Pola Zonasi Taman Nasional Gunung Leuser

pencar tersebar, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Selain itu juga untuk melindungi tipe – tipe vegetasi dan flora langka dari gangguan manusia. Zona ini merupakan zona yang tidak diperluka apa-apa kecuali untuk penelitian. Berdasarkan potensi alamiah yang ada topografi dan fisiografi lapangan, tipe ekosistem, flora dan fauna, TNGL dibagi ke dalam tujuh zona inti yakni: 1. Kompleks Gunung Leuser Zona inti kompleks Gunung Leuser berlokasi pada ketinggian 900 – 3.446 m dpl. Keadaan topografinya berat dan terjal sehingga jarang dijamah manusia. Zona ini memiliki tipe ekosistem hutan hujan bawah, hutan hujan tengah dan hutan hujan atas dengan keanekaragaman flora yang tinggi dan diprioritaskan sebagai tempat perlindungan harimau. 2. Kompleks Gunung Kemiri Kompleks Gunung Kemiri berada pada ketinggian 3.340 m dpl, mewakili tipe ekosistem hutan tengah dan hutan hujan tinggi. Seperti halnya dengan fauna Leuser, daerah relatif masih asli, belum dijamah manusia, hanya beberapa peneliti, yang telah sampai ke tempat tersebut. Menurut informasi daerah ini merupakan habitat kancil dan merupakan daerah jelajah harimau. 3. Komples Gunung Mamas dan sekitarnya Daerah berlokasi pada ketinggian 450 – 1.500 m dpl dengan tipe hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah, daerah ini diperuntukkan sebagai tempat perlindungan badak Sumatera, orang hutan, dan harimau. 4. Kompleks Gunung Obor Terletak pada ketinggian 900 – 1000 m dpl, mewakili ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Daerah tersebut merupakan tempat penyebaran berbagi satwa diantaranya harimau, beruang, kambing hutan, rusa badak, gajah, siamang dan orang hutan. Dekat dengan daerah ini di kawasan hutan Sembah Bala Barat, terdapat “Uning” saltlich yang biasanya digunakan oleh gajah. 5. Danau Laut Bangko Danau Laut bangko berada pada ketinggian 5 – 30 m dpl. Daerah ini mewakili tipe ekosistem danau, rawa, dataran rendah, dan hutan hujan bawah. Tipe ekosistem ini merupakan satu-satunya yang terdapat di Taman Nasional. 6. Kompleks Kappi dan Langkad Barat Daerah inti Kompleks Kappi terdiri dari sebagian daerah Kappi dan daerah Langkad Barat. Daerah tersebut terutama merupakan daerah habitat dan daerah jelajah gajah, daerah jelajah harimau dan tempat penyebaran orang hutan. Daerahnya terletak pada ketinggian 150 – 2.300 m dpl terdiri atas ekosistem hutan hujan tengah. Di daerah ini terdapat dataran kopi yang merupakan sebagian kecil dari areal TNGL yang relatif datar dengan lereng yang tidak terjal, areal seperti ini merupakan areal yang sangat penting bagi kehidupan satwa liar. 7. Kompleks Langkat Terletak pada ketinggian 450 – 2.561 m dpl, daerah ini mewakili ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Daerah inti Kompleks Langkat diutamakan sebagai tempat perlindungan orang hutan dan sebagai tempat penyebaran daerah jelajah harimau. b Daerah Rimba; diperuntukkan sebagai perlindungan tata air serta memberikan kesempatan kepada manusia untuk dapat menikmati dan melihat keaneka ragaman flora dan fauna hutan hujan tropika basah. Jika kita dapat menyaksikan gejala-gejala alamiah yang unik seperti sumber air panas. Daerah ini sambung-menyambung melingkari daerah ini. Masyarakat dapat memanfaatkannya secara terbatas seperti untuk lintas alam, sedangkan untuk penelitian dan pendidikan cukup terbuka. Secara garis besar Zona Rimba TNGL terdiri atas empat daerah yaitu: 1. Zona Rimba Bagian Barat Daerah Rimba Bagian Barat diawali dari daerah Jambu Klowangi, di utara lereng Gunung Leuser menyusuri lereng pegunungan Bukit Barisan sampai ke daerah Kluet dan daerah Renun. Ketinggian tempatnya bervariasi antara daerah pantai sampai 200 m dpl yang terdiri dari tipe ekosistem hutan bawah, hutan pantai, hutan rawa, semak belukar, dan hutan sekunder. Di daerah tersebut terdapat habitat atau merupakan penyebaran dan jelajah harimau, beruang ungko, orang hutan, kambing hutan kera, kijang, babi hutan, burung enggan dan penyu. 2. Zona Rimba Bagian Utara Daerahnya membujur dari Jambu Kluange di bagian barat sampai ke daerah Sikundur dengan ketinggian bervariasi dari 200 – 1.800 m dpl. Daerah ini ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Topografinya relatif terjal, terutama di bagian barat di kaki Gunung Leuser. Di daerah ini terdapat jaringan trail dari Blang Kejeren melalui Pendeng menuju Lesteu. Dari Lesteu Trail mengikuti Sungai Lesteu menuju Kuala Simpang Kiri. Trail yang lain menghubungkan Blang Kejeren dengan SM Kappi, sedangkan di bagian barat trail berasal dari Akal lewat Tranggon menuju Blang Pidie Pantai Barat. 