Mathematics diarahkan pada lima tujuan umum untuk semua siswa, yaitu:

1. Siswa belajar menghargai matematika;

2. Siswa membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka dalam

menggunakan matematika;

3. Siswa menjadi pemecah masalah, bukan lagi hanya sebagai penemu

jawaban;

4. Siswa belajar berkomunikasi secara matematis;

5. Siswa belajar bernalar matematis.

13

Sri Anitah,dkk, op.cit, h.7.4

14

Tim MKPBM, op.cit, h. 73

15

Sri Anitah,dkk, op.cit, h.7.5


(26)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah usaha dan proses yang dirancang oleh pendidik agar semua komponen dalam belajar matematika terorganisir dengan baik sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara pendidik dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Pembelajaran matematika diharapkan menghasilkan pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik tentang materi yang diberikan.

B.

Kepercayaan Diri Belajar Matematika

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar, karena dengan memiliki kepercayaan diri yang kuat maka ia akan mencurahkan segenap upaya yang diperlukan untuk mempelajari metode-metode yang tepat untuk mencapai tujuannya.

Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan dan kesempatan

yang sama dengan manusia yang lain. Hal ini tercantum dalam Firman Allah SWT :

•••••••

!"##$%•$&

'•(•) *•+ ,•-.$#$%)•/•01*$)•2 3•4•5•01*$••6•4•5•0

Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Al-Imran : 139)

Dalam buku Adolescence: Perkembangan Remaja karangan John

Santrock, kepercayaan diri diartikan sebagai dimensi evaluatif yang

menyeluruh dari diri.16 Menurut Thantaway dalam Kamus istilah

Bimbingan dan Konseling, kepercayaan diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk

16

John W Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja.(Jakarta: Erlangga, 2003) h. 336


(27)

berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.17

James Neill menyatakan bahwa self-confidence adalah keyakinan

terhadap penilaian atas kemampuan diri dan merasakan adanya

“kepantasan” untuk berhasil.18 Sedangkan menurut Hakim, kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya.19

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri adalah evaluasi diri seseorang sehingga dapat meyakini kemampuannya dalam melakukan tindakan untuk mencapai kebahagiaan dirinya. Kepercayaan diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:

a. Faktor internal, meliputi: 1. Konsep Diri.

Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok.

2. Harga diri.

Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. 3. Kondisi fisik.

Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Anthony mengatakan bahwa fisik yang cacat merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri

17

Pengertian Kepercayaan Diri, Tersedia online: http://ilmupsikologi.wordpress.com /2009/12/25/pengertian-kepercayaan-diri, 8 Februari 2010, pk 15:18 WIB

18 Ibid. 19

Percaya DiriDalam Psikologi, http://www.masbow.com/2009/08/percaya-diri-dalam-psikologi.html, 27 Januari 2010, pk 15:37 WIB


(28)

seseorang. Ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri.

4. Pengalaman hidup.

Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman. Pengalaman hidup yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri.

b. Faktor eksternal meliputi: 1. Pendidikan.

Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. 2. Pekerjaan.

Bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta kepercayaan diri seseorang.

3. Lingkungan dan Pengalaman hidup.

Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberikan rasa nyaman dan kepercayaan diri yang tinggi. Pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Sebaliknya pemenuhan kebutuhan psikologis yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak-kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri.

✁✂

Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa penampilan fisik

merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja.21 Dua sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri remaja adalah hubungan dengan orang tua dan

20

http://www.masbow/2009/08/percaya-diri-dalampsikologi.html, 27 Januari 2010, pk 15:37 WIB

21

John W Santrock, op.cit. h.338


(29)

teman sebayanya. Mengidentifikasikan sumber kepercayaan diri remaja yaitu kompetensi dalam domain-domain diri yang penting merupakan langkah yang penting untuk memperbaiki tingkat rasa percaya diri. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh yang juga penting bagi kepercayaan diri remaja.22

Shenaah Hankin dalam bukunya “Strategi Untuk Meningkatkan

Rasa Percaya Diri” menjelaskan bahwa untuk meraih kepercayaan diri dibutuhkan pengelolaan yang matang atas tindakan dan interaksi individu dengan orang lain. Menurut Thursan Hakim bahwa kepercayaan diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses tertentu di dalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan kepercayaan diri.

Terbentuknya kepercayaan diri yang kuat terjadi melalui proses

diantaranya ialah:

1. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses

perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.

2. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan yang dimilikinya dan

melahirkan keyakinan kuat untuk dapat berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya.

3. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan yang

dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri.

