Pola Interaksi Antar Aktor Dalam Pengelolaan Sea Farming
dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Seribu. Kelompok ini
berperan dalam menyusun dan menentukan kebijakan dan aturan main formal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah perairan
Kabupaten Kepulauan Seribu. Sementara itu, yang termasuk ke dalam level operasional operational choice level adalah kelompok masyarakat formal
kelompok sea farming. Untuk melihat hubungan antar kelembagaan dan aktor yang terlibat dalam pengelolaan sea farming dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Hubungan antar kelembagaan dan aktor pengelolaan sea farming di Kepulauan Seribu.
Berdasarkan pemetaan konflik, terdapat tiga sumber yang menjadi penyebab terjadinya konflik pengelolaan sumberdaya ikan, yaitu banyaknya ikan yang rusak
dan menimbulkan kematian ikan yang banyak, penyaluran benih yang semakin sedikit, keberpihakan pemerintah, khususnya Suku Dinas Kelautan dan Pertanian
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terhadap kelompok masyarakat tertentu Tabel 17.
Pemerintah Pusat Kementerian Kelautan dan
Perikanan Dinas Kelautan dan
Pertanian Provinsi DKI Jakarta
Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten
Adm. Kepulauan Seribu Perguruan
Tinggi PKSPL IPB
Kelompok sea farming Kelompok
Masyarakat formal Pembudidaya
Pembudidaya Kelompok masyarakat
Konflik Konflik
Collective Choice Level
Operational Choice Level
Kelompok Pemerintah
Koordinasi kegiatan Koordinasi kegiatan
Koordinasi kegiatan
Konsultasi Pendampingan
Konflik Konflik
Tabel 17 Tipe konflik dalam pengelolaan sea farming di perairan Pulau Panggang
No. Isu-isu dan Penyebab
Lokasi konflik
Kelompok-kelompok yang terlibat
1. Pada tahun 2008, banyaknya ikan
yang rusak dan menimbulkan kematian ikan yang banyak di dekat
areal budidaya ikan atau keramba Perairan
Pulau Panggang
Kelompok sea farming Penambang pasir
2. Penyaluran benih yang semakin
sedikit Pulau
Panggang Kelompok sea farming
Pembudidayanelayan 3.
Keberpihakan pemerintah, khususnya Suku Dinas Kelautan
dan Pertanian KAKS terhadap kelompok masyarakat tertentu
Pulau Panggang
Kelompok sea farming Kelompok pembudidaya
Suku Dinas Kelautan dan Pertanian KAKS
Sumber : Hasil wawancara para aktor 2010
Konflik antara anggota kelompok sea farming dengan sebagian masyarakat penambang pasir. Permasalahan terkait lingkungan yang kurang bagus disebabkan
adanya aktivitas sebagian masyarakat yang merusak kondisi perairan dengan cara mengambil pasir di dekat areal budidaya ikan atau keramba. Konflik tersebut
apabila tidak secepatnya dikelola secara baik maka dikhawatirkan akan mengganggu sistem pengelolaan sea farming di perairan Pulau Panggang. Oleh
sebab itu perlu diserahkan kepada pemerintah daerah maupun pusat untuk mencari solusi yang tepat, seperti pemerintah memberikan kompensasi sebagai ganti rugi
pencemaran lingkungan jika menyebabkan kegagalan kegiatan budidaya kematian massal.
Konflik antara pengurus kelompok sea farming dengan anggota dan juga masyarakat yang ingin menjadi anggota sea farming. Sistem dana bergulir
revolving fund menjadi basis pembinaan kegiatan kelompok melalui pembelian benih ikan kerapu. Permasalahan benih yang disalurkan semakin sedikit, sehingga
pengurus kelompok sea farming mengambil kebijakan untuk tidak menerima anggota terlalu banyak. Tertulis dalam AD dan ART kelompok, bahwa anggota
berhak untuk mendapatkan benih termasuk anggota yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan. Sejak tahun 2008 benih yang disalurkan mengalami
penurunan. Sementara itu jumlah anggota terus meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan adanya konflik sosial di masyarakat dan memerlukan adanya
perhatian dan kebijakan dari pemerintah setempat.
Benih yang telah disalurkan kepada anggota sea farming sebanyak 28 telah dipanen dan menghasilkan pendapatan bagi masyarakat. Rendahnya
persentase produksi ini disebabkan beberapa permasalahan seperti kematian massal ikan akibat penyakit dan gangguan lingkungan seperti kiriman sampah,
tumpahan minyak, penambangan pasir, dan lain-lain, benih yang disalurkan tidak sehat, anggota yang tidak melaporkan hasil panennya, pencurian ikan di keramba
dan lain-lain. Selain itu lamanya pemeliharaan ikan kerapu untuk mencapai ukuran panen 0,5 kg per ekor yaitu selama 8 bulan, menyebabkan adanya benih-
benih kerapu yang telah disalurkan masih dalam proses pemeliharaan. Konflik antara kelompok sea farming dengan Suku Dinas Kelautan dan
Pertanian KAKS, terkait dengan keputusan pemerintah dalam hal ini Sudin Kelautan dan Pertanian yang cenderung mementingkan kelompok masyarakat
pembudidaya lainnya di luar kelompok sea farming yang memiliki pengalaman lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok sea farming. Atas keberpihakan
pemerintah tersebut menimbulkan rasa kecemburuan anggota kelompok sea farming terhadap kelompok pembudidaya lainnya. Pemerintah yang seharusnya
dapat berperan dalam menyatukan masing-masing kepentingan aktor belum dapat dilakukan secara optimal.
Lembaga perguruan tinggi berperan dalam menjembatani hubungan antar aktor dalam hal pendampingan dan menyatukan kepentingan masing-masing
aktor. Saat ini lembaga perguruan tinggi yang masih berperan selama kurang lebih 5 tahun dalam pendampingan pengelolaan sea farming di Kepulauan Seribu
adalah PKSPL IPB bermitra dengan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.