Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Laut

1 SPKP Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan ”Samo-samo” SPKP Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan ”Samo-samo” merupakan kelompok masyarakat pecinta konservasi, dalam hal ini karena merupakan hasil binaan Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu BTNKS, bidang konservasinya adalah konservasi laut. SPKP menyelenggarakan aktifitas yang sejalan dengan misi BTNKS untuk melindungi kawasan laut terutama di sekitar pulau pemukiman. 2 Daerah Perlindungan Laut DPL Daerah Perlindungan Laut DPL merupakan suatu lembagakelompok masyarakat yang dibentuk atas inisiatif pemerintah namun proses pemilihan anggotanya dilakukan langsung oleh masyarakat yang kemudian dikuatkan dengan SK Bupati. DPL dimaksudkan agar setiap kelurahan memiliki suatu kawasan perairan yang menjadi kawasan perlindungan untuk mengkonservasi kualitas biota laut dan lingkungan perairannya sehingga masih dapat terus dipertahankannya kondisi laut yang tetap terjaga di kelurahan masing-masing. Hasil wawancara dengan beberapa masyarakat, menyebutkan bahwa pada awal dibentuknya, DPL memiliki kinerja yang cukup baik dan mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat, dan kegiatannya sering mendapat dukungan pihak pemerintah. Namun dengan berjalannya waktu, mulai ada perubahan orientasi dari para pengurusnya. DPL Kelurahan Pulau Panggang sudah memiliki area perlindungan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, yang terpantau secara ketat. 3 Pernitas Perhimpunan Nelayan Ikan Hias dan Tanaman Hias Pernitas Perhimpunan Nelayan Ikan Hias dan Tanaman Hias didirikan pada tahun 2004 sebagai upaya untuk menjamin kelancaran transaksi ikan dan tanaman hias dari Kepulauan Seribu pada umumnya dan Pulau Panggang khususnya. Selama ini sering transaksi ikan dan tanaman hias sebelum dilarang dikenai biaya-biaya transaksi pungli yang tidak semestinya selama dalam perjalanan menuju Muara Angke, baik dari aparat KPLP, KP3, POLAIRUD, AL, Trantib DKI maupun petugas parkir di Muara Angke yang memasang tarif tidak semestinya. Keberadaan perhimpunan ini bertujuan untuk mempermudah diperolehnya surat jalan dari Sudin Kelautan dan Pertanian Kepulauan Seribu agar tidak dipersulit di perjalanan oleh para aparat. Pada waktu didirikan, Pernitas beranggotakan 150 orang yang terdiri dari nelayan dan supplier. Namun sambil berjalannya waktu karena perdagangan tanaman hias karang dilarang, sebagian anggota yang kegiatannya adalah nelayan dan supplier tanaman hias menjadi kurang aktif. Sementara ini masih ada 13 supplier yang aktif. Dan saat ini ada keinginan kuat dari sebagian nelayan tangkap ikan konsumsi untuk bergabung sebagai anggota, tapi karena ADART tidak memungkinkan, sehingga belum bisa dipenuhi. Keinginan bergabungnya nelayan sebagai anggota organisasi ini karena anggota dijamin mendapat kemudahan saat mengurus surat-surat untuk pengiriman barang ikan hias. Saat ini, ada sekitar 200 jenis ikan hias yang diperdagangkan, dan ikan termahal adalah ikan napoleon dilindungi yang dapat mencapai harga 120 – 200 ribu rupiahekor. Sistem kerja pada umumnya menggunakan model patron – klien, dalam hal ini setiap supplier memiliki 6-10 nelayan penangkap sebagai langganannya. Para nelayan mencari ikan sesuai pesanan dari pengumpul Aquarium di Jakarta melalui supplier setiap minggu saat menyetor hasil tangkapan. Pendapatan nelayan ikan hias diperkirakan 30 – 50 ribu rupiah per hari. Saat ini terkait dengan adanya pelarangan jual beli tanaman hias karang dari alam, mulai bulan Nopember 2004 dikembangkan teknologi transplantasi terumbu karang di Pulau Panggang. Para nelayan atau supplier mendapat pelatihan dari pengusaha ikan hias dan karang dari Jakarta yang didukung oleh Asosiasi Kerang Koral dan Ikan Hias AKKI dan Yayasan Terangi serta Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu TNKS. Namun kerjasama ini masih bersifat personal, yaitu antara para supplier dengan pengumpul eksportir di Jakarta. Eksportir menyediakan modal dan pelatihan teknologinya sementara supplier menyediakan tempat dan tenaganya. Tenaga kerja digaji oleh pemilik modal 1 juta - 1,5 juta rupiahbulan, sementara hasil panennya dibagi berdasar pola bagi hasil, yang belum diketahui persentasenya. 