Identifikasi Pembiayaan TNGL ANALISIS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER
yang meliputi Daerah Gunung Leuser bagian Barat, Tengah dan Timur. Lebih Jelas Lihat Tabel 18.
Sumber dana pengusahaan Taman Nasional Gunung Leuser secara keseluruhan diperoleh dari dana pemerintah merupakan investasi pemerintah.
Selain itu bantuan keuangan juga diperoleh dari World Bank Iuran Hasil Hutan IHH. Dana pengusahaan TNGL dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut menunjukan suatu pertanda bahwa keberadaan TNGL semakin dirasakan mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan. Hal ini dapat
diduga dari kerugian yang ditimbulkan bila keberadan Taman Nasional rusak. Tabel 19. Biaya Pembangunan TNGL
No. Nama Daerah Total Biaya
1. 2.
3. 4.
5. Gunung Leuser Bagian Barat
a. Tapak Air Dingin
b. Tapak Kluet Selatan
c. Stasiun Pengamatan Kluet Selatn
d. Stasiun Pengamatan Jambu Kluange
e. Stasiun Pengamatan Pucuk Lembang
Gunung Leuser Bagian Tengah a.
Stasiun Penelitian Ketambe b.
Stasiun Penelitian Ketambe c.
Tapak Stasiun Pengamatan Lawe Gurah Gunung Leuser Bagian Timur
a. Tapak Bukit Lawang Bohorok
b. Tapak Sekundur, Besilang
c. Stasiun Penelitian Aras Napal. Sekundur
d. Stasiun Pengamatan Sekundur
Peralatan Komunikasi Kantor dan Rumah Dinas
Fasilitas Pengelola Rp. 65.170.000
Rp. 309.032.000 Rp. 67.768.000
Rp. 84.963.000 Rp. 84.968.000
Rp. 318.012.000 Rp. 81.968.000
Rp. 340.968.000
Rp. 124.850.000 Rp. 134.814.000
Rp. 340.548.000 Rp. 49.890.000
Rp. 93.968.000 Rp. 1.288.352.500
Jumlah Rp. 3.382.352.500
Sumber : Desain Engineering Gunung Leuser, 1992.
Besarnya nilai kerugian kerusakan TNGL, dapat diketahui dari besarnya biaya pencegahan kerusakan, dari rencana pengembangan tahunan program
terpilih diperkirakan besarnya biaya seluruhnya adalah Rp. 444.420.000.000. Biaya ini secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel pengembangan tahunan.
Tabel 20. Rencana Tahapan Pengembangan. No Rincian Program
Nilai Program 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10. Pembuatan tatabatas kawasan lindung Aceh
Selatan Penetapan hutan kemasyarakatan
Penyusunan rencana detail tata ruang daerah Penyusunan rencana teknik tata ruang daerah
Study evaluasi lingkungan DAS singkil, kluet Kr. Baro, Kr. Susoh, dan Kr. Bakongan
Pembuatan saluran pengendali banjir dan peningkatan jaringan teknis bendungan irigasi
Reklamasi tanah tandus dan reporstrasi kawasan lindung yang rusak
Intensifikasi tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan
Pembuatan dan peningkatan jalan, jembatan dan gelombang Situlan
Mobil patroli dan operasional TNGL Barat Rp. 550.000.000
Rp. 110.000.000 Rp. 120.000.000
Rp. 120.000.000 Rp. 550.000.000
Rp. 220.000.000.000 Rp. 550.000.000
Rp 2.200.000.000 Rp 220.000.000.000
Rp 220.000.000 Jumlah
Rp. 444.420.000.000
Sumber : Pemda Aceh Selatan, 2005 diolah.
