Produk kayu KEKAYAAN HUTAN KAWASAN PENYANGGA

Implikasi lebih lanjut dari pendayagunaan produk-produk bukan kayu dikawasan penyangga akan mendorong pemanfaatan produk-produk timber secara lebih terseleksi artinya penebangan timber dilakukan dengan memperhatikan aspek hidup yang generatif. Pertimbangan yang selektif tersebut karena adanya hubungan ketergantungan produk bukan kayu sebagai pelindung. Penebang yang selektif di kawasan Gunung Leuser sangat penting karena pada kawasan ini besarnya volume kayuha mempunyai daya tarik tersendiri bagi pada HPH maupun penebang liar. Lihat Tabel Taksiran kayu V m 3 ha untuk masing- masing kelas, diameter dan kelompok jenis. Tabel 17. Taksiran Volume Kayu m 3 Kelas Diameter Kelompk Jenis ha untuk Masing-masing Kelas, Diameter dan Kelompok Jenis Volume Harga Nilai Manfaat Min Rata2 max Min Rata2 Max 20 cm dan ke atas Dipterccarpaceae Komersil Seluruh jenis 50 cm dan ke atas Dipterccarpaceae Komersil Seluruh jenis 60 cm dan ke atas Dipterccarpaceae Komersil Seluruh jenis 52,56 60,09 67,62 78,60 89,14 99,69 34,64 96,39 108,14 42,41 49,38 56,35 54,01 65,07 76,13 58,09 70,06 82,03 33,10 40,03 46,96 41,71 49,95 58,19 44,59 53,57 62,55 350.910 384.330 300.780 350.910 384.330 300.780 350.910 384.330 300.780 18.441 21.084 23.278 30.208 34.258 37.306 25.456 12.281 32.524 14.881 17.157 19.771 20.757 24.841 29.255 17.471 21.071 24.670 11.613 14.046 16.476 16.028 19.370 22.361 13.411 14.440 19.022 Sumber : Direktorat Inventarisasi Hutan Survai HPH Kluet, Aceh, 2005 diolah. Harga para penebang Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat besarnya potensi sumber daya produk kayu yang minimal 431,60 m 3 per hektar, rata-rata 573,70 m 3 per hektar dan maksimal 657,70 m 3 per hektar. Jika nilai per meter kubik senilai dengan harga yang tertera pada Tabel maka setiap hektar lahan penyangga yang asli mempunyai nilai minimal 50,3 juta, rata-rata 58,977 juta dan maksimal 87,6 juta. Nilai ini ditambah dengan nilai produk bukan kayu yang diestimasikan sebesar Rp 3,4 juta per hektar serta adanya manfaat tidak langsung indirect uses value. Amgka-angka tersebut memberikan suatu gambaran tentang besarnya nilai pengorbanan kawasan penyangga yang asli dengan ekosistemnya. Nilai pengorbanan ini sangat tidak setara dengan nilai manfaat yang diterima bila kawasan penyangga dikonversikan ke dalam bentuk tanaman budidaya, sehingga contoh dapat dilihat dari angka produksi beberapa jenis tanaman yang umumnya terdapat di sekitar kawasan seperti coklat, karet, dan palm oil. Lihat tabel produksi tanaman perkebunan beberapa daerah di sekitar daerah TNGL. Tabel 18. Produksi Beberapa Komoditi Tanaman Perkebunan per hektartahun Nama Produksi Kelapa Sawit Coklat Karet Desa Bahorok Salapian Sungai Bingai Selesai Setabat Babalan 12.894 kg 9.174 kg 14.288 kg 10.200 kg 9.877 kg 6.320 kg 300 kg 300 kg 300 kg 320 kg 320 kg 428 kg 550 kg 844 kg 530 kg 490 kg 650 kg 569 kg Sumber: Badan Pusat Statistik, 1992 diolah. Memperhatikan angka produksi rata-rata komoditi-komoditi tersebut dapat diketahui bahwa tingkat produksi karet dan coklat sangat rendah yaitu 650 kg perhektartahun dan 329,6 kg hektartahun sedangkan produksi buah kelapa sawit relatif sedang. Jika harga setiap komoditi Rp 540 untuk karet, Rp 1500 untuk coklat dan Rp 118 untuk buah kelapa sawit. Dari hasil perkalian harga dengan jumlah produksi untuk rentang waktu 25 tahun maka hasilnya tetap lebih rendah dari nilai total ekonomi yang disumbangkan oleh produk timber bukan kayu. Dengan beberapa uraian tersebut ternyata nilai kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dengan pengelolaan sumberdaya kawasan penyangga beserta dengan aneka atribut yang dimilikinya juga dapat dikembangkan menjadi areal wisata yang bernilai tinggi. Hal ini merupakan nilai tambah bagi Taman Nasioanal yang akan memacu tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang terdapat disekitar kawasan tersebut.