4. Pengalaman dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan

menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.23

Ketidakpercayaan diri dapat terjadi akibat keadaan emosional yang

belum matang. Adapun kebiasaan emosional yang belum matang, diantaranya adalah:

1. Kecemasan fiktif

2. Amarah yang tidak matang

22

John W Santrock, op.cit, h. 339

23

Percaya DiriDalam Psikologi, loc.cit


(30)

3. Rasa bersalah yang tidak pada tempatnya 4. Rasa malu karena mengkritik diri

5. Rasa kasihan pada diri sendiri yang tidak berdaya.

✁✄

Ketidakpercayaan diri akan berpengaruh terhadap sikap dalam

bersosialisasi seseorang terhadap lingkungannya. Kemungkinan mereka untuk lebih berprestasi akan terhalang dengan pemikiran negatif yang mungkin ada akibat kurangnya kematangan emosional yang berdampak pada perasaan minder atau rendah diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan

diri sangat dipengaruhi oleh kondisi jiwa dan lingkungan seseorang. Kepercayaan diri akan muncul apabila seseorang telah mengalami proses kematangan emosional sehingga dapat meyakini kemampuan dirinya saat berada dalam lingkungan yang secara obyektif mendukungnya.

3. Indikator-indikator Kepercayaan Diri

John Santrock mengemukakan indikator-indikator kepercayaan

diri, sebagaimana yang dijelaskan pada tabel I.1 berikut:25

24

Sheenah Hankin, Strategi Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2005), h.35

25

John Santrock, op.cit, h.338


(31)

Tabel I.1

No Indikator Positif Indikator Negatif

1 Mengarahkan atau memerintah orang

lain

Merendahkan orang lain dengan cara menggoda, memberi nama

panggilan, dan menggosip

2 Menggunakan kualitas suara yang

disesuaikan dengan situasi

Meggerakkan tubuh secara dramatis atau tidak sesuai konteks

3 Mengekspresikan pendapat Melakukan sentuhan yang tidak

sesuai atau menghindari kontak fisik

4 Duduk dengan orang lain dalam

aktivitas sosial

Memberikan alasan-alasan ketika gagal melakukan sesuatu

5 Bekerja secara kooperatif dalam

kelompok

Melihat sekeliling untuk memonitor orang lain

6 Memandang lawan bicara ketika

mengajak atau diajak bicara

Membual secara berlebihan tentang prestasi, keterampilan, dan

penampilan fisik

7 Menjaga kontak mata selama

perbicangan berlangsung

Merendahkan diri sendiri secara verbal, depresi

8 Memulai kontak yang ramah dengan

orang lain

Berbicara terlalu keras, tiba-tiba, atau dengan nada suara yang dogmatis

9 Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dengan orang lain

Tidak mengekspresikan pandangan atau pandangan, terutama ketika ditanya

10 Berbicara dengan lancar, hanya

mengalami sedikit keraguan Memposisikan diri secara submisif

Seseorang dengan kepercayaan diri yang kuat memiliki perasaan

positif, keyakinan dan pengetahuan akurat terhadap kemampuannya. Kepercayaan diri yang kuat dimiliki oleh seseorang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.

Sebaliknya bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri rendah,

cenderung bersikap sebagai berikut :

1. Tidak memiliki suatu tujuan yang diperjuangkan secara sungguh

sungguh.


(32)

2. Tidak memiliki keputusan melangkah yang decisive.

3. Mudah frustasi ketika menghadapi masalah atau kesulitan.

4. Kurang termotivasi untuk maju/malas-malasan.

5. Sering gagal dalam menyempurnakan tanggung jawab.

6. Canggung dalam menghadapi orang.

7. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan

mendengarkan yang meyakinkan.

8. Sering memiliki harapan yang tidak realistis. 9. Terlalu perfeksionis

10. Terlalu sensitif (perasa)26

Dalam penelitian ini, indikator-indikator kepercayaan diri yang

akan digunakan selama pembelajaran matematika adalah indikator kepercayaan diri yang dikemukakan oleh John Santrock. Berikut ini adalah indikator kepercayaan diri yang dimaksud:

1. Mengarahkan atau memerintah orang lain

2. Menggunakan kualitas suara yang disesuaikan dengan situasi

3. Mengekspresikan pendapat

4. Duduk dengan orang lain dalam aktivitas sosial

5. Bekerja secara kooperatif dalam kelompok

6. Memandang lawan bicara ketika mengajak atau diajak bicara

7. Menjaga kontak mata selama perbincangan berlangsung

8. Memulai kontak yang ramah dengan orang lain

9. Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dengan orang lain

10.Berbicara dengan lancar, hanya mengalami sedikit keraguan.

4. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri

Menumbuhkan kepercayaan diri haruslah diawali oleh diri sendiri. Hal ini menjadi penting dikarenakan hanya individu yang bersangkutanlah yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya.