3. Zona Rimba Bagian Tengah Di bagian tengah daerah rimba membujur dari daerah Agisan di utara menyusuri lerengkaki gunung dan lembah Alor sampai ke Muara Renun di bagian Selatan sebelah Barat Sungai Alor. Sedangkan di sebelah Timur Sungai Alor membujur dari Agisan sampai ke daerah yang berbatasan hutan wisata Gurah di bagian utara dan sekitar Gunung Bendahara. Ketinggian tempat antara 150 – 2.000 m dpl, dengan tipe ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Di daerah ini terdapat berbagai potensi yang bisa dinikmati. Flora langka yang menarik adalah bunga Raflesia yang ada di Ketambe.Trail yang cukup penting terdapat di Lembah sungai Alor daerah hilir. Di sini terdapat dua trail yaitu trail dari Jambu Serakut menuju Bekongan dan trail yang lain dari Lau Balang melalui Lau Johar menuju Kedaeemputusan. 4. Zona Rimba Bagian Timur Daerah zona rimba bagian timur membujur dari daerah Sekundur sampai daerah air Tebah. Ketinggiannya antara 450 – 900 m dpl, dengan tipe ekosistem hutan hujan bawah. Daerah tersebut merupakan derah penyebaran gajah, harimau, rusa, kancil dan orang hutan. Di sini terdapat stasiun penelitian yaitu stasiun penelitian Ketambe stasiun penelitian primata dan badak, stasiun penelitian Kluet harimau, stasiun penelitian Skundur gajah dan rusa serta stasiun penelitian Mawas di Bahorok. Intensitas kegiatan manusia di daerah tersebut harus diusahakan sekecil mungkin, terutama untuk kegiatan rekreasi mengingat intensitas manusia yang tinggi dapat mengganggu aktivitas penelitian. c Zona Pemanfaatan Intensif; Zona ini merupakan suatu daerah atau beberapa daerah yang mampu menerima pengunjung di dalam kawasan Taman Nasional. Daerah ini potensial untuk dikembangkan sebagai tempat rekreasi yang khas dengan wilayah yang cukup luas. Pengembangan sarana rekreasi diharapkan tidak mengganggu ekosistem yang ada. Upaya untuk meningkatkan jumlah pengunjung ke daerah ini hendaknya mempertimbangkan kapasitas daya tampung. Selain itu penetapan batas wilayah zonasi lain perlu diperjelas. Tabel 12. Potensi Zona Pemanfaatan Nama Zona Pemanfaatan Potensi Pengembangan Luas 1. Hutan Wisata Lawe Gurah - Camping Ground - Air Panas - Pemandangan Alam - Udara Segar - Keanekaragaman Flora dan Fauna - Mountainering Gunung - Bendahara 9.600 km 2. Hutan Wisata Sekundur - Kegiatan memancing 600 ka jalur DI - Rafting sepanjang jalur DI - Olah raga air Aras Napal - Atraksi Primata, Gajah, Rusa, Burung dan Biawak - Atraksi Reflesia - Cross jungle 3. Bahorok - Stasiun Rehabilitasi Mawas - Rafting di sungai Bahorok - Vocal Group Primata - Cross Jungle Bahorok–Tanah Karo–Kotacane - Camping, mountaineering 4. Kluet - Wisata Gua Sumber: Pemda Aceh, 1992. Potensi di dalam zona pemanfaatan intensif dapat diproyeksikan ke beberapa daerah yang diperlihatkan oleh Tabel 11. Jenis bentuk pengembangan yang beragam untuk masing-masing zona pemanfaatan menunjukkan potensi pengembangan untuk pariwisata dari masing-masing daerah tersebut. Selanjutnya yang penting adalah bagaimana memanfaatkan dan mengembangkan potensi yang telah ada agar memberikan manfaat tanpa merusak lingkungan sumberdaya alam bagi kelanjutan pemanfaatannya. d Zone luar Taman Nasional Gunung Leuser; zone ini merupakan kawasan diluar Taman Nasional Gunung Leuser tetapi dalam satu kesatuan manajemen Taman Nasional. Zone ini ditetapkan sebagai kawasan penyangga buffer zone yang berfungsi sebagai sabuk pengaman, kekayaan alamiah sangat luas dan memiliki aneka tanaman asli hutan biotik biofisik. Kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser pada saat ini dapat dikelompokkan kepada beberapa keadaan diantaranya adalah: b Kawasan penyangga utama yaitu kawasan penyanga yang secara langsung berbatasan dengan Taman Nasional. Disini keadaan hutan sangat kaya dengan tumbuhan tanaman atau bukan kayu yang memiliki nilai dimasa mendatang. Yang termasuk kawasan ini adalah daerah Langkat Selatan dengan batas mulai sepanjang Bahorok hingga Rumah Semilar Langkat Barat, Sekundur dan Besitang, Gumpung, Marpe dan Kluet. Pada daerah ini diharakan penduduk yang langsung berdampingan dengan kawasan perlu mendapat pembinaan dan pengawasan agar keaslian kekayaan tanaman tidak dikonversikan pada tanaman budi daya. c Kawasan penyangga skala kedua yaitu kawasan penyangga yang secara langsung berbatasan dengan Taman Nasional tetapi ditumbuhi oleh hutan. d Kawasan penyangga hutan skala utama yaitu yang hutannya berada di daratan rendah atau hutan dengan habitat orang utan dan badak. e Kawasan penyangga yang keadaannya perlu perhatian yang serius, karena terjadinya proses konversi. Kawasan ini lawan penyerobotan oleh penduduk setempat ataupun oleh kaum pendatang. Mengingat pentingnya kawasan penyangga maka kawasan ini perlu direhabilitasi dengan tanaman atau tumbuhan yang mendukung keaslian ekosistem. Lebih lanjut, keberadaan kawasan penyangga difungsikan kepada usaha pelestarian produk-produk alamiah yang dapat dikembangkan ke arah kesejaheraan sosial masyarakat berupa peningkatan pendapatan. Untuk mencapai sasaran yang multi guna tersebut maka kawasan penyangga memerlukan pengelolaan terpadu antara beberapa lembaga yang terkait. Terutama upaya penyelesaian enclave yang terdapat di dalam lingkungan Taman Nasional.

