Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

merupakan sebuah langkah strategis guna mengubah arah kebijakan pembangunan nasional dari berbasis matra darat menjadi laut. Undang-undang ini juga mengamanatkan masyarakat pesisir terlibat dalam sistem pengawasan berbasis masyarakat, sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir akan dapat diawasi dan dikendalikan oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun, disadari bahwa tidak semua kewenangan bisa diserahkan kepada masyarakat, begitu pula tidak semua kewenangan dapat diserahkan kepada pemerintah. Hal ini sangat tergantung pada skala, kompleksitas isu pengelolaan dan tingkat keberdayaan masyarakat. Masyarakat biasanya efektif sebagai pengelola dalam skala desa atau kecamatan. Sedangkan dengan skala pengelolaan makin besar dan isu makin kompleks, dibutuhkan peran pemerintah. Apalagi di wilayah Kepulauan Seribu yang terdapat aktifitas selain perikanan, seperti transportasi, wisata bahari dan pertambangan.

i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran dan atau Perusakan Laut. Terjaganya kualitas air laut akan sangat berpengaruh besar dalam menciptakan keberhasilan pengembangan usaha perikanan. Oleh karenanya, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, diharapkan kualitas air laut dapat terjamin. Pencemaran akibat penambangan pasir tahun 2008 sangat berdampak bagi pembudidaya ikan yang mengakibatkan terjadinya kematian massal ikan di keramba jaring apung. Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian pencemaran danatau perusakan laut tidak berjalan efektif. Penegakan aturan terkait ganti rugi bagi pihak yang dirugikan belum diatur.

j. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom Sedangkan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten kota serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya antara lain adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan secara makro, pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budayapariwisata, penanganan penyakit menular dan hama tanaman dan perencanaan tata ruang provinsi. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan serta pengawasannya di wilayah laut belum optimal dilakukan oleh provinsi.

6.4.2. Kelembagaan Informal

Kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi, lebih diartikan sebagai aransemen berdasarkan konsesus atau pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat informal. Norma dan tradisi atau kesepakatan lokal yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut Pulau Panggang tidak banyak dijumpai. Menurut Haswanto 2006, penyebab hal tersebut di atas diduga karena beragamnya suku nenek moyang masyarakat Pulau Panggang, seperti Suku Bugis, Mandar, Sunda dan Betawi yang tidak ada suku satupun yang mendominasi. Akibatnya sulit dijumpai adat mana yang berlaku di masyarakat. Disamping melalui perdagangan, datangnya nelayan dari luar Pulau juga sangat mempengaruhi. Hal ini karena posisi relatif Pulau Panggang yang berdekatan dengan Jakarta serta dijadikannya Kepulauan Seribu sebagai tujuan wisata membuat semakin tinggi intensitas pendatang. Memudarnya berbagai kearifan masyarakat Pulau Panggang dalam mengelola sumberdaya laut sangat mungkin disebabkan adanya interaksi dengan masyarakat luar yang cukup tinggi. Beberapa norma atau aturan tak tertulis yang masih dapat dijumpai diantaranya adalah : a Nelayan meliburkan diri melaut pada hari Jumat. Mereka beramai-ramai menyelam untuk memungut sampah hingga kedalaman 20 meter atau 30 meter. Sampah-sampah bawah laut harus diangkat sebagai upaya menyelamatkan sumber pangan mereka. Lemahnya kebijakan pengelolaan sampah di Jakarta telah mengorbankan perairan Kepulauan Seribu sebagai tempat pembuangan akhir sampah. b Kebiasaan untuk menyisihkan sebagian hasil tangkapan terutama saat hasil banyak untuk dibagikan kepada anak yatim piatu maupun janda.