26

Pengertian Kepercayaan Diri, Tersedia online: http://ilmupsikologi.wordpress.com /2009/12/25/pengertian-kepercayaan-diri, 27 Januari 2010, pk 15:37 WIB


(33)

Beberapa hal yang dapat meningkatkan kepercayaan diri, ialah: a. Evaluasi diri secara objektif

b. Memberi penghargaan yang jujur terhadap diri

c. Positive thinking

d. Gunakan self-affirmation

e. Berani mengambil resiko

f. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan

g. Menetapkan tujuan yang realistik

✁☎

Sejalan dengan hal di atas, John Santrock dalam bukunya

Adolescence mengemukakan 4 cara untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja, yaitu:

1) Mengidentifikasikan penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan domain-domain kompetensi diri yang penting,

2) Dukungan emosional dan penerimaan sosial,

3) Prestasi,

4) Mengatasi masalah (coping).

✁✆

Mengetahui penyebab dari rendahnya kepercayaan diri merupakan awal dari upaya meningkatkan kepercayaan diri secara signifikan. Saat seseorang mengetahui penyebab ketindakpercayaan dirinya, ia akan dapat mengevaluasi diri melalui pemikiran positif, kata-kata yang memberikan semangat pada dirinya dan rasa syukur kepada Allah SWT. Ia merasa adanya dukungan emosional dan sosial sehingga mampu mengatasi masalah dan memperbaiki prestasi untuk meraih kepercayaan diri yang lebih tinggi.

5. Kepercayaan Diri dalam Belajar Matematika

Situasi kelas selama proses pembelajaran menjadi hal yang penting

27

Jacinta F. Rini, Memupuk Rasa Percaya Diri,Tersediaonline: http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp, 8 Februari 2010 , pk 13:59 WIB

28

John Santrock, op.cit. h.339


(34)

dalam menumbuhkan kepercayaan diri siswa. Jean Anyon menyatakan bahwa :

The students are continually asked to express and apply ideas and concepts. Work involved individual thought and expressiveness, expansion and illustration of ideas, and choice of appropriate method and material. …The products of work in this class are often written stories, editorials and essay, or representations of ideas in mural, graph, or craft from. …29

Saat siswa mendapat kesempatan untuk mengekspresikan diri, ia akan merasa memiliki peluang yang sama untuk berprestasi seperti teman-temannya. Mereka mulai menumbuhkan keyakinan diri dalam menyelesaikan tugas-tugas, bekerja sama dalam proses pembelajaran dan memberikan ide-ide baru dalam keterampilannya memahami materi pelajaran.

Berkaitan dengan hal itu suatu penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari teman sebaya lebih berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri pada individu di masa remaja awal daripada anak-anak, meskipun dukungan orang tua juga merupakan faktor yang penting untuk rasa percaya diri pada anak-anak dan remaja awal. Teman sebaya yang dimaksud, yaitu dukungan teman sekelas dan dukungan teman akrab. Dukungan dari teman kelas berpengaruh lebih kuat terhadap kepercayaan diri remaja berbagai usia dibandingkan dengan dukungan teman akrab.30

Hal ini dikarenakan teman akrab selalu memberikan dukungan yang dibutuhkan sehingga dukungan tersebut tidak di anggap oleh remaja sebagai sesuatu yang meningkatkan kepercayaan diri mereka, karena remaja pada saat tertentu membutuhkan sumber dukungan yang lebih obyektif untuk membenarkan kepercayaan dirinya.

Senada dengan hal tersebut Hakim menegaskan bahwa langkah utama dalam membangun kepercayaan diri ialah dengan memahami dan

29

Richard Arends, Exploring Teaching an Introduction to Education, (New York: McGraw-Hill, 2001), h. 137

30

John Santrock, op.cit, h.339


(35)

meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang dimiliki harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar bermanfaat.31

Sebenarnya akar masalah siswa yang tidak percaya diri dalam belajar terletak pada kurang mampunya dalam mengikuti proses belajar sehingga dibutuhkan bimbingan agar tercipta interaksi positif dalam suatu pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi belajar yang bervariasi akan mendorong siswa untuk dapat memiliki kepercayaan diri yang tinggi sehingga semakin mudah dalam menerima materi pembelajaran di kelas.

Dalam kaitan dengan proses pembelajaran, prestasi belajar yang

diperoleh siswa dapat memperbaiki tingkat kepercayaan diri.32

Kepercayaan diri siswa meningkat menjadi lebih tinggi karena mereka telah mencapai tujuan penting dari tugas-tugasnya. Penekanan dari pentingnya prestasi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa berhubungan kualitas diri yang merupakan keyakinan individu bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan sesuatu.

Secara konseptual, kepercayaan diri dalam belajar matematika adalah keyakinan seseorang dalam belajar matematika yang ditunjukkan adanya keyakinan yang kuat dalam merespon materi pelajaran matematika.

C. Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) 1. Model Cooperative Learning

Teori belajar umumnya merupakan penjelasan mengenai teori

pembelajaran atau proses penginformasian di dalam diri siswa. Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa. Gagne’ menyatakan hasil belajar terbagi dalam lima kelompok, yaitu intelektual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan attitude.33

31

Percaya Diri Dalam Psikologi,loc.cit.

32

John Santrock,op.cit, h.339

33

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,

(Jakarta:Prestasi Pustaka,2007), h. 12


(36)

Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan

sebagai sistem belajar kelompok yang terstruktur.34 Sejalan dengan

pendapat sebelumnya, Goldon Allport mengemukakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mampu memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas bersama dan saling menghargai.35

Model Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai

paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan pengembangan keterampilan sosial.36

Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih

keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan tanya-jawab.37 Sehingga hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi unsur utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa dalam pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan diharuskan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan

lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Tujuan dibentuknya kelompok-kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.

34

Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta:Grasindo, 2002), h.17

35

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA, 2001), Cet ke-2, h.9

36

Richard I. Arens. Learning to Teach, Jilid Dua. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 5.

37

Trianto,op.cit, h 45


(37)

Dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah suatu

pembelajaran secara berkelompok dengan mengoptimalkan peran siswa dalam kelompok belajarnya melalui kerja sama dan saling ketergantungan sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

Ada 4 ciri-ciri tertentu yang terdapat dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif, demikian diungkapkan oleh Arends, yaitu38:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,

sedang, dan rendah;

3. Bila memungkinkan, angota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok belajar yang

strategis dengan melibatkan kolaborasi siswa untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi dan memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Ada 6 langkah utama di dalam melaksanaan model Cooperative

Learning, sebagaimana yang dijelaskan pada tabel I.2 berikut:39

38

Trianto, op.cit, h. 47

39

Richard Arends, op.cit, h.21


(38)

Tabel I.2

Fase Tingkah laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyampaikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

telah dipelajari atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Cooperative Learning memiliki beberapa pendekatan dalam

pelaksanaan proses pembelajarannya, seperti diuraikan berikut ini: 1) Student Teams Achievement Divisions (STAD)

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin, dkk merupakan pendekatan

yang paling sederhana dan mudah dipahami. Guru menyajikan materi pelajaran kepada siswa secara regular, baik melalui presentasi verbal atau teks. Siswa di kelas tertentu dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja atau alat belajar lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi tim. Akhirnya guru memberikan kuis secara individual tentang materi tersebut dan mendapat skor kemajuan.


(39)

2) Jigsaw

Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson, dkk. Dalam penerapannya,

siswa dikelompokkan ke dalam tim belajar heterogen beranggota 5-6 orang. Berbagai materi pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi mempelajari topik yang sama, yang disebut kelompok ahli bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik tersebut. Setelah itu siswa kembali ke kelompok asalnya dan mengajarkan sesuatu yang telah mereka pelajari dalam kelompok ahli kepada anggota-anggota lain di timnya masing-masing. Akhirnya siswa mengerjakan kuis yang diberikan guru secara individual terkait materi yang telah dipelajari.

3) Group Investigation (GI)

GI dikembangkan oleh Sharan, dkk merupakan pendekatan yang

paling kompleks dan sulit diimplementasikan. Guru mengelompokkan siswa menjadi kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 5-6 orang. Siswa memilih topik-topik untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub topik yang dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas. Akhirnya guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok ke dalam hasil pekerjaan kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat memasukkan penilaian secara individu, kelompok atau kedua-duanya.

4) Pendekatan Struktural

a) Think-Pair-Share

Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk

merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola wacana dalam

kelas. Dalam Think-Pair-Share, guru mengajukan sebuah

pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan meminta siswa untuk menggunakan pemikiran sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Setelah itu siswa diminta untuk


(40)

pasangan dan mendiskusikan pemikiran mereka. Pada akhirnya, guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusi berpasangannya kepada seluruh kelas.

b) Numbered Head Together (NHT)

NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan merupakan pendekatan yang melibatkan lebih banyak siswa dalam mengulang berbagai materi yang dibahas dalam pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Pada pelaksanaannya siswa dikelompokkan menjadi beberapa tim dengan anggota 3-5 orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa pada masing-masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, kemudian siswa menyatukan pemikiran mereka untuk menemukan jawabannya dan memastikan bahwa semua anggota mengetahui jawabannya. Akhirnya guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan memberikan jawabannya ke hadapan seluruh kelas.

Pada penelitian ini model Cooperative Learning yang digunakan adalah Numbered Head Togerher (NHT), karena pada tipe ini siswa mendapat giliran untuk tampil di depan kelas dan menyampaikan pendapatnya tentang jawaban dari pertanyaan guru. Hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan diri siswa.

