EPC atau koefisien proteksi efektif menunjukkan sejauh mana kebijakan pemerintah dalam melindungi atau menghambat pengelolaan. Nilai EPC dari hasil
analisis adalah sebesar 0,62 yang menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output menyebabkan pengelolaan TNGL tidak mendapatkan
keuntungan sebesar 62 persen dari nilai sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak memberikan proteksi yang cukup baik bagi
pengelolaan TNGL. Koefisien keuntungan PC menunjukkan pengaruh gabungan pada output
dan input tradable yang memperlihatkan dampak kebijakan yeng menyebabkan perbedaan antara tingkat keuntungan finansial dan ekonomi. Hasil analisis
menunjukkan nilai PC sebesar negatif 0,49. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keuntungan finansial yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan
bersih sosialnya. Nilai transfer bersih NT menunjukkan besarnya penurunan atau
penambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Hasil analisis memberikan nilai NT yang negatif. Hal ini menunjukkan adanya
kebijakan yang menyebabkan berkurangnya surplus produsen. Sedangkan rasio subsidi bagi produsen SRP dari analisis juga memberikan nilai yang negatif
sebesar 0,23. Nilai SRP yang negatif menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan pengelola megeluarkan biaya lebih besar dari pada biaya
imbangan pengelolaannya opportunity cost dimana kebijakan pemerintah tersebut menyebabkan pengelola mengeluarkan biaya lebih besar 23 persen dari
opportunity cost -nya.
Hasil analisis PAM sebagaimana diuraikan di atas konsisten dengan hasil analisis manfaat-biaya pada bab terdahulu, dan sejalan dengan premis yang
menyebutkan bahwa dalam banyak kasus manfaat privat private benefits dari upaya konservasi lebih rendah dari manfaat publik public benefits Comerford
and Binney, 2004. Dari premis tersebut selanjutnya mengindikasikan bahwa tampaknya pemberian insentif sangat diperlukan, terutama berkaitan dengan
upaya-upaya konservasi dalam pengelolaan SDA dan lingkungan yang lebih baik.
8.3. Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Hasil-hasil perhitungan pada subbab 8.2 mengindikasikan bahwa kebijakan Pemerintah Pusat, yang antara lain menetapkan ”harga karcis” masuk
ke TNGL jauh di bawah yang semestinya sebagai akibat gagalnya pengelola dalam memperhitungkan eksternalitas positif dan berakibat merugikan pengelola
serta masyarakat sekitar TNGL. Dari segi ekonomi, keterbatasan anggaran Pemerintah dengan sendirinya membatasi upaya-upaya untuk menjaga kelestarian
TNGL. Tentunya hal ini semakin parah apabila harga karcis yang ditetapkan lebih rendah dari tingkat keekonomian sosialnya. Pricing yang benar akan
memperbaiki distorsi tersebut. Pricing
yang benar dengan tujuan meningkatkan pendapatan pengelolaan TNGL tidak selalu otomatis ditempuh dengan menaikkan harga karcis masuk,
kecuali bila tujuannya terfokus pada penyaringan pengunjung untuk mengurangi probability
pengrusakan baik oleh pengunjung maupun oleh masyarakat sekitar. Harga karcis yang tinggi tidak selamanya dapat meningkatkan pendapatan
pengelola, karena 1 pada dasarnya konsumen memiliki toleransi kesediaan
membayar willingness to pay – WTP untuk menikmati wisata TNGL, 2 maka kenaikan harga karcis yang melebihi WTP konsumen akan berisiko mengurangi
animo konsumen untuk mengunjungi TNGL, 3 apabila animo konsumen terhadap nilai manfaat wisata TNGL besar sementara harga karcis melebihi WTP-
nya maka akan berisiko memunculkan negosiasi-negosiasi illegal untuk memasuki TNGL, dan 4 kenaikan harga karcis umumnya disertai dengan peningkatan
investasi sebagai imbangannya yang mungkin memerlukan biaya yang lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dicari alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan pengelolaan TNGL guna menjamin bahwa kualitas
pengelolaan kelestarian ekosistem sebagai fungsi utama kawasan konservasi dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan. Salah satu alternatif yang dalam dekade
terakhir banyak dikembangkan oleh negara-negara di Amerika Latin dan menunjukkan keberhasilan adalah pelibatan partisipasi masyarakat penerima
manfaat upaya-upaya konservasi dalam membiayai upaya-upaya tersebut melalui skema pembayaran jasa lingkungan payment for environmental services - PES
Menurut Wunder 2005, PES didefinisikan sebagai sebuah transaksi sukarela voluntary yang melibatkan paling tidak satu penjual one seller, satu
pembeli one buyer dan jasa lingkungan yang terdifinisi dengan baik well- defined environmental service
, di mana di sini berlaku pula prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima”. Konsep PES tersebut dapat diterapkan
pada pengelolaan DAS, konservasi keaneka-ragaman hayati kehati dan pelestarian keindahan bentang alam Rosa et. al., 2003 dan Wunder, 2005.