Dilihat dari besarnya prediksi pengeluaran untuk pengembangan kawasan TNGL, menunjukan bahwa keberadaan TNGL semakin strategis bagi pelestarian
lingkungan dan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Memperhatikan perubahan dari tahun ke tahun, besarnya pengeluaran
biaya operasi untuk pengamanan TNGL dari berbagai kerusakan yang dilakukan oleh perbuatan manusia yang kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab
baik tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab secara fisik. Pada kawasan TNGL memerlukan banyak bangunan serba guna sebagai upaya pemeliharaan
kawasan serta usaha membeikan peningkatan pelayanan pengunjung TNGL yang berasal dari dalam maupun manca negara. Selain itu di tapal batas kawasan
banyak dibangun pos-pos jaga, shelter-shelter maupun rambu pengaman. Hal ini
sangat penting agar penduduk yang tinggal di daerah penyangga tidak memasuki kawasan lindung yang sudah disepakati. Pengamanan dengan bangunan fisik
sangat penting karena selama ini terjadi tumpang tindih pemilikan lahan dan ketidakjelasan batas sehingga timbul perambahan hutan TNGL. Biaya Investasi
rata-rata pengusahaan TNGL adalah sebesar Rp 1.341.071.505 sedangkan biaya operasionalnya sebesar Rp 2.428.062.754 setiap tahunnya.
Selain itu dengan pengamanan yang menggunakan bangunan fisik para pengelola TNGL melakukan pengamanan dengan tenaga sumber daya manusia
yaitu melakukan operasi-operasi tertentu pada situasi-situasi tertentu pula. Tujuan operasi ini sama dengan tujuan pembangunan fisik TNGL yaitu pengamanan
kawasan dari pengrusakan dan perambahan. Besarnya biaya operasional ini dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.
Untuk mengamankan kawasan lindung TNGL, pada posisi keasriannya sekarang digalakkan pembudidayaan tanaman hortikultura atau tanaman pohon-
pohon keras. Masyarakat digerakkan untuk menanami lahan-lahan garapannya dengan tanaman hortikultura tersebut. Besarnya dana untuk model ini terlihat dari
alokasi THH. Dengan demikian untuk mengamankan kawasan lindung TNGL dari resiko pengrusakan yang merugikan masyarakat maupun ekosistemnya. Adapun
bentuk-bentuk pengaman tersebut yaitu dengan pembangunan fisik, peningkatan personal operasional dan pengamanan dengan penanaman hortikultura. Dari
ketiga model pengamanan tersebut dengan pendekatan analisa efektifitas biaya dapat diketahui bentuk pengamanan yang efektif dan yang relatif lebih tepat yang
diperlukan oleh TNGL. Atau dengan istilah lain model pengamanan tidak intensif, pengamanan intensif dan pengamanan alamiah.
Besarnya nilai kerugian kerusakan TNGL, dapat diketahui dari besarnya biaya pencegahan kerusakan, dari rencana pengembangan tahunan program
terpilih diperkirakan besarnya biaya seluruhnya Rp. 675.357.570.000. Biaya ini secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel pengembangan tahunan Tabel 20.
Tabel 21. Rencana Pengembangan Tahunan No Rincian Program
Nilai Program 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10. Pembuatan tatabatas kawasan lindung aceh
selatan Penetapan hutan kemasyarakatan
Penyusunan rencana detail tata ruang daerah Penyusunan rencana teknik tata ruang daerah
Study evaluasi lingkungan DAS singkil, kluet Kr. Baro, Kr. Susoh, dan Kr. Bakongan
Pembuatan saluran pengendali banjir dan peningkatan jaringan teknis bendungan irigasi
Reklamasi tanah tandus dan reporstrasi kawasan lindung yang rusak
Intensifikasi tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan
Pembuatan dan peningkatan jalan, jembatan dan gelombang Situlan
Mobil patroli dan operasional TNGL Barat Rp. 835.500.000
Rp. 167.100.000 Rp. 34.200.000
Rp. 334.200.000 Rp. 50.000.000
Rp. 334.200.000.000 Rp. 835.500.000
Rp. 3.342.000.000 Rp. 334.200.000.000
Rp. 334.200.000 Jumlah :
Rp. 675.357.570.000
Sumber : Pemda Aceh Selatan, 2005 diolah.