2. Cooperative Learning Tipe Numbered Head Togerher (NHT)

Berkaitan dengan Cooperative Learning, pendekatan struktural

merupakan bagian pembelajaran yang menitikberatkan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu dari pendekatan struktural tersebut adalah Numbered Head Together (NHT). Numbered Head Together atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur


(41)

kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tecakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.40

Metode Numbered Head Together merupakan teknik dalam

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Metode NHT digunakan untuk menstimulasi keterlibatan siswa dalam pelajaran yang akan disampaikan oleh gurunya. Metode ini juga meningkatkan siswa untuk mendengarkan secara cermat dan membuka diri terhadap bermacam pendapat.

Dalam NHT, siswa diberikan tanggung jawab dalam mempelajari

materi pelajaran dan menjabarkan isinya dalam sebuah kelompok. Tugas yang diberikan harus jelas untuk memastikan bahwa waktu belajar yang dihasilkan efektif dan kelompok bisa mengatur diri mereka sendiri

Peranan metode Numbered Head Together dalam proses

pembelajaran adalah sebagai berikut41:

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas

b. Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil

c. Menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, baik individu

maupun kelompok

d. Memantau kerja kelompok

e. Mengevaluasi hasil belajar

Pada pelaksanaannya guru menggunakan struktur empat fase

sebagai sintaks NHT, seperti berikut ini42 :

a. Fase-1 : Penomoran

Pada fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan anggota tiga sampai lima orang dan kepada setiap angggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

40

Muslimin Ibrahim, op.cit, h.28

41

Anita, op.cit , h. 59

42

Trianto,op.cit., h. 62


(42)

b. Fase-2 : Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dan dapat spesifik dalam bentuk kalimat tanya.

c. Fase-3 : Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.

d. Fase-4 : Menjawab

Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengangkat tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Pelaksanaan Cooperative Learning tipe Numbered Head Together

dapat ditampilkan dalam bentuk bagan gambar II.1 sebagai berikut :


(43)

Gambar I.1

Langkah-langkah NHT Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan :

a) Siswa dikelompokkan dengan

masing-masing 3-5 anggota dan setiap anggota kelompok diberi nomor.

b) Menginformasikan materi yang akan

dibahas

c) Menyampaikan tujuan dan pendekatan

pembelajaran yang akan digunakan

d) Memotivasi siswa dan memberikan

apersepsi tentang materi sebelumnya.

Langkah 1 : Penomoran

Langkah 2 : Mengajukan Pertanyaan

d) Guru memanggil satu nomor dari

kelompok secara acak, siswa yang dipanggil mengacungkan tangan, dan menjawab pertanyaan guru.

e) Siswa dengan nomor anggota yang

sama dari setiap kelompok lain bergiliran menjawab pertanyaan guru.

f) Guru memberikan pujian kepada

kelompok yang menjawab dengan benar.

g) Memberikan kesempatan kepada siswa

mencatat jawaban yang benar.

Langkah 3 : Berpikir Bersama

Kegiatan Inti:

a) Mengajukan pertanyaan

b) Memikirkan pertanyaan yang diberikan

oleh guru

c) Menyatukan pendapat dengan cara

mengerjakan tugas dan memastikan setiap

anggota kelompok mengetahui

jawabannya

Langkah 4 : Menjawab

Penutup :

a) Memberikan umpan balik

b) Membimbing siswa menyimpulkan materi

c) Memberikan PR


(44)

Numbered Head Together memiliki kelebihan-kelebihan, beberapa diantaranya adalah 43:

a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi secara bersama-sama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

b. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif.

c. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi

pengetahuan akan menjadi lebih besar untuk siswa dapat mencapai pada kesimpulan yang diharapkan.

d. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

Sebaliknya beberapa kekurangan metode Numbered Head

Together, diantaranya adalah:

a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.

c. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang

berbeda -beda serta membutuhkan waktu khusus.

Pada umumnya guru jarang menerapkan sistem kerja kelompok,

karena beberapa alasan. Salah satunya karena penilaian dianggap kurang adil. Siswa yang tekun dan pandai merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu dan berusaha hanya mengikuti hasil pemikiran mereka. Sedangkan siswa yang kurang mampu, merasa seperti benalu.