4 Kelompok Miniatur Biota Laut Terbentuknya kelompok Miniatur Biota Laut pada bulan Juni 2011, merupakan murni ide dari kumpulan para nelayan dan kelompok sadar wisata di Pulau Pramuka, yang terletak di bagian utara Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kelompok ini bersepakat membuat sesuatu yang bisa mengangkat Pulau Pramuka sebagai sebuah aset wisata. Dari situ, mereka berharap kunjungan wisatawan akan terus meningkat. Miniatur yang dibuat di sekitar dermaga itu dibatasi oleh rangkaian jaring di bagian terluar. Kolam miniatur lalu diberikan rumpon-rumpon buatan, kemudian diisi dengan beragam biota laut. Setiap nelayan jaring murami menyelam dan mendapati jenis ikan berbeda, memasukkan beberapa ke dalamnya. Di dalam kolam miniatur yang tidak terpisah dengan laut itu sendiri, ikan-ikan tersebut dapat tetap nyaman karena sudah tersedia rumpon sebagai rumah dan tempat berkembang biak. Usaha nelayan cukup progresif. Saat ini sudah terkumpul 18 jenis hiu dalam miniatur laut, penyu sisik, ikan salome, anamon, kakatua, buntel, cendero, kerapu, dan berbagai jenis biota lainnya. Upaya kelompok ini sebagai bagian dari konservasi untuk mengatasi dahsyatnya aktivitas perusakan terhadap perairan Kepulauan Seribu. 5 Kelompok Pengelola Sea Farming Dengan dilatarbelakangi permasalahan terkait sudah tidak produktifnya kegiatan perikanan tangkap, akibat rusaknya sumberdaya laut dan juga kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan, sehingga kondisi sosial ekonomi masyarakat Kepulauan Seribu yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan sangat memprihatinkan, mendorong Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan PKSPL IPB memperkenalkan program sea farming. Peluang untuk mengembangkan perikanan budidaya laut atau marikultur sangat besar, karena lokasi strategis Kepulauan Seribu yang berada di ibukota negara sehingga keberhasilan program tersebut menjadi perhatian nasional dan internasional serta dapat menjadi sebuah etalase kelautan nasional. Disamping itu Kepulauan Seribu menyimpan potensi untuk pengembangan budidaya laut di perairan dangkal. Konsep sea farming yang melibatkan berbagai pelaku usaha, menggunakan beberapa alternatif sistem teknologi dan kelembagaan yang saling mendukung dan terintegrasi dalam rangkaian sistem bisnis rantai tata niaga diharapkan dapat mewujudkan kegiatan perikanan budidaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Karena konsep sea farming ini relatif sangat baru diimplementasikan di negara kita, maka langkah pilot project pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu untuk memulai kegiatan sea farming adalah langkah terobosan yang diharapkan bila berhasil akan menjadi percontohan nasional. Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2004 telah membuat kajian awal pengembangan sea farming ini yang mencakup potensi sumberdaya alam, kondisi biogeofisik perairan, serta sosial budaya dan ekonomi masyarakat untuk menghasilkan konsep pengembangan sea farming di Kepulauan Seribu. Pada tahun 2005, implementasi dari konsep yang telah disusun diwujudkan dalam beberapa program pengembangan, yaitu: a Kaji tindak implementasi sea farming dengan sistem cage culture di perairan Pulau Semak Daun pilot project b Kaji tindak implementasi sea farming dengan sistem pen culture di perairan Pulau Semak Daun pilot project c Perbaikan budidaya ikan kerapu dalam rangka sea farming d Pendampingan teknis implementasi sea farming e Pembentukan kelompok pengelola sea farming f Pelatihan teknologi budidaya laut g Pelatihan manajemen usaha Program pengembangan di atas merupakan rekomendasi hasil kajian sebelumnya dimana yang akan dibangun tidak hanya usaha budidaya lautnya saja yang berkelanjutan, akan tetapi juga pembangunan atau penyiapan masyarakat aspek sosial budaya dengan memperkuat pengetahuan, keterampilan dan kapasitas kelembagaan mereka. Organisasi Kelompok Pengelola Sea Farming pertama dibentuk di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tanggal 10 Maret 2006 sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat Pulau Panggang terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan laut yang lebih baik. Sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kelompok Pengelola Sea Farming yang disahkan pada tanggal 22 Juni 2006 Lampiran 1 dan 2 , maka Kelompok Sea Farming merupakan organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional dan mandiri dengan tujuan sebagai berikut : 1 Membangun sistem pengelolaan perikanan laut terpadu berbasis masyarakat yang berkelanjutan. 