Konstruksi Matriks Analisis Kebijakan untuk Kawasan TNGL

satu yang berarti bahwa pengusahaan TNGL mempunyai keunggulan kompetitif yang rendah Tabel 29. Perhitungan-perhitungan pada tabel ini berasal dari Lampiran 19. Tabel 29. Indikator-Indikator Matrik Analisis Kebijakan Indikator Nilai Keuntungan Privat PP -46,364,812 Rasio Biaya Privat PCR 1.22 Keuntungan Sosial SP 94,984,073 Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0.72 Transfer Output OT -56,546,000 Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 1.98 Transfer Input IT 71,016,749 Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 1.25 Tranfer Faktor FT 13,786,136 Koefisien Proteksi Efektif EPC 0.62 Transfer Bersih NT -141,348,885 Koefisien Keuntungan PC -0.49 Rasio Subsidi ProdusenSRP -0.23 Keunggulan komparatif dapat diukur berdasarkan keuntungan sosial SP. Hasil perhitungan menunjukkan nilai keuntungan sosial adalah sebesar Rp 94.984.073 dimana nilainya yang positif memiliki arti bahwa upaya pengelolaan TNGL menguntungkan dari sudut pandang sosial ekonomi. Nilai keuntungan sosial yang diperoleh ternyata lebih besar dari pada keuntungan finansial, hal ini mengindikasikan telah terjadi kegagalan pasar, sehingga harga privat tidak dapat mengidentifikasi harga sosial. Kegagalan pasar ini dimungkinkan lebih disebabkan oleh gagalnya pengelola dalam memperhitungkan eksternalitas positif lainnya yang dihasilkan oleh upaya-upaya pengelolaan TNGL ke dalam kebijakan penetapan harga pricing policy tiket masuk dari pada kebijakan atau intervensi pemerintah yang mendistorsi pasar dalam bentuk peraturan-peraturan baku pengelolaan TNGL. Sedangkan nilai rasio sumberdaya DRC menunjukkan nilai yang lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,72. Hal ini berarti bahwa pengusahaan efisien secara ekonomi dimana untuk memperoleh tambahan satu rupiah output diperlukan tambahan biaya faktor domestik lebih kecil dari satu rupiah, atau dengan perkataan lain memiliki keunggulan komparatif.

8.2. Dampak Kebijakan Pengelolaan Kawasan TNGL

Dampak kebijakan pemerintah terhadap output diperlihatkan oleh nilai OT. Nilai OT menunjukkan nilai yang negatif sebesar Rp 56.546.000 yang berarti bahwa konsumen mendapatkan nilai atau harga yang lebih rendah dari harga yang seharusnya diterima apabila kegagalan pasar yang tidak mampu menampung eksternalitas positif dari pengelolaan TNGL. Sedangkan nilai koefisien proteksi output niminal NPCO adalah 1,98. Nilai NPCO yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya kebijakan dalam pengaturan harga, sehingga terjadi transfer pendapatan dari pengelola kepada konsumen. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input ditunjukkan oleh nilai IT yang besarnya Rp 71.016.749. Nilai yang positif ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input dalam pengelolaan TNGL merugikan pengelola secara finansial. Sedangkan nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input. Hasil analisis menunjukkan nilai NPCI lebih besar dari satu yang berarti menunjukkan adanya kegagalan pasar dalam memperhitungkan eksternalitas positif selain nilai wisata dari pengelolaan TNGL yang menyebabkan kerugian bagi pengelola. Nilai FT dari perhitungan memberikan nilai positif yang menunjukkan harga input pada tingkat harga finansialnya lebih tinggi dari pada harga sosialnya. EPC atau koefisien proteksi efektif menunjukkan sejauh mana kebijakan pemerintah dalam melindungi atau menghambat pengelolaan. Nilai EPC dari hasil analisis adalah sebesar 0,62 yang menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output menyebabkan pengelolaan TNGL tidak mendapatkan keuntungan sebesar 62 persen dari nilai sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak memberikan proteksi yang cukup baik bagi pengelolaan TNGL. Koefisien keuntungan PC menunjukkan pengaruh gabungan pada output dan input tradable yang memperlihatkan dampak kebijakan yeng menyebabkan perbedaan antara tingkat keuntungan finansial dan ekonomi. Hasil analisis menunjukkan nilai PC sebesar negatif 0,49. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keuntungan finansial yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai transfer bersih NT menunjukkan besarnya penurunan atau penambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Hasil analisis memberikan nilai NT yang negatif. Hal ini menunjukkan adanya kebijakan yang menyebabkan berkurangnya surplus produsen. Sedangkan rasio subsidi bagi produsen SRP dari analisis juga memberikan nilai yang negatif sebesar 0,23. Nilai SRP yang negatif menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan pengelola megeluarkan biaya lebih besar dari pada biaya imbangan pengelolaannya opportunity cost dimana kebijakan pemerintah tersebut menyebabkan pengelola mengeluarkan biaya lebih besar 23 persen dari opportunity cost -nya.