Dilihat dari besarnya prediksi pengeluaran untuk pengembangan kawasan TNGL, menunjukan bahwa keberadaan TNGL semakin strategis bagi pelestarian
lingkungan dan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Memperhatikan perubahan dari tahun ke tahun, besarnya pengeluaran
biaya operasi untuk pengamanan TNGL dari berbagai kerusakan yang dilkaukan oleh perbuatan manusia yang kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab
baik tanggung jawab sosial maupun tanggung secara fisik. Pada kawasan TNGL memerlukan banyak bangunan serba guna sebagai upaya pemeliharaan kawasan
serta usaha membeikan peningkatan pelayanan pengunjung TNGL yang berasal
dari dalam maupun manca negara. Selain itu di tapal batas kawasan banyak dibangun pos-pos jaga, shelter-shelter maupun rambu pengaman. Hal ini sangat
penting agar penduduk yang tinggal di daerah penyangga tidak memasuki kawasan lindung yang sudah disepakati. Pengamanan dengan bangunan fisik
sangat penting karena selama ini terjadi tumpang tindih pemilikan lahan dan ketidakjelasan batas sehingga timbul perambahan hutan TNGL.
Selain itu dengan pengamanan yang menggunakan bangunan fisik para pengelola TNGL melakukan pengamanan dengan tenaga sumber daya manusia
yaitu melakukan operasi-operasi tertentu pada situasi-situasi tertentu pula. Tujuan operasi ini sama dengan tujuan pembangunan fisik TNGL yaitu pengamanan
kawasan dari pengrusakan dan perambahan. Besarnya biaya operasional ini dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.
Untuk mengamankan kawasan lindung TNGL, pada posisi keasriannya sekarang digalakkan pembudidayaan tanaman hortikultura atau tanaman pohon-
pohon keras. Masyarakat digerakkan untuk menanami lahan-lahan garapannya dengan tanaman hortikultura tersebut. Besarnya dana untuk model ini terlihat dari
alokasi THH. Dengan demikian untuk mengamankan kawasan lindung TNGL dari resiko pengrusakan yang merugikan masyarakat maupun ekosistemnya. Adapun
bentuk-bentuk pengaman tersebut yaitu dengan pembangunan fisik, peningkatan personal operasional dan pengamanan dengan penanaman hortikultura. Dari
ketiga model pengamanan tersebut dengan pendekatan analisa efektifitas biaya dapat diketahui bentuk pengamanan yang efektif dan yang relatif lebih tepat yang
diperlukan oleh TNGL. Atau dengan istilah lain model pengamanan tidak intensif, pengamanan intensif dan pengamanan alamiah. Bentuk pengaman lainnya yaitu
dengan penanaman pohon-pohon. Pengaman ini untuk mencapai hasil yang lebih efektif diperkirakan memerlukan waktu 30 tahun.
Tabel 22. Daftar Anggaran TNGL dari APBN, World Bank dan Provisi Sumber Daya Hutan PSDH
No Th Anggaran
APBN Rutin
B L N PSDH
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11. 12.
13. 14.
19791980 19801981
19811982 19821983
19831984 19841985
19851986 19861987
19871988 19881989
19891990 19901991
19911992 19921993
Rp. 42.000.000 Rp. 52.000.000
Rp. 89.720.000 Rp. 117.500.000
Rp. 135.250.000 Rp. 134.544.000
Rp. 149.955.000 Rp. 299.922.300
Rp. 89.791.135 Rp. 63.999.000
Rp. 239.867.000 Rp. 237.600.000
Rp. 277.618.000 Rp. 890.370.000
- Rp. 11.083.000
Rp. 19.120.000 Rp. 21.632.000
Rp. 20.639.000 Rp. 23.554.000
Rp. 35.391.000 Rp. 87.269.260
Rp. 68.709.000 Rp. 93.596.000
Rp. 174.745.000 Rp. 132.876.000
Rp. 200.980.000 Rp. 262.475.000
Rp. 196.463.008 Rp. 1.004.085
- -
- -
- -
- Rp. 116.750.000
Rp. 725.255.000 Rp. 177.390.000
Rp. 29.500.000 -
- -
Rp. 10.700.000 Rp. 15.700.000
- -
- Rp. 10.080.000
Rp. 62.770.000 Rp. 72.235.000
Rp. 85.728.000 Rp. 81.902.000
Rp. 88.003.000 -
Sumber : Rencana Karya Lima Tahun TNGL, 1992.
Data dari tabel menerangkan bahwa dari tahun ke tahun besarnya dana yang disediakan untuk menjaga kelestarian TNGL semakin tinggi. Demikian pula
perhatian dunia usaha pemegang HPH maupun Bank Dunia memperbesar bantuan keuangan dan bantuan teknis. Secara lebih rinci dari anggaran APBN 19791980
sebesar Rp. 42.000.000 meningkat menjadi Rp. 52.000.000 atau naik sebesar 19,23 persen di tahun anggaran 19801981. Pada tahun anggaran 19811982m
meningkat lagi sebesar 32,20 persen. Kemudian tahun anggaran 19821983 mengalami kenaikan pula sebesar 32,64 persen dari tahun anggaran sebelumnya.
Sedangkan pada tahun 19831984 kenaikan hanya sebesar 1,49 persen. Tahun 19841985 terjadi penurunan sebesar 0,48 persen atau turun sebesar Rp. 656.000
yaitu dari Rp. 135.200.000 berkurang menjadi Rp. 134.544.000. Pada tahun anggaran 19851986 besarnya anggaran kembali mengalami kenaikan sebesar
10,27 persen dari tahun sebelumnya yaitu dari Rp. 134.544.000 menjadi Rp. 149.955.000. Tahun anggaran berikutnya yaitu tahun 19861987 terjadi kenaikan
yang cukup tajam yaitu sebesar 80,43 persen dari tahun sebelumnya atau kenaikan sebesar Rp. 148.967.300 dari Rp. 149.955.000 menjadi Rp 299.922.300. Namun
peningkatan tesebut pada tahun berikutnya tidak terjadi, bahkan mengalami penurunan sebesar Rp. 210.131.115 yaitu turun dari Rp. 299.922.300 menjadi Rp.
89.791.185 pada tahun 19871988 atau turun sebesar 230 persen. Keadaan tahun 19881989 dimana biaya anggaran mengalami penurunan
kembali dari Rp. 89.791.185 menjadi Rp. 63.999.000 atau turun sebesar 70,02 persen. Penurunan sedemikiain rupa diduga disebabkan keadaan perekonomian
nasional yang mengalami kelesuan. Namun kekurangan tersebut terbantu oleh adanya suntikan dana dari PSDH yang cukup besar. Pada tahun anggaran
19891990 terjadi lonjakan kenaikan dari Rp. 63.999.000 menjadi Rp. 239.867.000 atau naik sebesar 374 persen. Kenaikan ini ditambah lagi dengan
kenaikan dana dari PSDH sebesar Rp. 85.728.000 dan bantuan World Bank sebesar Rp. 725.255.000, sehingga pada periode tahun ini anggaran terbesar yang
dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 1.165.340.000. Peningkatan ini terjadi karena besarnya harapan yang diberikan agar keberadaan TNGL lebih aman dari berbagai
kerusakan. Pada tahun 19901991 dana yang dipergunakan turun dari tahun sebelumnya yaitu Rp. 2.267.000 atau sama dengan 9,9 persen. Sedangkan pada
tahun 19911992 besarnya meningkat kembali dari Rp. 237.600.000 dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 277.618.000 atau naik sebesar 6,8 persen. Untuk tahun
19921993 besarnya jumlah dana yang dialokasikan bagi pengamanan TNGL meningkat dari Rp. 277.618.000 menjadi Rp. 890.370.000 atau naik sebesar 220
persen dari tahun sebelumnya. Dari gambaran tersebut maka jelaslah bahwa untuk mempertahankan kawasan TNGL tetap pada keasllian dan keasriannya diperlukan
biaya yang cukup besar dari tahun ke tahun. Sebenarnya pengalokasian anggaran pengeluaran tersebut sangat strategis bila ditinjau dari segi pembangunan jangka
panjang yang berkelanjutan. Untuk membangun kawasan lindung tetap terpelihara maka peran serta berbagai lembaga perlu dilibatkan secara penuh baik swasta
maupun lembaga internasional. Sehubungan dengan hal ini TNGL setiap tahun mendapat dukungan bantuan yang cukup besar terutama dari pemegang HPH
PSDH serta bantuan dari luar negeri yaitu dari World Bank. Partisipasi nyata dari World Bank terungkap dengan nilai bantuan teknis maupun bantuan program
dan dana sedangkan bantuan dari PSDH berupa dana saja. Secara lebih rinci besarnya bantuan kedua sumber tersebut adalah jumlah
bantuan dari World Bank secara keseluruhan sebesar Rp.1.276.362.093. Sedangkan bantuan dari PSDH dari 1991-1992 secara keseluruhan berjumlah Rp.
427.118.000. Dari gambaran tersebut dana PSDH dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti. Kenaikan tersebut bermula dari tahun 1981-1982
dari Rp. 10.700.000 meningkat menjadi Rp. 15.700.000 atau naik sebesar 46,72 persen. Sedangkan pada tahun 1983-1984 dan 19851986 dana dari PSDH
mengalami kekosongan. Sedangkan pada tahun 19861987 besarnya dana dari PSDH mencapai Rp. 10.080.000 atau turun 35,79 persen lebih rendah dari tahun
19831984. Pada tahun 19871988 terjadi peningkatan tajam sebesar 522 persen. Untuk 19881989 terjadi peningkatan sebesar 16,17 persen. Tahun 19891990
dana PSDH juga meningkat sebesar 18,67 persen dari Rp. 72.235.000 menjadi Rp. 85.728.000. Tetapi kembali mengalami penurunan pada tahun 19901991 dari
Rp 85.728.000 menjadi Rp 81.902.000 atau turun sebesar 4,4 persen dari tahun sebelumnya. Hanya saja pada tahun 19911992 penurunan tidak terjadi bahkan
mengalami kenaikan sebesar 7,44 persen atau meningkat dari Rp. 31.902.000 menjadi Rp. 88.003.000. Dengan demikian jelas terlihat bahwa secara umum pada
tahun pengamatan terakhir dana PSDH semakin besar disumbangkan bagi keperluan upaya pengamanan penyelamatan TNGL. Adapun rata-rata
kenaikannya sebesar 65,175 persen. Di sisi lain peran lembaga internasional seperti Bank Dunia juga
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikan ini menunjukkan besarnya perhatian dunia terhadap pemeliharaan sumber-sumber ekosistem dunia agar tetap
terpelihara. Bantuan luar negeri ternyata lebih besar dibandingkan dengan bantuan dana dari PSDH. Secara lebih rinci peningkatan bantuan dana dari World Bank
dapat dilihat dari Tabel di atas. Melalui tabel tersebut dapat dibaca bahwa bantuan luar negeri sudah dimulai sejak 19791980 dengan besar bantuan Rp.
196.463.008. dan bantuan tersebut mengalami penurunan yang drastis tahun 19801981 dengan besar hanya Rp. 1.004.085. Sejak tahun 1981-1989 terjadi
kekosongan. Kekosongan tersebut mulai mengalir kembali pada tahun 19881989 dengan nilai bantuan sebesar Rp. 116.750.000. Seiring dengan gencarnya isu
polusi udara secara internasional dan kebocoran lapisan ozon bantuan luar negeri meningkat sebesar Rp. 725.255.000. Tahun 1989-1990 meningkat sebesar 521
persen. Keadaan tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 1990-1991 bantuan luar negeri mengalami penurunan tajam menjadi Rp. 177.390.000 atau
turun sebesar 303,84 persen dari tahun sebelumnya. Bantuan tersebut mengalami penurunan kembali pada tahun 1991-1992 dari Rp. 177.390.000 menjadi Rp.
29.500.000 atau trurun sebesar Rp. 147.890.000 dari tahun sebelumnya.
Dengan menganalisa gambaran data yang ada tersebut jelaslah kiranya bahwa untuk memelihara TNGL dari kerusakan sangat diperlukan biaya yang
cukup besar dari tahun ke tahun. Besarnya anggaran yang dialokasikan bagi pengembangan TNGL ini sangat sesuai dengan nilai manfaat yang disumbangkan
oleh TNGL pada masyarakat lokal, regional dan internasional. Besarnya dana yang dianggarkan setiap tahun untuk pengembangan kawasan lindung TNGL
dapat dilihat dari rincian Rekapitulasi biaya pengusahaan TNGL dari tahun 19801981 hingga tahun 19891990.
Tabel 23. Rekapitulasi Biaya Pengusahaan TNGL Tahun 19801981 hingga 19891990
Tahun Biaya Investasi
Biaya Operasional 198081 Rp.
13.498.000 Rp.
24.991.700 198182 Rp.
5.073.400 Rp.
59.106.372 198283 Rp.
15.998.000 Rp.
31.842.000 198384 Rp.
16.037.800 Rp.
74.419.068 198485 Rp.
15.531.850 Rp.
106.422.203 198586 Rp.
274.816.642 Rp.
106.422.203 198687 Rp.
171.208.075 Rp.
287.902.062 198788 Rp.
41.185.720 Rp.
187.436.060 198889 Rp.
18.000.000 Rp.
112.561.210 198990 Rp.
37.228.470 Rp.
112.561.210 Jumlah Rp.
609.577.957 Rp. 1.103.664.888
Sumber: Laporan tahunan TNGL, 1990.
Upaya memelihara produk-produk bukan kayu dengan mempertahankan keasliannya untuk memberikan nilai perlindungan bagi kelangsungan produksi
lahan persawahan yang terdapat di dusun Pamah Semelir seluas 10 ha dan pendayagunaan aliran sungai Bekulap menggerakkan generator listrik tenaga air
yang mampu menerangi rumah penduduk sebanyak 44 kepala keluarga. Selain itu aliran sungai yang ada di Dusun Pamah Semelir sebagai sumber mata air bagi
ribuan penduduk di desa Telagah. Dengan mengunakan penilaian perlindungan
nyata dapat dilihat dari keadaan sebelum bagian taman nasional mengalami longsor dan sesudah longsor. Hal ini dapat dilihat dari penilaian di Tabel 23.
Dengan menggnakan cara penilaian penggunaan tak langsung indirect Uses Valuation
dapat dijelaskan bahwa pemanfaatan kawasan penyangga buffer zone
pada kegiatan yang merubah atau berbeda dengan keaslian ekosistem telah menimbulkan kerugian-kerugian fisik sarana produksi maupun kerugian ekonomis
berupa berkurangnya pendapatan masyarakat yang berhubungan dengan sarana yang tersedia bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar kawasan.
Tabel 24. Kerugian Akibat Bencana Alam
Proteksi Aset Sebelum Longsor Kapasitas Produksi
Nilai I. Sawah Produktif 40 hektar
Generator Listrik Tenaga Air Haller Rice
Dedak Padi Rumah Huma
Kolam ikan 1 x panenha 4000 kg=10
40 kk x Rp2000 = 80.000 64 ton x Rp 25kg
64 ton x 0,08 x 100 5 x Rp70.000
2 x 400 kg x Rp3000 Rp 40
Rp 0.96 Rp 1.6
Rp 0.51 Rp 0.35
Rp 0.24
Proteksi Aset Sesudah longsor II. Sawah Produktif 34 hektar
Generator Listrik Tenaga Air Haller Rice
Dedak Padi Rehabilitasi
1 x panenha 4000 kg=133 18 kk x Rp1000 = 80.000
27,2 ton xR p 25kg 27,2 ton x 0,08 x 100
5 rumah huma x 100000 2 kolam ikan x 200000
1 bendungan generator Rp 34
Rp 0.21 Rp 0.66
Rp 0.21 Rp 0.50
Rp 0.4 Rp 1.2
dalam jutaan rupiah
Dilihat dari segi kerugian produksi lost Production seluruh sawah dengan luas 40 ha memproduksi padi 160 ton dengan harga Rp 250kg
menghasilkan penerimaan bagi penduduk sebesar 40 juta. Setelah longsor luas sawah yang berproduksi hanya 34 ha dengan produksi 136 ton dengan nilai Rp 36
juta atau mengalami penurunan 8,5 persen yaitu sebesar Rp 4 juta. Huller Rice yang berfugsi untuk penggilingan padi digerakan oleh tenaga air kincir air setiap
tahun mampu menggiling 64 ton dengan upah gilingan per kilogram Rp 25 menghasilkan pendapatan sebesar Rp 960.000 namun dengan adanya longsor
kemampuna produksi mengalami penurunan kapasitas. Penurunan produksi mencapai 27,2 ton per tahun sehingga penerimaan Rp 660.000 di sini kapasitas
prodiksi menurun sebesar 43,3 persen dengan kerugian Rp 300.000. perolehan dedak padi sebagai keuntungan tambahan bagi pemilik huller rice setiap tahun
memproduksi sebanyak 5120 kg dengan harga Rp 100kg sehingga bernilai Rp 512.000 tetapi setelah terjadi longsor penerima dedak padi menjadi Rp 217.000
atau turun 40,8 persen dengan nilai kerugian sebesar 299.000. Dengan kalkulasi kehilangan atau kerugian produksi maka akibat dari rusaknnya sistem proteksi
alamiah, total kerugian yang diterima adalah sebesar sebesar Rp 7.736.000. Selain itu dengan perhitungan rehabilitation cost sebelum longsor terdapat
lima rumah huma senilai Rp 70.000unit sehingga nilai keseluruhan menjadi Rp 350.000. Sedangkan untuk merehabilitasi kembali diperlukan Rp 500.000.
Untuk memperbaiki kolam ikan yang rusak diperlukan biaya perbaikan sebesar Rp 400 ribu sedangkan untuk memperbaiki bendungan generator serta
pembersihan dari endapan pasir diperlukan biaya sebesar Rp 1,2 juta. Dengan demikian jika nilai rehabilitasi dan nilai kerugian dianggap sebagai nilai kerugian
keseluruhan maka akan diperoleh nilai kerugian murni sebesar Rp 9.838.000.
7.2. Identifikasi Manfaat TNGL 7.2.1. Sumber Produk Bukan Kayu
Sebagai suatu kawasan yang masih asli hutan primer TNGL diisi oleh berbagai jenis flora dan fauna. Kekayan berbagai jenis flora meliputi tumbuhan
timber atau kayu langka seperti kayu kapur. Sedangkan banyak lagi jenis kayu yang digunakan untuk kepentingan pertukangan kebutuhan rumah tangga. Fauna
yang menghuni TNGL terdiri banyak jenis yan dilindungi secara Nasional karena kelangkaannya. Selain itu dari kawasan TNGL diperkaya oleh produk-produk
bukan kayu yang memiliki suatu peran dan fungsi pada ekositem lingkungan secara global. Keberadan produk bukan kayu belum menjadi perhatian yang serius
karena pemanfaatan hasil hutan hanya bertumpu pada hasil kayu dan tanaman yang dapat dijual belikan secara tradisional. Produk bukan kayu dihitung nilai
manfaatnya dimana perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.