2 Meningkatkan kesejahteraan dengan peningkatan pendapatan dan kegiatan ekonomi budidaya perikanan di Pulau Panggang. 3 Ikut menunjang usaha konservasi lingkungan perairan. 4 Meningkatkan kemampuan dan kapasitas anggota masyarakat mengenai keterampilan teknis budidaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas, maka Kelompok Pengelola Sea Farming melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1 Mengadakan dan ikut serta dalam berbagai kegiatan pelatihan di bidang budidaya ikan dan bidang usaha. 2 Menjalin kerjasama dengan instansi-instansi terkait untuk mengembangkan kelompok dan anggotanya di bidang manajemen, budidaya, pemasaran ataupun lain-lain yang sesuai dengan tujuan organisasi. 3 Mensosialisasikan kegiatan-kegiatan kelompok kepada masyarakat. 4 Usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat bagi kelompok, anggota dan masyarakat Pulau Panggang. Proses penerimaan anggota Kelompok Sea Farming melalui tahap : 1 Seleksi, dilakukan dengan cara menyaring anggota masyarakat yang mendaftar ke pengurus untuk menjadi anggota sea farming. Dalam proses seleksi, pengurus melakukan wawancara terhadap calon anggota. Pengurus memiliki wewenang dalam menentukan siapa saja yang menjadi anggota sea farming. 2 Perekrutan calon anggota. 3 Pelatihan calon anggota, meliputi pelatihan teknologi budidaya dan manajemen usaha. 4 Terdaftar bagi calon anggota yang telah dinyatakan lulus pelatihan. Anggota yang telah terdaftar berhak mendapatkan pendampingan teknis, serta dapat mengajukan peminjaman benih ke balai sea farming dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Rekrutmen anggota Kelompok Sea Farming telah berlangsung empat tahap, tahap pertama pada tahun 2005, tahap kedua tahun 2006, tahap ketiga tahun 2007 dan tahap keempat tahun 2008. Berdasarkan data monitoring yang dilakukan oleh PKSPL IPB, jumlah total anggota sea farming yang melakukan kegiatan budidaya ikan kerapu dan pengembangan kelompok sampai dengan tahun 2009 sebanyak 75 orang dan 51 orang sudah melakukan usaha budidaya ikan kerapu dengan benih dan sarana produksi lainnya berasal dari program sea farming. Selengkapnya data perkembangan jumlah anggota aktif sea farming di Pulau Panggang berdasarkan angkatan dapat dilihat pada Gambar 9. 10 20 30 40 50 60 70 80 I II III IV Jumlah Anggota total Anggota aktif Gambar 9 Perkembangan jumlah anggota kelompok sea farming Pulau Panggang berdasarkan angkatan. Angkatan Orang Penerimaan anggota mulai angkatan I sampai dengan angkatan III mengalami peningkatan. Namun pada angkatan IV pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengurus kelompok sea farming mengambil kebijakan untuk tidak menerima anggota baru. Hal tersebut untuk mengantisipasi masalah kelangkaan benih yang berakibat penyaluran benih kepada anggota semakin sedikit. Jika penerimaan anggota banyak maka dikhawatirkan ada anggota yang tidak memperoleh benih, sehingga dapat menimbulkan konflik antara anggota dan pengurus kelompok sea farming. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok menyatakan bahwa anggota berhak untuk memperoleh benih termasuk anggota baru yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan. Ketentuan mendapatkan pinjaman benih ikan kerapu dari balai sea farming, disamping telah mengikuti pelatihan, anggota juga harus sudah memiliki sarana dan prasarana budidaya, diantaranya sudah memiliki bangunan keramba sebagai tempat budidaya, memiliki jaring minimal 2 buah yang masih layak pakai, serta kondisi perairan di lokasi keramba sangat baik dan cocok untuk pemeliharaan ikan. Pengembangan konsep sea farming yang didampingi oleh PKSPL IPB diawali dengan pengadaan bibit berkualitas dengan cara pinjaman oleh anggota yang tergabung dalam Kelompok Sea Farming. Setiap anggota mendapatkan pinjaman bibit sebanyak 200 ekor per musim tanam. Setelah pemeliharaan selama 8 hingga 10 bulan, ikan kerapu dapat dijual ke pasar dan selanjutnya hasil panen yang diperoleh dipergunakan untuk mengembalikan pembayaran pinjaman. Sehingga program sea farming ini dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat Kelurahan Pulau Panggang dengan tetap menjaga kelestarian ekosistemnya.