Fenomena di atas tidak terjadi dalam NHT. Hal ini dikarenakan setiap siswa berkesempatan untuk menyumbangkan nilai kepada

43

Suwarno, Pembelajaran Kooperatif Jenis Numbered Heads Together, Tersedia online:

http://www.pdfqueen.com/html/, 30 Desember 2010, pk 12.30 WIB


(45)

kelompoknya, sehingga dengan adanya ketergantungan positif (interdependency) di dalam kelompok dapat mengarahkan siswa yang berkemampuan tinggi bersedia membantu meskipun mereka mungkin tidak dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok, membuat siswa yang lebih lemah sangat antusias dalam memahami permasalahan dan jawabannya karena mereka merasa merekalah yang akan ditunjuk guru untuk menjawab atau menjelaskan hasil diskusi mereka di depan kelas. Melalui

Cooperative Learning tipe NHT siswa diarahkan untuk lebih produktif

selama proses pembelajaran melalui saling berbagi informasi,

mendengarkan dengan cermat dan berbicara dengan penuh perhitungan.

Dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.

Siswa bekerja sama dalam mempersiapkan diri untuk menyelesaikan LKS yang akan dipresentasikan. Di saat perwakilan kelompok menjawab dengan benar maka nilai optimal akan diberikan kepada seluruh anggota kelompok. Sebaliknya saat perwakilan kelompok, kurang tepat dalam menjawab maka nilai yang diberikan juga berkurang. Hal ini membuat anggota kelompoknya harus memastikan perwakilan kelompoknya memahami jawaban dan menjawab dengan benar untuk mencapai nilai optimal secara kelompok. Dan untuk siswa yang mewakili kelompoknya nilai individualnya didapat saat ia mampu menjelaskan jawaban di depan teman-temannya. Ini berarti setiap siswa, pandai ataupun lamban, mempunyai kesempatan untuk memberikan kontribusi. Siswa lamban tidak akan merasa minder terhadap teman-teman mereka karena dapat memberikan sumbangan. Selain itu, mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan kontribusi mereka dan menumbuhkan kepercayaan dirinya.

Pada penelitian ini, materi matematika yang diajarkan

menggunakan Numbered Head Togerher (NHT) adalah Bangun Ruang

Sisi Datar yang meliputi Kubus, Balok, Prisma dan Limas. Dengan

Cooperative Learning tipe Numbered Head Togerher (NHT) ini, siswa dilatih untuk mengerjakan soal-soal dalam LKS dan mengungkapkan


(46)

jawabannya sehingga dapat membiasakan siswa untuk menggunakan

rumus-rumus tersebut. Pembelajaran dengan tipe Numbered Head

Togerher (NHT) sangat memungkinkan untuk diterapkan pada setiap materi, sehingga pada materi Bangun Ruang Sisi Datar tersebut, NHT akan dapat diterapkan.

D. Bahasan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian tentang peningkatan kepercayan

diri dalam belajar matematika dengan Cooperative Learning tipe NHT, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan di antaranya :

1. “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan

Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) Terhadap

Hasil Belajar Fisika Siswa. Sebuah eksperimen di Mts Nurul Haq Balaraja”, Ubaidillah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika jenjang pendidikan S1, 2009

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa model

pembelajaran koperatif dengan Numbered Head Together

berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika siswa. Hal ini didasarkan pada nilai thitung sebesar 2,88 dan ttabel sebesar 2,02 pada taraf

signifikansi = 0,05 untuk dk 78. Karena thitung > ttabel , 2,88 > 2,02

maka pengaruh sangat signifikan. Dengan demikian terdapat pengaruh metode NHT terhadap hasil belajar Fisika siswa.

✝✝

2. “Hubungan Antara Pola Komunikasi Dalam Keluarga Dengan

Kepercayaan Diri Siswa-Siswi SMP Negeri 11 Bekasi”, Fadli

Hermansyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

44

Ubaidillah, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Sebuah Eksperimen di MTs Nurul Haq Balaraja. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2009)


(47)

Jakarta, Fakultas Psikologi jenjang pendidikan S1, 2009

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola komunikasi dalam keluarga dengan kepercayaan diri siswa-siswi SMP 11 Bekasi. Hal ini didasarkan pada harga rhitung > rtabel atau 0,490 > 0,235 pada taraf signifikansi

1 %. Dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi dalam keluarga dengan kepercayaan diri siswa-siswi SMP 11 Bekasi.

✝✞

E. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri dari faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang berperan dalam keberhasilan proses pembelajaran adalah kepercayaan diri peserta didik. Kepercayaan diri yang tinggi dalam belajar dapat memudahkan perserta didik untuk memahami materi pembelajaran sekaligus meningkatkan prestasi belajar.

Sampai saat ini di kalangan perserta didik masih beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan diri siswa dalam mempelajarinya. Matematika merupakan suatu ilmu yang memerlukan pola pemikiran dan penalaran membuat proses pembelajarannya harus mampu diorganisir agar mudah dalam memahami konsep-konsep yang ada. Kepercayaan diri yang merupakan keyakinan yang ada pada diri seseorang sangat berpotensi besar mendukung siswa dalam memahami pembelajaran matematika.

