sulitnya memperoleh tangkapan ikan kerapu di alam disebabkan oleh banyaknya nelayan dari pulau lain di luar Kepulauan Seribu seperti Bangka Belitung,
Madura, dan Makassar yang menggunakan alat tangkap lebih besar dari mereka. Akibatnya kegiatan pemanfaatan oleh nelayan luar mengurangi manfaat yang bisa
diambil oleh nelayan Kepulauan Seribu. Kondisi tersebut seringkali menimbulkan konflik diantara nelayan. Disamping itu terjadi overfishing yang menurut nelayan
sudah terasa dampaknya sejak awal 1990. Cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, khususnya penangkapan ikan hias, seperti penggunaan potas
sebagai sebab utama menurunnya hasil tangkapan dalam 20 tahun terakhir. Kondisi sumberdaya bersama semacam ini cenderung menyebabkan penggunaan
sumberdaya bersama secara berlebih-lebihan atau menghabiskan sumberdaya secara cepat bahkan menghancurkan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.
Kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tercermin dari Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP 712 yang meliputi Laut Jawa, termasuk
perairan Kepulauan Seribu telah mengalami overfishing. Secara geografis potensi sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Seribu merupakan potensi sumberdaya
ikan di Laut Jawa. Hampir sebagian besar daerah penangkapan fishing ground nelayan-nelayan Kepulauan Seribu adalah di perairan Laut Jawa. Menurut hasil
penelitian PKSPL tahun 2000, potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa sudah semakin sulit untuk dikembangkan. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa
pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa sudah mencapai 178,67 dari potensi yang ada, hal ini menunjukkan bahwa perairan Laut Jawa sudah over
exploitation. Secara lengkap potensi, produksi dan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa tersaji pada Tabel 15 dan Gambar 10.
Tabel 15 Potensi, produksi dan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa
No. Sumberdaya ikan laut
Laut Jawa 1997
2000
1. Potensi 10
3
340,00 tontahun
214,20 2.
Produksi 10
3
442,90 tontahun
382,71 3.
Pemanfaatan 130,26
178,67 Sumber : PKSPL IPB 2003
50000 100000
150000 200000
250000 300000
350000 400000
450000
1997 2000
Potensi tontahun Produksi tontahun
Gambar 10 Potensi dan produksi sumberdaya ikan di perairan Laut Jawa. Hasil studi Aziz dan Vitner 2004 dalam PKSPL-IPB 2006 tentang
dinamika populasi ikan di beberapa pulau dari gugusan Kepulauan Seribu terutama di bagian selatan menunjukkan bahwa populasi ikan di perairan ini
sudah mengalami penurunan stok. Kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu umumnya dikategorikan
dalam kondisi rusak hingga sedang. Menurut BPLHD 2001 50 terumbu karang Kepulauan Seribu terdiri dari pecahan karang, karang mati dan pasir.
Berdasarkan Penelitian Yayasan Terangi tahun 2003 dan 2005 yang dilakukan di 22 lokasi menunjukkan peningkatan rerata penutupan karang keras KK dari
33,1 2003 menjadi 34,2 2005. Sementara penelitian pada tahun 2007, hasil kerjasama Sudin Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan
Yayasan Terangi menunjukkan penurunan penutupan karang menjadi 31,7. Penurunan persentase penutupan KK pada tahun 2007 berbanding terbalik dengan
persentase penutupan abiotik dan karang mati KM. Kondisi ini dapat menggambarkan adanya hubungan antara persentase penutupan KK yang hilang
dengan kenaikan persentase penutupan karang mati dan abiotik. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh kombinasi antara pencemaran minyak yang terjadi tahun
2003-2004, serta eksploitasi berlebih terhadap terumbu karang dan penggunaan sianida.
Tutupan karang paling rendah di sekitar Pulau Bidadari paling dekat dengan daratan Jakarta yang hanya mencapai 0,38, sedangkan tutupan karang
terbaik di sekitar Pulau Karang Bongkok yang mencapai 71,83. Kelimpahan
ikan karang pada tahun 2003, 2005, dan 2007 adalah sebanyak 37.649 indha, 45.489 indha, dan 32.603 indha TERANGI 2008.