VI. KEKAYAAN HUTAN KAWASAN PENYANGGA

6.1. Produk Bukan Kayu

Sebagaimana diketahui bahwa pada kawasan Taman Nasional dialokasikan lahan penyangga buffer zone dengan luas area lebih dari 250.000 ha. Pengalokasian ini bertujuan agar masyarakat disekitar kawasan diperbolehkan memanfaatkan berbagai macam kekayaan hutan yang terkandung di dalamnya baik untuk kepentingan hidup sehari-hari atau untuk kepentingan perdagangan. Selain hasil-hasil kayu komersil atau non komersil juga terdapat tanaman yang termasuk dalam kategori produk bukan kayu yang diartikan sebagai segala produk-produk hutan yang mencakup seluruh material alami untuk kepentingan manusia ataupun untuk kepentingan hidup lainnya. Dalam hal ini termasuk didalamnya untuk kepentingan makanan, obat-obatan, bahan rempah-rempah, minyak essen, damar, getah, alat menyamak tanaman hias, rotan, bambu, kayu- kayuan kecil dan tanaman lainnya. Bagi penduduk memanfaatkan produk bukan kayu tersebut berdasarkan kebutuhan tertentu. Kalaupun ada yang mengusahakan dilakukan dengan skala kecil dan modal yang terbatas. Disamping itu agar keberadaan produk-produk bukan kayu yang diperoleh dari sekitar ataupun dari dalam kawasan tetap menjamin kelangsungan daur hidupnya maka pengutipan dilakukan dengan memperlihatkan siklus waktu atau pengutipan berjangka. Umumnya produk- produk bukan kayu yang dikumpulkan masyarakat adalah produk-produk bukan kayu yang memiliki nilai pasar atau yang biasa diperjual belikan. Baik pada pasar lokal maupun pada pasar luar daerah. Dilokasi survei yaitu Dusun Pamah Semelir penduduk memanfaatkan produk bukan kayu bukan sebagai mata pencaharian utama tetapi hanya sebagai tambahan pendapatan. Dari daerah Pamah Semelir sebagai daerah penelitian secara umum memanfaatkan kawasan penyangga dengan tanaman bambu, pengolahan air nira sedangkan tanaman jenis rotan relatif jarang karena untuk memperolehnya harus memasuki kawasan Taman Nasional. Namun demikian disekitar kawasan ini masih terlihat adanya penebangan kayu yang diperjual belikan untuk keperluan perahu, kayu gergajian atau kayu logs bulat. Penebangan diakui penduduk pada tanah miliknya sendiri. Pengetahuan penduduk tentang nilai manfaat produk bukan kayu yang terdapat di kawasan penyangga hanya pada produk-produk yang sudah umum diperjualbelikan secara tradisional. Berbagai jenis produk bukan kyu yang berguna untuk keperluan rempah-rempah, obat-obatan maupun tanaman hias belum diperjualbelikan. Selain itu pada tanaman yang berserat seperti pandan hutan diolah oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari bagi keperluan rumah tangga. Sehubungan dengan produk-produk bukan kayu yang memiliki nilai keindahan ornamental berdasarkan hasil survei bandingan kepada pengusaha tanaman hias menerangkan bahwa pada dasarnya minat serta permintaan tanaman hias yang berasal dari hutan hujan tropis sangat diminati pengunjung luar negeri dan Mancanegara. Kerap kali adanya permintaan dalam skala besar tidak dapat dipenuhi sehingga peluang export tanaman hias menjadi tertutup. Menurut pengusaha-pengusaha tanaman hias tersebut setiap ada permintaan tanaman hias