Program ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SEA FARMING

masyarakat untuk melakukan aktifitas marikultur, seperti budidaya pen culture sistem kandang, cage culture sistem keramba jaring apung, longline dan sea ranching. Selain aktifitas marikultur, dilakukan pula perbaikan ekosistem laut terumbu karang, lamun dan mangrove dan mengembangkan aktifitas terkait seperti wisata bahari berbasis masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Kepulauan Seribu. Dukungan penguatan dan pengembangan kelembagaan menjadi prasyarat awal keberlanjutan program ini melalui pemberian hak pengelolaan kepada nelayan. Dengan demikian nelayan yang mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ikan tidak perlu lagi melaut terlalu jauh sehingga pada akhirnya akan menghemat biaya operasional. Kelebihan konsep sea farming jika dibandingkan dengan kegiatan budidaya yang selama ini berlangsung, antara lain: 1 Pelaku usaha pembesaran ditopang oleh banyak pemasok benih, sehingga kesinambungan kegiatan dapat terjaga. 2 Pelaku usaha pembesaran juga mendapatkan benih yang bermutu, karena sudah adapted dengan lingkungan, hal ini karena proses pendederan berlangsung di sekitar lokasi pembesaran. 3 Usaha pembudidayaan ikan menjadi relatif lebih singkat karena adanya diversifikasi ukuran panen. 4 Memungkinkan keterlibatan dari segenap lapisan masyarakat karena diterapkannya multi sistem budidaya, sesuai dengan kompetensi dan keinginan masyarakat. 5 Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam karena diterapkannya multi sistem budidaya, hampir semua habitat karang dalam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. 6 Peluang kesinambungan usaha budidaya relatif lebih tinggi karena banyaknya pelaku usaha yang terlibat. 7 Peluang pengembangan kegiatan budidaya ikutan lainnya yang dapat bersinergi dengan konsep sea farming juga lebih besar, seperti budidaya rumput laut serta budidaya tiram mutiarakonsumsi.

7.2. Sistem Kelembagaan Pengelolaan Sea Farming

Sea farming pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu sub-sistem input, sub-sistem marikultur proses dan sub-sistem output. Sub-sistem input merupakan prasyarat awal pembentukan kelembagaan sea farming yang memiliki fungsi utama sebagai penyedia faktor pendukung supporting factors bagi beroperasinya sea farming di lokasi yang dituju. Dalam sub-sistem ini, faktor paling penting adalah berfungsinya demarcated fishing rights sebagai persyaratan batas sistem operasi sea farming secara geografis system boundary. Pembentukan sistem fishing rights ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan riset partisipatif hingga mencapai kesepakatan lokal. Penentuan fishing rights ini tidak dapat dilepaskan dari analisis kesesuaian ekosistem sebagai penyokong keberhasilan operasi sea farming secara teknis- ekologis. Sub-sistem kedua adalah marikultur budidaya kelautan dimana kegiatan pembenihan, pendederan hingga pembesaran komoditas sea farming dilakukan. Sub-sistem ini merupakan jantung dari implementasi sea farming, karena input dan output ekonomi sea farming pada dasarnya berasal dari sub-sistem marikultur ini. Agar akselerasi sub-sistem marikultur ini dapat dilakukan sesuai dengan tujuan, maka dalam sub-sistem ini digunakan pendekatan community-based agribusiness system sistem agribisnis berbasis pada masyarakat, SABM. Dalam SABM ini, sebagian besar pelaku adalah masyarakat lokal sehingga diharapkan manfaat ekonomi langsung maupun tidak langsung dari sistem sea farming ini akan bermuara pada kesejahteraan masyarakat lokal. Sebagai contoh, dengan implementasi intermediary mariculture process yang melibatkan pendeder 1, pendeder 2, dan seterusnya maka alur finansial dalam bentuk perdagangan benih dapat dilakukan, menggantikan sistem konvensional yang hanya terbatas pada grower pembesaran Adrianto et al. 2010. Sub-sistem ketiga adalah sub-sistem output di mana komoditas sea farming akan diperdagangkan melalui sistem distribusi dan perdagangan yang adil antar pelaku sea farming dan pada saat yang sama berfungsi juga sebagai penyedia stok bagi kepentingan konservasi dan pengkayaan stok ikan stock enhancement. Fungsi konservasi ini dapat melibatkan pemerintah daerah sebagai penjamin pasar bagi pelaku sea farming. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah membeli stok dari pelaku sea farming bukan untuk kepentingan komersial melainkan untuk konservasi dan pengkayaan stok alam di perairan yang sesuai. Sistem kelembagaan sea farming dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Sistem kelembagaan sea farming Adrianto et al. 2010. Pendekatan program sea farming di Kelurahan Pulau Panggang menggunakan konsep agribisnis, dimana pertumbuhan perekonomian masyarakat lokal digerakkan oleh pelaku-pelaku bisnis yang saling menunjang dan saling terkait sehingga usaha perekonomian dapat dilakukan secara massal dan berkesinambungan. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya ikan adalah sedikitnya pelaku bisnis yang terdiri dari pelaku usaha pembenihan dan pelaku usaha pembesaran serta lamanya waktu pembesaran, yaitu berkisar antara 6 hingga 12 bulan tergantung ukuran bibit dan jenis ikan yang dibudidayakan, sehingga dapat mempengaruhi cash flow pelaku usaha karena masa panen yang lama. Jika hal Populasi P. Panggang Lokasi Sea Farming Demarcated Fishing Right Implementasi Sea Farming Community Based Agribusiness System Hatchery Pendeder-1 Pendeder-2 Pendeder-3 Grower Pasar Distribusi Perdagangan Nelayan Stock Enhancement Kesepakatan Lokal Definisi Pelaku SF Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat