BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengantar
Kajian pustaka yang terdiri dari pencermatan terhadap penelitian atau kajan terjemahan yang pernah dilakukan untuk memberikan fakta-fakta empiris
tentang masalah terjemahan dan telaah teoretik terhadap teori dan konsep-konsep tentang terjemahan untuk mendapatkan acuan dasar membangun landasan teori
penelitian.
2.1.2 Penelitian Terjemahan yang Pernah Dilakukan
Tinjauan hasil terjemahan tentang penelitian yang pernah dilakukan ini merupakan dasar peneliti untuk mendudukkan kajian penelitian terhadap
penelitian kajian yang peneliti kaji. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikumpulkan untuk dijadikan bahan teoritik.
Soemarno 1988 dalam desertasinya meneliti hubungan antara belajar dalam bidang penerjemahan, jenis kelamin, kemampuan berbahasa Inggeris
dengan tipe-tipe kesilapan terjemahan dari bahasa Inggeris ke dalam bahasa Indonesia. Disimpulkan dalam penelitian tersebut bahwa lama belajar dalam
bidang penerjemahan tidak berkorelasi dengan frekwensi kesilapan terjemahan
Universitas Sumatera Utara
yang dibuat oleh para mahasiswa. Kontribusinya lebih banyak bersifat praktis bagi pengajaran penerjemahan, sedangkan kontribusi hasil penelitian Hoed lebih
bersifat teoritis. Penelitian Hoed merupakan model kajian terpadu antara pendekatan sastra, linguistik dan terjemahan yang sekaligus membuktikan adanya
benang merah yang menghubungkan dan menembus sekat-sekat bidang keilmuan serta mengindikasikan kesalingbermaknaan pemahaman bidang ilmu tertentu
terhadap pengkajian suatu masalah kebahasaan yang lebih holistik. Secara teoretis penelitian ini telah mengungkapkan bahwa dalam
penerjemahan yang memberikan prioritas kepada usaha mempertahankan keutuhan pesan teks sumber pada hasil terjemahan memang lazim menjauhi
perwujudan kesejajaran bentuk antara bentuk bahasa sumber dan bentuk bahasa target. Walaupun demikian, belum diungkapkan bahwa dalam proses
penerjemahan, pemadanan teks sumber tidak saja membawa implikasi pergeseran bentuk tetapi juga pergeseran makna meluas, menyempit atau hilangnya
informasi. Ida Bagus Putra Yadnya desertasinya yang berjudul, Pemadanan Makna
Berkonteks Budaya: Sebuah Kajian Terjemahan Indonesia-Ingeris 2004, yang mengkaji representasi makna berkontek budaya sebagai konsekuensi dari strategi
pemadanan.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan linguistik dalam studi terjemahan juga pernah dilakukan Yadnya dan Resen 1986. Topik tersebut yaitu studi kasus terjemahannya adalah
pergeseran formal frasa benda dalam terjemahan Ingeris-Indonesia. Jangkauan masalah dalam penelitian terbatas pada mengidentifikasi seberapa jauh terjadi
kesejajaran bentuk penerjemahan frasa benda bahasa Ingeris ke dalam bahasa Indonesia dan sejauh mana terjadi pergeseran formal tau alih bentuk berwujud
alih unit, struktur, dan kelas pengisi elemen struktur dalam penerjemahan. Temuan dan analisis data pergeseran formal yang disajikan menunjukkan
terjadinya peristiwa pergeseran unit, struktur, dan kelas. Sembiring 1995 dalam artikel yang berjudul “Masalah Penerjemahan
Hubungan Kekerabatan dalam Alkitab dalam Bahasa Karo”, menegaskan bahwa di samping memberi prioritas pada arti yang mendukung teks sumber Alkitab
dan bukan pada bentuk dari bahasa sumber, penerjemah juga peka terhadap kebudayaan penerima dan sejauh mungkin haruslah wajar.
Puspani 2003 mengungkapkan dalam tesisnya tesisnya yang berjudul “The Semantic Features of The Terms Related to Balinese Culture in the Novel
Sukreni Gadis Bali and Their Translation in The Rape of Sukreni” Kajian Terjemahan. Kajiannya berhasil mengidentifikasikan terms yang berhubungan
dengan budaya Bali dari berbagai bidang mencakup 1 aspek kehidupan petani;
Universitas Sumatera Utara
2 fenomena historis; 3 upacara agama Hindu Bali; 4 sistem sapaan serta bagaimana terms tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Lubis, 2009 mengkaji kasus penerjemahan etnografik dengan melakukan studi kasus penerjemahan teks mangupa dari bahasa Mandailing ke dalam bahasa
Inggris. Dalam penelitian Lubis, mengidentifikasi 1 perbedaan kelinguistikan dalam bahasa sumber dan bahasa target, 2 mengidentifikasi masalah
kelinguistikan yang muncul dalam penerjemahan bahasa sumber ke bahasa target.3 perbedaan budaya yang ada dalam bahasa sumber dan bahasa target. 4
masalah budaya apa yang muncul dalam penerjemahan bahasa sumber ke bahasa target. 5 dampak teknik penerjemahan yang digunakan terhadap kualitas
terjemahan dalam hal keakuratan accuracy, keterbacaan readabbility dan keberterimaan acceptability. Masalah menarik lainnya adalah bagaimana wujud
dan kecenderungan pola-pola perpadanan makna berkonteks budaya dan pergeserannya.
Persamaan kajian penelitian yang telah dilakukan Lubis, dan Puspani dengan kajian penelitian “Kajian Teks Bahasa Angkola – Indonesia” terletak
pada substansi pokok yakni sama-sama mengangkat masalah penerjemahan. Muara perbedaan dari kajian Lubis, dan Puspani dengan kajian penulis
terletak pada kontribusinya berdasarkan paradigma yang dibangun melihat terjemahan sebagai produk dengan kesesuaian pendekatan yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
semantik. Penulis menyakini hasil kajian Puspani memberikan kontribusi yang berarti pada pengayaan analisis semantik dan menunjukkan pada kasus-kasus
terjemahan seberapa jauh kontribusi semantik dalam menentukan tingkat kesepadanan pesan dari suatu bahasa sumber dalam bahasa target. Walaupun
terdapat persamaan dalam menilai pentingnya peran semantik dalam penerjemahan tetapi berdasarkan perspektif yang melihat penerjemahan sekaligus
sebagai produk dan proses LSF serta memandang teori semantik sebagai sarana maka kontribusi hasil kajian penulis lebih condong pada teori terjemahan
dibandingkan dengan teori semantik dan pada praktek penerjemah dan mengkaji teks sebagai produk dengan kerangka kerja Haliday dan Saragih 2006 Angkola-
Indonesia.
2.1.3 Kajian Pustaka yang Berkaitan dengan Bahasa dan Kebudayaan dalam Kerangka Kajian Terjemahan