Selanjutnya dalam menentukan format kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah arena aksi para pelakuaktor dan stakeholders. Aktor-
aktor yang terlibat sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Oleh sebab
itu identifikasi masing-masing aktor yang terlibat dan perannya menjadi salah satu kunci keberlanjutan pembangunan sumberdaya ikan di Pulau Panggang
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Faktor selanjutnya adalah pola interaksi atau identifikasi konflik yang terjadi antar aktor pengelola sumberdaya
ikan. Kemudian dilakukan analisis manfaat ekonomi dan biaya transaksi yang
dibatasi pada aspek administrasi dan biaya yang berkaitan dengan mekanisme internal pelaksanaan organisasi. Selanjutnya dilakukan evaluasi performa
kelembagaan dan evaluasi keberlanjutan program dalam rangka kesinambungan pengelolaan program sea farming. Secara sistematis kerangka pendekatan studi
ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kerangka pendekatan studi.
• Atribut fisik dari sistem • Aturankelembagaan
• Atribut masyarakat norma sosial dan budaya
Arena aksi : • Pelaku actor
• Stakeholders Pola interaksi
identifikasi konflik
• Manfaat ekonomi • Biaya transaksi
Evaluasi performa kelembagaan serta
keberlanjutan program
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Secara grafis lokasi penelitian tersebut
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Lokasi penelitian.
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai visi: ”Kepulauan Seribu sebagai Ladang dan Taman Kehidupan Bahari yang berkelanjutan”.
Dengan visi ini, maka prioritas program yang dikembangkan adalah budidaya perikanan, industri pariwisata bahari, kawasan daerah perlindungan laut atau
konservasi. Program sea farming menjadi program andalan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, dengan percontohan di Pulau Semak Daun
Kelurahan Pulau Panggang. Luas kawasan daratan Pulau Semak Daun 0,5 ha dengan kawasan perairan karang 315 ha terdiri dari rataan terumbu “reef flat” 250
ha dan laguna atau goba seluas 25 ha. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut adalah kawasan ini sangat
potensial untuk pengembangan program budidaya perairan karena memiliki perairan dengan rataan terumbu yang luas. Kawasan potensial untuk budidaya laut
di Kepulauan Seribu diperkirakan mencapai 4.376,04 ha yang terdiri dari reef flat 4.027,45 ha; laguna 320,6 ha; selat 23 ha dan teluk 4,99 ha.
4.2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode studi kasus. Maksud dari kasus dalam penelitian ini adalah kelembagaan pengelolaan
sumberdaya ikan di Kepulauan Seribu. Nazir 1988 menyatakan bahwa penelitian kasus adalah penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat.
Hasil dari penelitian kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya. Ruang
lingkup studi dapat mencakup segmen atau bagian tertentu atau mencakup siklus kehidupan individu, kelompok, dan sebagainya, baik dengan penekanan terhadap
faktor-faktor kasus tertentu, ataupun keseluruhan faktor-faktor dan fenomena- fenomena, tergantung dari tujuannya. Studi kasus lebih menekankan pengkajian
variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. Ini berbeda dengan metode survei, dimana peneliti cenderung mengevaluasi variabel yang lebih
sedikit tetapi dengan unit sampel yang relatif besar Nazir 1988. Nazir 1988 mengungkapkan langkah-langkah pokok dalam meneliti
kasus adalah sebagai berikut :