Pengembangan skala usaha bertujuan untuk meningkatkan manfaat ekonomi dari pengelolaan usaha sea farming. Kegiatan ekonomi dalam
pengembangan sea farming di Pulau Panggang sudah terlihat nyata. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah keramba pembudidaya, jumlah benih yang telah
disalurkan, jumlah produksi ikan yang dipanen, jumlah pinjaman yang telah dikembalikan serta jumlah pendapatan yang diterima. Dalam konteks
pemberdayaan ekonomi masyarakat, nilai pendapatan yang diperoleh cukup menunjang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keefektifan biaya
transaksi dalam menjaga mekanisme internal pelaksanaan organisasi Kelompok sea farming sudah relatif efektif.
Program sea farming merupakan program yang sudah berjalan dan masih bertahan keberadaannya. Masyarakat dan pemerintah daerah berkepentingan
terhadap keberlanjutan program ini mengingat kepercayaan masyarakat terhadap program ini semakin meningkat. Selain itu, telah banyak upaya yang dilakukan
sehingga program ini secara garis besar perlu dilanjutkan. Dari hasil analisis evaluasi skenario program, maka dapat disimpulkan bahwa pilihan Skenario B
program dapat dilanjutkan dengan syarat perbaikan yang signifikan sebagai skenario optimal dan yang terbaik mengingat pentingnya program pengelolaan
sea farming bagi para stakeholders maupun bagi keberlanjutan kelestarian sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Seribu.
Dalam implementasi pengelolaan sumberdaya pesisir, khususnya pengelolaan sea farming, maka diperlukan adanya sebuah institusilembaga yang
berfungsi sebagai jembatan antara kebijakan pemerintah dengan implementasi di tingkat masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang timbul di antara para
stakeholders dan kelompok masyarakat, seperti timbulnya konflik. Lembaga tersebut adalah Lembaga Musyawarah Kelompok Masyarakat pengelola
sumberdaya perikanan. Yang perlu difokuskan adalah pelaksanaan program sesuai yang telah disepakati oleh seluruh stakeholders dan kelompok masyarakat dan
lebih dikembangkan serta ditekankan pada fungsi peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pesisir, khususnya pembudidaya ikan dan nelayan. Mengingat
keberadaan lembaga ini akan meningkatkan biaya manajerial organisasi, namun nilai ekonomi sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan dengan alokasi dan alternatif penggunaannya secara benar dan mengenai sasaran. Dengan terjaganya fungsi sumberdaya pesisir
di Kepulauan Seribu, maka sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan oleh generasi penerus di masa yang akan datang.
Disamping pengembangan kelembagaan yang adaptif, perlu dilakukan pula perbaikan organisasi dan manajemen Kelompok Sea Farming dalam rangka
keberlanjutan program sea farming. Penyempurnaan aturan main yang telah ditetapkan dalam AD dan ART perlu dilakukan melalui rapat pengurus dan
anggota sea farming dengan didampingi oleh Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan pihak Akademisi PKSPL IPB.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa informasi penting tentang kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, khususnya sea farming di
Kelurahan Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yaitu : 1 Karakteristik fisik sumberdaya pesisir di Kepulauan Seribu termasuk dalam
sumberdaya bersama common property dan akses terbuka open access dengan implikasi terhadap penurunan produksi tangkapan dan kelangkaan
biota-biota laut tertentu akibat overfishing dan over-exploitation. 2 Sistem kelembagaan pengelolaan sumberdaya pesisir di Kepulauan Seribu
belum mampu mengatasi permasalahan yang timbul akibat pemanfaatan sumberdaya yang bersifat open access, diantaranya adalah kurangnya
pendampingan dari pihak terkait, kurangnya pengorganisasian serta tidak dijalankannya aturan main yang telah disepakati. Berdasarkan hasil analisis
aktor pengelolaan sea farming, menunjukkan bahwa selama ini masing- masing aktor dalam menjalankan perannya dilakukan berdasarkan keputusan
masing-masing aktor. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya pesisir di perairan Kepulauan Seribu perlu dilakukan dengan sistem kelembagaan yang
kuat. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan sumberdaya pesisir Kepulauan Seribu dapat berjalan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
3 Alternatif program yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan perikanan dan program pelestarian sumberdaya ikan adalah kegiatan penstokan ulang
atau pertanian laut sea farming untuk jenis ikan yang tidak bermigrasi, seperti ikan kerapu.
4 Kelembagaan dalam pengelolaan sea farming meliputi : 1 batas pengelolaan dan mekanisme sea farming, 2 sistem aturan; 3 sistem hak;
4 pengaturan hubungan kepemilikan; 5 sistem sanksi; dan 6 kelembagaan informal.
5 Berdasarkan hasil analisis pemetaan stakeholders, maka dapat diketahui aktor stakeholder yang berperan dan pengelolaan sea farming, yaitu : pertama,
subyek ditempati oleh masyarakat pembudidaya ikan, Kelompok Sea Farming Pulau Panggang, pendeder dan pedagang pengumpul. Kedua,
pemain ditempati oleh Pemerintah KAKS, Pengelola TNKS dan akademisi PKSPL IPB. Ketiga, penonton ditempati oleh aparat desa. Keempat, aktor
ditempati oleh pihak keamanan Polairud dan Dinas Perhubungan. 6 Berdasarkan pemetaan konflik, terdapat tiga sumber yang menjadi penyebab
terjadinya konflik pengelolaan sumberdaya ikan, yaitu banyaknya ikan yang rusak dan menimbulkan kematian ikan yang banyak, penyaluran benih yang
semakin sedikit, keberpihakan pemerintah, khususnya Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terhadap kelompok
masyarakat tertentu. 7 Kegiatan ekonomi dalam pengembangan sea farming di Pulau Panggang
sudah terlihat nyata. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah keramba pembudidaya, jumlah benih yang telah disalurkan, jumlah produksi ikan yang
dipanen, jumlah pinjaman yang telah dikembalikan persentase anggota yang panen dan mengembalikan pinjaman periode 2006-2009 sebesar 64,9.
serta jumlah pendapatan yang diterima rata-rata pendapatan yang diterima setiap anggota Kelompok Sea Farming periode 2006-2009 sebesar Rp
6.805.645,00 per tahun. 8 Total biaya transaksi kelompok sea farming dalam menjaga mekanisme
internal pelaksanaan organisasi pengelolaan program sea farming sebesar Rp 875.000,00 per tahun. Biaya transaksi tersebut lebih banyak untuk biaya
operasional bersama. Efektifitas biaya transaksi mencapai sekitar 0,13, yang berarti menunjukkan penggunaan biaya transaksi tersebut sudah relatif
efektif. 9 Berdasarkan hasil analisis skenario evaluasi program, opsi skenario B
program dapat dilanjutkan dengan syarat perbaikan yang signifikan memiliki skor tertinggi, yaitu 0,84 yang kemudian diikuti oleh opsi skenario
A
program dilanjutkan sesuai dengan rencana
dengan skor 0,35, dan skenario C
program dihentikan sama sekali dengan skor
0,0. Evaluasi terhadap skenario menghasilkan skenario B sebagai skenario optimal. Domain kelembagaan
dan pengelolaan program menjadi domain prioritas yang perlu diperhatikan karena memiliki skor rata-rata yang rendah dibandingkan domain yang lain.