Cooperative Learning diasumsikan dapat membantu para siswa dalam

meningkatkan kepercayaan diri dalam belajar matematika. Pada

pelaksanaannya Cooperative Learning menekankan siswa untuk menyadari

perlunya belajar berpikir dan memecahkan masalah serta saling

memberitahukan pengertian dan pemahaman kepada siswa yang

membutuhkannya. Salah satu metode Cooperative Learning yang dapat

45

Fadli Hermansyah, Hubungan Antara Pola Komunikasi Dalam Keluarga Dengan Kepercayaan Diri Siswa-Siswi SMP 11 Bekasi, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatulla,2009)


(48)

meningkatkan kepercayaan diri dalam pembelajaran matematika adalah tipe

Numbered Head Together (NHT).

Dalam pendekatan Numbered Head Together (NHT) siswa diberi

kesempatan untuk bertanggung jawab dalam mempelajari materi pelajaran, diskusi bersama, saling membagi ide-ide, mempertimbangkan jawaban yang tepat, menstimulasi keterlibatan, tampil di depan kelas, menyampaikan pendapatnya tentang jawaban dari pertanyaan guru, dan mendengarkan secara cermat pendapat orang lain serta membuka diri terhadap bermacam pendapat. Maka siswa akan lebih percaya diri untuk belajar dan meyakini kemampuannya dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan pokok pemikiran tersebut peneliti mengajukan hipotesis tidakan sebagai berikut: “Metode Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam

pembelajaran matematika”.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan yang beralamat di Jln. Pamulang Permai 2, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang 15124, pada Februari sampai dengan Mei 2010.

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau

classroom action research. Metode tindakan kelas ini menekankan pada suatu kajian yang benar dari situasi alami di kelas. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam pembelajaran di kelas, terutama deskripsi peningkatan kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga pengungkapan makna dan proses pembelajaran sebagai usaha

meningkatkan kepercayaan diri melalui Cooperative Learning tipe Numbered

Head Together (NHT) dapat terlaksana dengan optimal.

Mampu tidaknya siswa dalam pembelajaran dapat tergantung pada tindakan guru. Tindakan guru apabila dicatat kemudian direfleksikan kembali permasalahannya, dapat dikatakan sebagai peneliti tindakan kelas. Sebab, peneliti tindakan kelas menurut Kemmis adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka.46 Adapun McNiff mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatan prestasi belajar,

46

Penelitian Tindakan Kelas.http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian-tindakan-kelas. Senin,31 Januari 2011, pk 10:59 WIB

2

Suharsimi Arikunto, dkk. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: PT.Bumi Aksara.2006),


(50)

pengembangan keahllian mengajar, dan sebagainya.47

PTK terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu :

1. Perencanaan (Planning)

Peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan skenario pembelajaran dan instrumen penelitian yang terdiri atas lembar kerja siswa, lembar observasi, skala kepercayaan diri siswa dan lembar wawancara.

2. Tindakan (Acting)

Tahap ke-2 dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau isi rancangan, yaitu mengenai tindakan di kelas.

3. Pengamatan (Observation)

Tahap ke-3, yaitu selama tahap pelaksanaan peneliti mengobservasi keaktifan dan respon siswa terhadap skenario pembelajaran yang telah dibuat peneliti dengan menggunakan lembar observasi dan skala kepercayaan diri.

4. Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini, hasil yang didapat dari observasi dikumpulkan dan dianalisis bersama oleh peneliti dan guru, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

Adapun desain penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan, sebagai berikut :

h.102


(51)

Gambar II.1

Bagan Desain Penelitian

Observasi Pendahuluan

1. Wawancara dengan guru dan siswa

2. Observasi pembelajaran siswa

Tahap Persiapan

Persiapan RPP Pembelajaran berdasarkan refleksi pada siklus I

Tahap Persiapan

Persiapan RPP Pembelajaran

Analisis penyebab masalah

Siklus I Siklus II

Tahap Pelaksanaa Tindakan

Proses pembelajaran dengan menggunakan NHT I

Tahap Pelaksanaa Tindakan

Proses pembelajaran dengan menggunakan NHT II

Tahap Analisis dan Evaluasi

· Penyebaran skala kepercayaan diri

dan wawancara

· Analisis hasil skala kepercayaan diri dan wawancara

Tahap Refleksi

· Analisis kekurangan yang ada pada

siklus I

· Pengecekan kriteria keberhasilan

Tahap Refleksi

· Analisis kekurangan pada siklus II dan faktor penyebabnya

· Analisis keberhasilan penelitian dan faktor yang mempengaruhinya

Tahap Analisis dan Evaluasi

· Penyebaran skala kepercayaan diri dan wawancara

· Analisis hasil skala kepercayaan diri dan wawancara

Tahap Pembuatan Laporan Penelitian


(52)

C.

