Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan

Adapun kegunaan penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran yang lebih komprehensif untuk memahami sistem kelembagaan yang baik bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir di Kepulauan Seribu, terutama dalam tata kelola sea farming di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Output dari penelitian ini adalah dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai pentingnya sistem kelembagaan yang kuat dalam tata kelola sea farming di wilayah Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan pendekatan analisis ekonomi.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah menganalisis kinerja kelembagaan dan biaya transaksi dalam pengelolaan sea farming di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kinerja kelembagaan meliputi potret kelembagaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir, khususnya pengelolaan sea farming, pola interaksi antar aktorstakeholders serta dampak atau manfaat sea farming bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Di dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai pentingnya sistem kelembagaan yang kuat dalam tata kelola sea farming di wilayah Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, kajian penelitian akan difokuskan pada kegiatan sea farming, yang merupakan program Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang secara teknis dikelola Suku Dinas Kelautan dan Pertanian, bekerjasama dengan PKSPL IPB.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kelembagaan

Kelembagaan diartikan sebagai aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi dapat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu : aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumberdaya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi Ostrom 1985. Bardhan 1989 menyatakan bahwa kelembagaan akan lebih akurat bila didefinisikan sebagai aturan-aturan sosial, kesepakatan dan elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial. North 1990 memperdalam lagi tentang definisi kelembagaan, menurut North kelembagaan merupakan aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya. Manig 1991 mencatat bahwa kelembagaan merefleksikan sistem nilai dan norma dalam masyarakat, tetapi nilai dan norma tersebut bukanlah kelembagaan itu sendiri. Sementara itu, Rutherford 1994 menyatakan bahwa kelembagaan dapat dimaknai sebagai regulasi perilaku yang secara umum diterima oleh anggota-anggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam situasi yang khusus, baik yang diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas luar.

2.2. Tiga Lapisan Kelembagaan

Berdasarkan berbagai definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli terlihat bahwa sebenarnya definisi kelembagaan tergantung dari mana orang melihatnya, makro atau mikro. Deliarnov 2006 mengemukakan bahwa dari