Analisis Sensitifitas Analisis Kelayakan Ekonomi 1. Analisis Manfaat-Biaya

persen, 10 persen, dan 7 persen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan 14, dan ringkasannya disajikan pada Tabel 27. Terlihat pada Tabel 27 bahwa dengan tingkat diskonto 18 persen suku bunga pasar, semua perubahan yang terjadi penurunan manfaat bukan kayu 20 persen maupun kenaikan biaya operasional 20 persen menyebabkan pelaksanaan TNGL menjadi tidak layak NPV negatif, net BC lebih kecil dari satu, dan IRR lebih rendah dari tingkat diskonto. Kombinasi kedua perubahan tersebut tidak perlu dianalisis karena dapat dipastikan akan menyebabkan pelaksanaan TNGL semakin tidak layak. Tabel 27. Hasil Analisis SensitifitasTNGL Uraian NPV NET BC IRR Suku Bunga Pasar DF=18 Manfaat Bukan Kayu Turun 20 -179.144.352.776 0,710 7,81 Biaya Operasional Naik 20 -77.057.858.384 0,876 13,76 Suku Bunga Disubsidi DF=10 Manfaat Bukan Kayu Turun 20 -52.661.170.529 0,923 7,81 Biaya Operasional Naik 20 94.311.333.113 1,137 13,76 Manfaat Bukan Kayu Turun 20, dan Biaya Operasional Naik 20 -55.203.271.474 0,920 7,70 Suku Bunga Disubsidi DF=7 Manfaat Bukan Kayu Turun 20 22.039.238.690 1,031 7,81 Biaya Operasional Naik 20 193.602.444.212 1,269 13,76 Manfaat Bukan Kayu Turun 20, dan Biaya Operasional Naik 20 19.019.187.518 1,026 7,70 Apabila suku bunga disubsidi sedemikian rupa sehingga tingkat diskonto turun menjadi 10 persen, ternyata penurunan manfaat bukan kayu 20 persen menyebabkan TNGL masih belum layak dilaksanakan NPV –Rp 52.661.170.529, Net BC sebesar 0,923, dan IRR 7,81. Adapun kenaikan biaya operasional 20 persen, dengan tingkat diskonto 10 persen, tidak merubah status kelayakan TNGL karena NPV masih positif, Net BC masih lebih besar dari satu, dan IRR masih lebih tinggi dari tingkat diskonto Tabel 27. Akan tetapi, kombinasi kenaikan biaya operasional 20 persen dengan penurunan manfaat bukan kayu 20 persen menyebabkan bahwa TNGL tidak layak dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun suku bunganya sudah disubsidi, ”proyek” TNGL berisiko cukup tinggi untuk dijalankan, karena pengusahaannya menjadi tidak layak apabila ada gangguan penurunan arus manfaat bukan kayu. Oleh sebab itu, subsidi terhadap suku bunga yang diberikan harus lebih besar sehingga tingkat diskonto menjadi harus lebih rendah dari yang digunakan di atas. Dengan menggunakan tingkat diskonto 7 persen atau diberikan subsidi suku bunga sebesar 18 - 7 = 11, terlihat pada Tabel 27 bahwa apabila terjadi perubahan-perubahan seperti dikemukakan di atas, TNGL tetap layak dilaksanakan. Dengan demikian, agar manfaat ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar TNGL dan konservasi TNGL sekaligus dapat dilaksanakan dengan baik, maka pembiayaan TNGL perlu dilakukan dengan bantuansubsidi suku bunga. Tanpa insentif ini, maka kemungkinan masyarakat sekitar TNGL tidak dapat memperoleh manfaat ekonomi yang memadai, dan kelestarian lingkungan TNGL pun akan terancam.

VIII. ANALISIS MATRIK KEBIJAKAN

8.1. Konstruksi Matriks Analisis Kebijakan untuk Kawasan TNGL

Analisis dengan menggunakan matrik analisis kebijakan PAM diperlihatkan oleh Tabel 28. Analisis PAM di sini dilakukan terhadap kawasan yang didekati dengan penerimaan dan biaya-biaya dari aktivitas pariwisata alam di kawasan TNGL. Tabel ini diperoleh dari hasil perhitungan-perhitungan penerimaan dan biaya-biaya yang dapat dilihat pada Lampiran 18 . Tabel 28. Matrik Analisis Kebijakan Pengelolaan TNGL Rptahun Komponen Penerimaan Biaya Input Keuntungan Output Tradable Non- Tradable Harga Finansial 565,460,000 356,499,946 255,324,866 -46,364,812 Harga Sosial 622,006,000 285,483,197 241,538,730 94,984,073 Dampak Kebijakan -56,546,000 71,016,749 13,786,136 -141,348,885 Berdasarkan tabel PAM di atas dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh indikator tingkat keuntungan dari pengusahaan TNGL pada kondisi finansial dan ekonomi. Indikator tersebut digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif serta pengaruh kebijakan pemerintah pada output dan input. Keunggulan kompetitif dilihat dari nilai keuntungan finansial. Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata keuntungan finansial PP pengusahaan TNGL adalah negatif Rp 46.364.812 yang menunjukkan bahwa pengusahaannya merugi karena nilainya yang negatif. Sedangkan rasio biaya privat PCR yang mengukur efisiensi finansial adalah sebesar 1,22. Nilai PCR yang diperoleh lebih besar dari satu yang berarti bahwa pengusahaan TNGL mempunyai keunggulan kompetitif yang rendah Tabel 29. Perhitungan-perhitungan pada tabel ini berasal dari Lampiran 19. Tabel 29. Indikator-Indikator Matrik Analisis Kebijakan Indikator Nilai Keuntungan Privat PP -46,364,812 Rasio Biaya Privat PCR 1.22 Keuntungan Sosial SP 94,984,073 Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0.72 Transfer Output OT -56,546,000 Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 1.98 Transfer Input IT 71,016,749 Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 1.25 Tranfer Faktor FT 13,786,136 Koefisien Proteksi Efektif EPC 0.62 Transfer Bersih NT -141,348,885 Koefisien Keuntungan PC -0.49 Rasio Subsidi ProdusenSRP -0.23 Keunggulan komparatif dapat diukur berdasarkan keuntungan sosial SP. Hasil perhitungan menunjukkan nilai keuntungan sosial adalah sebesar Rp 94.984.073 dimana nilainya yang positif memiliki arti bahwa upaya pengelolaan TNGL menguntungkan dari sudut pandang sosial ekonomi. Nilai keuntungan sosial yang diperoleh ternyata lebih besar dari pada keuntungan finansial, hal ini mengindikasikan telah terjadi kegagalan pasar, sehingga harga privat tidak dapat mengidentifikasi harga sosial. Kegagalan pasar ini dimungkinkan lebih disebabkan oleh gagalnya pengelola dalam memperhitungkan eksternalitas positif lainnya yang dihasilkan oleh upaya-upaya pengelolaan TNGL ke dalam kebijakan penetapan harga pricing policy tiket masuk dari pada kebijakan atau intervensi pemerintah yang mendistorsi pasar dalam bentuk peraturan-peraturan baku