dan kaidah tingkah laku yang berhubungan dengan sumberdaya alam. Dengan kata lain, open access muncul akibat gagalnya ketiga rezim sebelumnya untuk
membawa misi kesejahteraan bersama. Karena karakteristik laut yang bersifat open access, berarti bahwa
sumberdaya tersebut tidak dikuasai oleh perorangan atau agen ekonomi tertentu, maka akses terhadap sumberdaya ini tidak dibatasi sehingga mendorong
terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan di Kepulauan Seribu selama ini sebagian dilakukan oleh individu atau sekelompok masyarakat yang tergabung
dalam kelompok perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Apabila lokasi budidaya sudah ditentukan, maka individu atau kelompok lainnya akan mencari
tempat lain. Dengan demikian terdapat kesepakatan dengan lokasi yang telah ditentukan, yang berarti sudah ada unsur “siapa memiliki apa’. Apabila lokasi
yang telah dipilih ternyata kurang memenuhi syarat untuk budidaya ataupun ingin memperluas usahanya, maka mereka akan mencari tempat lain dengan tidak
mengganggu areal budidaya yang dimiliki individu atau kelompok lainnya. Jika fungsi hak kepemilikan sumberdaya bersama tidak berjalan, maka
setiap orang cenderung untuk menggunakan laut bebas secara berlebihan. Gagalnya kelembagaan suatu kelompok masyarakat dalam mengelola sumberdaya
alam menyebabkan individu-individu melakukan tindakan mengejar kepentingan pribadi tanpa melihat batasan-batasan yang telah disepakati dalam kelembagaan.
Sebagai contoh adalah tidak adanya larangan bagi individu untuk memanfaatkan laut, termasuk petani rumput laut dalam menentukan lokasi budidaya dan
umumnya penentuan lokasi tersebut ditentukan oleh petani rumput laut sendiri. Kenyataannya bahwa tidak ada legalitas dalam pemilikan lahan budidaya,
khususnya dari pemerintah daerah. Kondisi tersebut akibat karakteristik laut yang bersifat open access.
6.4. Aransemen Kelembagaan
Semakin sulitnya memperoleh tangkapan ikan kerapu di alam disebabkan oleh cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya kebutuhan
untuk memenuhi pasar tidak mencukupi sehingga akan menaikkan harga jual ikan
kerapu di pasaran. Kondisi inilah yang membuat berbagai pihak untuk berusaha membudidayakannya, termasuk pemerintah dan pihak swasta.
Budidaya ikan kerapu yang telah dicobakan atas bantuan pemerintah sebagian besar gagal. Kekurangan dari berbagai bantuan proyek selama ini
adalah:
1 Pendampingan; dari pihak dinas terkait dalam implementasi proyek, sehingga
kesulitan teknis di lapangan tidak dapat diantisipasi oleh nelayan
2 Organisasi; dalam hal pengorganisasian nelayan belum mengenal budaya
organisasi yang baik, sehingga masing-masing anggota saling menyalahkan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan perencanaan, hal ini
berpengaruh besar pada keberhasilan proyek-proyek terdahulu
3 Aturan main; antara pihak yang terlibat belum bisa dijalankan, karena
kepentingan-kepentingan yang berbeda belum terkoordinasikan dengan baik. Untuk aturan main konservasi sudah ada inisiasi daerah perlindungan laut
DPL, sedangkan jaring tegur yang diinisiasikan nelayan ikan hias sudah berjalan lebih lama, seiring dengan penggantian alat tangkap dari penggunaan
sianida dan potas ke jaring tegur. Berbagai proyek yang gagal lebih banyak disebabkan oleh aturan main yang
tidak jelas atau tidak dijalankan oleh si pembuat. Pengalaman berkelompok selama ini tidak begitu mengesankan bagi orang pulau, mungkin disebabkan
oleh homogenitas masyarakat yang tinggi, sehingga kohesifitas sosial yang berkaitan dengan evaluasi dan saling tegur menjadi rendah, sebab utamanya
mereka enggan dan sungkan karena sebagian masyarakat Pulau Panggang adalah bersaudara memiliki hubungan kekerabatan.
Sebab lain adalah pihak pembina atau pemerintah kurang optimal menyiapkan kelembagaan terlebih dahulu sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakat.
Pengertian tentang organisasi dan aturan main adalah pemahaman mereka dinas bukan pemahaman orang pulau. Sehingga pengertian tentang koperasi
cooperative-kerjasama lebih banyak dipahami sebagai membangun organisasi Badan Hukum koperasi dibandingkan menanamkan aturan main
nilai-nilai koperasi itu sendiri.