6.2. Tragedi Kebersamaan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Dengan adanya pengambilan bebas atas sumberdaya bersama ini jelas tidak akan memberikan insentif untuk mempraktekkan penangkapan ikan secara
selektif, pengembangbiakan buatan, yang dampaknya bersifat jangka panjang terhadap populasi ikan. Apabila seseorang yang merasakan manfaat untuk
mengembangbiakan populasi ikan, berarti orang lain juga akan menerima manfaat tanpa harus ikut menanggung biayanya yang disebut dengan free riders pengguna
bebas. Bagi setiap individu sikap untuk menjadi free riders merupakan tindakan yang rasional, akan tetapi apabila semua orang bertindak sebagai free riders maka
semua orang akan rugi. Kelangkaan sumberdaya perikanan di perairan Kepulauan Seribu sudah
mulai terlihat, seperti penurunan stok ikan hasil penelitian PKSPL dan penurunan tutupan terumbu karang hasil penelitian Yayasan Terangi akibat
overfishing dan over-exploitation. Akibat pengguna atau kelompok pengguna tidak mau bekerjasama dan cenderung menghabiskan sumberdaya alam, maka
dapat menimbulkan tragedi kebersamaan tragedy of common. Disamping itu tragedi kebersamaan muncul ketika sumberdaya tidak ada yang memiliki dan
tidak ada yang mengatur. Dalam kasus tragedi kebersamaan dalam sektor perikanan, maka pemerintah harus melakukan pengaturan atas penggunaan
sumberdaya perikanan. Sehingga peranan pemerintah sangat penting dalam mengalokasikan penggunaan sumberdaya bersama agar tercapai kepuasan
bersama yang optimal dalam jangka pendek dan jangka panjang.
6.3. Property Right Regime Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Property right regime terdiri atas non property akses terbuka, state property negara, common property masyarakat dan private property swasta
Charles 2001. Esensi common property adalah hak milik swasta dalam kelompok masyarakat, dan kelompok yang menentukan siapa yang tidak
diperkenankan mengambil manfaat dari sumberdaya alam milik bersama. Sementara itu open access diartikan sebagai suatu situasi sumberdaya alam tanpa
hak milik no property right. Situasi tersebut muncul karena tidak adanya atau gagalnya sistem pengelolaan dan wewenang yang bertujuan menerapkan norma
dan kaidah tingkah laku yang berhubungan dengan sumberdaya alam. Dengan kata lain, open access muncul akibat gagalnya ketiga rezim sebelumnya untuk
membawa misi kesejahteraan bersama. Karena karakteristik laut yang bersifat open access, berarti bahwa
sumberdaya tersebut tidak dikuasai oleh perorangan atau agen ekonomi tertentu, maka akses terhadap sumberdaya ini tidak dibatasi sehingga mendorong
terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan di Kepulauan Seribu selama ini sebagian dilakukan oleh individu atau sekelompok masyarakat yang tergabung
dalam kelompok perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Apabila lokasi budidaya sudah ditentukan, maka individu atau kelompok lainnya akan mencari
tempat lain. Dengan demikian terdapat kesepakatan dengan lokasi yang telah ditentukan, yang berarti sudah ada unsur “siapa memiliki apa’. Apabila lokasi
yang telah dipilih ternyata kurang memenuhi syarat untuk budidaya ataupun ingin memperluas usahanya, maka mereka akan mencari tempat lain dengan tidak
mengganggu areal budidaya yang dimiliki individu atau kelompok lainnya. Jika fungsi hak kepemilikan sumberdaya bersama tidak berjalan, maka
setiap orang cenderung untuk menggunakan laut bebas secara berlebihan. Gagalnya kelembagaan suatu kelompok masyarakat dalam mengelola sumberdaya
alam menyebabkan individu-individu melakukan tindakan mengejar kepentingan pribadi tanpa melihat batasan-batasan yang telah disepakati dalam kelembagaan.
Sebagai contoh adalah tidak adanya larangan bagi individu untuk memanfaatkan laut, termasuk petani rumput laut dalam menentukan lokasi budidaya dan
umumnya penentuan lokasi tersebut ditentukan oleh petani rumput laut sendiri. Kenyataannya bahwa tidak ada legalitas dalam pemilikan lahan budidaya,
khususnya dari pemerintah daerah. Kondisi tersebut akibat karakteristik laut yang bersifat open access.
6.4. Aransemen Kelembagaan
Semakin sulitnya memperoleh tangkapan ikan kerapu di alam disebabkan oleh cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya kebutuhan
untuk memenuhi pasar tidak mencukupi sehingga akan menaikkan harga jual ikan