VI. ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR KEPULAUAN SERIBU

6.1. Karakteristik Fisik Sumberdaya Pesisir

Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara darat dan lautan, dimana ke arah laut mencakup perairan laut sejauh 12 mil dari garis pantai pada saat surut terendah, dan ke arah darat meliputi seluruh atau sebagian wilayah desa yang berbatasan langsung dengan garis pantai. Wilayah daratan dengan karakteristik daratannya dan wilayah lautan dengan karakteristik lautannya membawa dampak yang cukup signifikan terhadap terbentuknya karakteristik wilayah pesisir. Wilayah pesisir memiliki karakteristik sebagai berikut : 1 terdapat keterkaitan ekologis yang erat antara wilayah pesisir dengan daratan dan lautan, 2 terdapat lebih dari dua sumberdaya alam dan jasa lingkungan di wilayah pesisir, 3 terdapat lebih dari dua kelompok masyarakat dengan preferensi yang berbeda, 4 pemanfaatan secara ”single use” lebih rentan dari ”multiple use” baik secara ekologis maupun ekonomis, 5 sumberdaya wilayah pesisir dan lautan merupakan sumberdaya milik bersama common propertyopen access. Berdasarkan karakteristik wilayah pesisir tersebut maka sumberdaya pesisir termasuk dalam sumberdaya bersama common property dan akses terbuka open access, sehingga tingkat persaingan dalam berusaha dan berkompetisi memperebutkan akses sumberdaya di laut sangat ketat dan keras. Hanya pelaku yang memiliki keterampilan, modal besar, tingkat teknologi maju dan kelembagaan usaha yang mapan yang mampu memobilisasi secara optimal tingkat produksinya serta memenangkan kompetisi. Sumberdaya bersama atau akses terbuka open access memiliki karakteristik a excludability atau kontrol terhadap akses oleh pemakai potensial potential users nampaknya tidak dimungkinkan; dan b subtractability, yaitu pemakai dapat mengurangi kesejahteraan orang lain. Permasalahan yang dihadapi di perairan Kepulauan Seribu terkait karakteristik fisik sumberdaya pesisir dan lautan diantaranya adalah semakin sulitnya memperoleh tangkapan ikan kerapu di alam disebabkan oleh banyaknya nelayan dari pulau lain di luar Kepulauan Seribu seperti Bangka Belitung, Madura, dan Makassar yang menggunakan alat tangkap lebih besar dari mereka. Akibatnya kegiatan pemanfaatan oleh nelayan luar mengurangi manfaat yang bisa diambil oleh nelayan Kepulauan Seribu. Kondisi tersebut seringkali menimbulkan konflik diantara nelayan. Disamping itu terjadi overfishing yang menurut nelayan sudah terasa dampaknya sejak awal 1990. Cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, khususnya penangkapan ikan hias, seperti penggunaan potas sebagai sebab utama menurunnya hasil tangkapan dalam 20 tahun terakhir. Kondisi sumberdaya bersama semacam ini cenderung menyebabkan penggunaan sumberdaya bersama secara berlebih-lebihan atau menghabiskan sumberdaya secara cepat bahkan menghancurkan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tercermin dari Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP 712 yang meliputi Laut Jawa, termasuk perairan Kepulauan Seribu telah mengalami overfishing. Secara geografis potensi sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Seribu merupakan potensi sumberdaya ikan di Laut Jawa. Hampir sebagian besar daerah penangkapan fishing ground nelayan-nelayan Kepulauan Seribu adalah di perairan Laut Jawa. Menurut hasil penelitian PKSPL tahun 2000, potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa sudah semakin sulit untuk dikembangkan. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa sudah mencapai 178,67 dari potensi yang ada, hal ini menunjukkan bahwa perairan Laut Jawa sudah over exploitation. Secara lengkap potensi, produksi dan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa tersaji pada Tabel 15 dan Gambar 10. Tabel 15 Potensi, produksi dan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa No. Sumberdaya ikan laut Laut Jawa 1997 2000 1. Potensi 10 3 340,00 tontahun 214,20 2. Produksi 10 3 442,90 tontahun 382,71 3. Pemanfaatan 130,26 178,67 Sumber : PKSPL IPB 2003