Subyek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan kelas VIII-2 yang berjumlah 34 siswa. Alasan dipilihnya kelas VIII sebagai subyek karena karakteristik subyek cocok dengan judul penelitian dan subyek juga telah belajar dua semester di SMP.

Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah guru matematika. Dalam penelitian ini guru bidang studi terlibat sebagai kolaborator dan pengamat (observer) yang mengamati dan mencatat sikap detail aktivitas guru (peneliti) dan siswa di kelas pada lembar observasi.

D.

Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian

Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran yaitu mengajarkan materi dengan menggunakan model

Cooperative Learning tipe Numbered Head Together (NHT).

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Prosedur penelitian ini berlangsung dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, analisis dan

refleksi. Adapun Cooperative Learning tipe NHT dalam pelaksanaannya

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

e. Fase-1 : Penomoran

Pada fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan anggota empat sampai lima orang dan kepada setiap angggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4 atau 5.

f. Fase-2 : Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dan dapat spesifik dalam bentuk kalimat tanya.

g. Fase-3 : Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.


(53)

h. Fase-4 : Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengangkat tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kepercayaan diri siswa pada setiap siklus pembelajaran setelah diberikan tindakan. Jika pada penelitian siklus I terdapat kekurangan maka penelitian pada siklus II lebih diarahkan pada perbaikan dan jika pada siklus I terdapat keberhasilan maka pada siklus II lebih diarahkan pada pengembangan.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Observasi kegiatan belajar dan pembelajaran

· Pada observasi kegiatan belajar dan pembelajaran, peneliti

mengamati kondisi pembelajaran matematika pada kelas VIII-2 SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan.

b. Wawancara dengan guru dan siswa

· Sebelum melakukan tindakan pada siklus I, peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika di kelas VIII-2 SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan.

· Wawancara tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi kepercayaan

diri siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

· Rencana Pembelajaran (RPP) siklus I dengan model Cooperative Learning tipe NHT, digunakan peneliti dalam proses pembelajaran.

· Materi yang dibahas dalam siklus ini adalah Bangun Ruang Sisi Datar yakni Kubus dan Balok.

· Peneliti mendiskusikan pembuatan RPP dengan guru

kolaborator/observer.


(1)

:242 6 9

l0

7 8

ll

t2

13

t4

Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikon, Landasan Kerj a Pemimpin

Pendidikon

Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

h.

104

Suwardi. 200. Manaj emen P embelaj aran Mencipta Guru

Kretif

dan Berkompetensi.

Salatiga:

STAIN

Salatiga Press. h. 30

Tim

MKPBM.

2001 .Str at e

gi

P emb el aj ar an

matematiks Kontemporer. Bandung: UPI.

h.9,

18 dan73

Wahyudin. 2007 . Strategi P embelaj aran Matematikn. Bandung: UPI.

h.

l6

Santrock, John. 2003. Adole scence,

P erlremb angan Remaj a. Jakarta: Erlangga.

h.336,338

dan 339

_

,2009.

Percaya

Diri

Dalam Psikologi.

Tersedia Online: http://www.masbow.com. 27 Jarn:ari2010

Hankin, Sheenah. 2005. Snategi Untuk Meningkatknn Rasa Percaya

Diri.

Jakarta: Gramedia. h.35

Arends, Richard. 2001.

Exploring

Teaching an

Introduction

to Education. New

York:

McGraw-HiII.h.

137

Trianto. 2007 . Model-Mo del P embelaj aran

Inovatif

Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

h.

12,45,47

dan 62

-{

z

,{

/

/

/

/

/

/

4

/

4

I

4

"l

"f

/

/


(2)

l7

l8

I9

20

2t

Kooperatif

Cet.Ke-2. Surabaya: UNESA. h.

9 dan28

Suwamo, P emb elaj aran Kooperatif Jenis Numbered Head Together. Tersedia

Online: http://www.pdfqueen.com. 3 0

Desember 2010

_,

Penelitian Tindakan Kelas. Tersedia

Online: http://id.wikipedia.org. 3

I

Januari

20tt

Rini, jacinta. Memupuk Rasa Percaya

Diri.

Tersedia Online:

http://www.e-psikologi.com. 8 Februari 2010

Arikunto,

Suharsimi. 2006. P enelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

h.102

Anvar,

Saifuddin. 2008. Penyusunan Skala

Psitalogi

Cet.

Ke-l

L

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

h.

109

/

/

/

/

/

/

/

/

I

lt

(

I

I

/

ing

I

Dra. Eni Rosda Syarbaini

.Hh'


(3)

Lampiran 17


(4)

(5)

246 Lampiran 19


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh Strategi Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Mathaul Huda

0 5 173

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Mol Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Di Kelas X-6 SMAN 8 Kota Tangerang Selatan

0 3 8