VII. ANALISIS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

7.1. Identifikasi Pembiayaan TNGL

Keberadaan TNGL disadari memiliki beraneka manfaat lamgsung dan manfaat tidak langsung pada masyarakat maupun ekosistem lingkungan. Untuk memenuhi kelestarian fungsi sosial ekonomi, pihak pemerintah melalui Departemen Kehutanan yaitu Direktorat Jenderal Taman Nasional sebagai pengelola TNGL secara rutin telah mengeluarkan dana pengusahaan agar Taman Nasional tetap lestari. Dana pengusahaan tersebut merupakan biaya-biaya bagi pembangunan sara maupun prasarana serta biaya petugas lapangan. Pada dasarnya, biaya pengusahaan TNGL dikelompokkan pada dua golongan yaitu : 1. Anggaran pembangunan, dan 2. Anggaran Rutin, yang meliputi segala pengeluaran yang disedikan untuk memelihara sarana fisik yang tersedia dan pengeluaran rutin untuk gaji pegawai. Sedangkan anggaran pembangunan merupakan anggaran yang dipersiapkan dan dipergunakan untuk membangun berbagai sarana fisik yang diperlukan di dalam kawasan taman nasional. Pengeluaran fisik tersebut diantaranya untuk membangun jalan dan lain-lain. Pada bagian pembangunan fisik ini biaya rutin dipergunakan untuk memelihara sarana fisik yang terhitung sejak pembangunan sarana fisik diselesaikan hingga April 1990 untuk seluruh lokasi TNGL telah dibangun gedung dan sarana fisik 513 buah, sarana jalan setapak 56 km, instalasi air dan jalan patroli 5,5 km. Seluruh bangunan gedung sarana dan prasarana tersebut tersebar pada beberapa wilayah Taman Nasional yang meliputi Daerah Gunung Leuser bagian Barat, Tengah dan Timur. Lebih Jelas Lihat Tabel 18. Sumber dana pengusahaan Taman Nasional Gunung Leuser secara keseluruhan diperoleh dari dana pemerintah merupakan investasi pemerintah. Selain itu bantuan keuangan juga diperoleh dari World Bank Iuran Hasil Hutan IHH. Dana pengusahaan TNGL dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut menunjukan suatu pertanda bahwa keberadaan TNGL semakin dirasakan mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan. Hal ini dapat diduga dari kerugian yang ditimbulkan bila keberadan Taman Nasional rusak. Tabel 19. Biaya Pembangunan TNGL No. Nama Daerah Total Biaya 1. 2. 3. 4. 5. Gunung Leuser Bagian Barat a. Tapak Air Dingin b. Tapak Kluet Selatan c. Stasiun Pengamatan Kluet Selatn d. Stasiun Pengamatan Jambu Kluange e. Stasiun Pengamatan Pucuk Lembang Gunung Leuser Bagian Tengah a. Stasiun Penelitian Ketambe b. Stasiun Penelitian Ketambe c. Tapak Stasiun Pengamatan Lawe Gurah Gunung Leuser Bagian Timur a. Tapak Bukit Lawang Bohorok b. Tapak Sekundur, Besilang c. Stasiun Penelitian Aras Napal. Sekundur d. Stasiun Pengamatan Sekundur Peralatan Komunikasi Kantor dan Rumah Dinas Fasilitas Pengelola Rp. 65.170.000 Rp. 309.032.000 Rp. 67.768.000 Rp. 84.963.000 Rp. 84.968.000 Rp. 318.012.000 Rp. 81.968.000 Rp. 340.968.000 Rp. 124.850.000 Rp. 134.814.000 Rp. 340.548.000 Rp. 49.890.000 Rp. 93.968.000 Rp. 1.288.352.500 Jumlah Rp. 3.382.352.500 Sumber : Desain Engineering Gunung Leuser, 1992. Besarnya nilai kerugian kerusakan TNGL, dapat diketahui dari besarnya biaya pencegahan kerusakan, dari rencana pengembangan tahunan program