Pergeseran Komponen Pragmatik Analisis Pergeseran Makro Macro Shift Analisis

makro yang terjadi dalam pemadanan ketiga cerpen bahasa sumber yang dikaji ke dalam bahasa Indonesia mencakup 1 pergeseran komponen semantik dan 2 komponen pragmatik. Jangkauan analisis tentu saja akan disesuaikan dengan kondisi data yang berhasil diidentifikasi.

4.2.2.1 Pergeseran Komponen Pragmatik

Mengacu berbagai konsep di atas dan mencermati kasus-kasus pemadanan ketiga teks sumber kedalam bahasa Indonesia berbagai pergeseran komponen pragmatik dapat diidentifikasi. Pergeseran tersebut pada dasarnya menyangkut pergeseran kohesi dan koherensi yang bersifat tekstual seperti misalnya acuan references, elipsis, kolokasi, subsitusi, reiterasi atau pengulangan, informasi lama dan baru, fokus, dan kedefinitan. Berikut adalah sejumlah kasus pergeseran . Pergeseran komponen tekstual lainnya yang teridentifikasi adalah elipsis seperti yang terlihat dalam data berikut. TS 105 Ise do bayo na mangoban daganak i. Di oban tudia do daganak i dhot bayo i. NP TT 105 Siapa laki-laki yang membawa anak-anak itu. Mau di bawa ke mana anak itu. NPR Dalam pencermatan terhadap pemadanan teks tersebut di atas, beberapa catatan bisa dibuat dalam kaitannya dengan pergeseran yang terjadi. Pertama, adalah kasus pergeseran acuan jamak plural menjadi tunggal singular yang dituntukkan oleh pemadanan kalau danak-danak i ke dalam anak. Makna jamak dalam bahasa sumber ditandai oleh perulangan sedangkan makna tunggal Universitas Sumatera Utara dalam bahasa target tidak ditandai oleh perulangan.. Catatan ke dua yang bisa dikemukakan adalah pergeseran struktur kalimat dari kalimat interogatif menjadi kalimat deklaratif seperti yang diperlihatkan dalam pemadaman kalimat “ Di oban tu dia do danak-danak i ?’’Dalam bahasa sumber menjadi “ Hendak di bawa ke mana anak-anak itu? Kasus yang ke tiga adalah pergeseran komponen tekstual berupa ellipsis seperti yang diperlihatkan dalam pemadanan kalimat, Inda maila do ho maligin na? “Apakah engkau tidak malu melihatnya? Kami akan malu.” Dalam bahasa sumber pengulangan dalam hal ini predikat, maila adalah hal yang bisaa dan begitu juga dalam kaedah bahasa target bahasa Indonesia umumnya pengulangan tidak dihindarkan. Oleh karena itulah dalam bahasa target padanan malu yakni dimunculkan pada kalimat yang akhir. Kalau dicermati lebih dalam pemadanan kalimat Miila do hami maligin na? “Kami akan malu.” ke dalam “Kami malu” proses ini tidak saja menunjukkan elipsis predikat tetapi juga pergeseran perluasan jangkauan deiktik persona dari eksklusif menjadi inklusif. Kami dalam teks sumber merupakan titik acuan yang hanya melingkupi pembicara orang pertama jamak sementara padanannya maila do dalam teks target tidak saja melingkupi pembicara orang pertama jamak. Contoh elipsis lain yang perlu dikemukakan di sini adalah elipsis yang terdapat dalam data 249 berikut: TS 106 Dung do i mamolus anak sikola sian jolo panopaan Uda, nanggo lupa halaki mangumam-umami sora ni panakko ni Uda Dja Gokkon. Dungi muse didookon hala sora i pandusdus ni Arsad, Arsad, Arsad...”, ninna dibege halaki. TT 106 Setiap anak sekolah melitasi depan panopaan tidak lupa mereka menyoraki pencuri bapak Dja Gokkon. Sesudah itu mereka bersorak pembohong si Arsad, Arsad..”,Itulah yang terdengar. Tidak tahu siapa yang pertama Universitas Sumatera Utara mengatakannya, suara itu suara seperti besi yang dipanaskan dengan arang dan setelah itu seperti diam seperti hilang-hilag timbul, begitulah suara orang itu; dengan mengatakan ‘boleram, boleraaaam . BVD Nabinoto bagi ise parjolo mandokon, sora ni bosi na haiha hararaanna dibuat sian api arong lalu dipahelpat- kelpat dung disornopkon tuaek nangali, sora na nikkalahi: “Boleraaaam, Boleraaaam, ...”, ninna ma nikalai. BVD Secara tekstual kasus pemadanan teks sumber kalimat yang bergaris bawah tersebut di atas menunjukkan pelesapan lawan bicara dalam teks target. Orang ke dua orang itu dalam kalimat, sora na nikkalahi: “Boleraaaam, Boleraaaam, ...”, . tidak dimunculkan dalam padanannya Boleraaaam, Boleraaaam. Dari segi pragmatik pemadanan kalimat di atas menunjukkan suatu pergeseran modalitas yakni sikap pembicara dan fungsi kalimat. Melihat hubungan pembicara dan lawan bicara, kalimat, so didookon ra na nikkalahi: “Boleraaaam, Boleraaaam, dan pandusdus ni Arsad, Arsad, Arsad,...”’ bersifat anjuran atau saran untuk tidak berbuat sesuatu terhadap seseorang untuk kepentingan keselamatannya sementara padanannya ulang ho songoni lebih berupa larangan atau keharusan memiliki makna inferatif untuk tidak melakukan yang dinyatakan oleh predikat tersebut. Di samping elipsis, wujud pergeseran pragmatik lain yang teridentifikasi berupa pergeseran hubungan kohesif intra kalimat seperti yang ditunjukkan oleh data berikut: TS 107 Sude halak na kayo adong supir na. Tai anggo malanggar aha giot halaki martanggung-jawab? TT 107 Tapi semua direktur bank punya sopir pribadi Apa mau si direktur bertanggung jawab karena sopirnya yang nabrak? Universitas Sumatera Utara Dalam proses pemadanan teks 107 di atas telah terjadi pergeseran hubungan kohesif intra kalimat yang bergarisbawah dari hubungan kausal sebab akibat dalam teks sumber yang ditandai oleh piranti formal karena “Apa mau si direktur bertanggungjawab karena sopirnya yang nabrak?”. Seperti yang pernah diungkapkan bahwa sampai batas-batas tertentu tak bisa dihindarkan karena perbedaan sistem linguistik bahasa sumber dengan bahasa target di satu sisi dan keputusan penerjemah di sisi lain. Perbedaan sistem linguistik tersebut mewajibkan penerjemah untuk melakukan penyesuaian sistem dengan alasan kealamiahan dan keterbacaan teks padanan dalam bahasa target. Sementara keputusan yang diambil oleh penerjemah dalam menentukan strategi pemadanan diwarnai oleh perspektif dan sikap penerjemah terhadap teks dan dampak yang ingin ditimbulkan terhadap teks padanan dikalangan pembaca target audience. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, sebuah teks dibangun oleh dua jenis hubungan struktural dan kohesif, yakni hubungan lokal, yakni hubungan antar kalimat yang mencakup hubungan-hubungan yang tidak bisa dijelaskan tanpa mengacu pada fitur-fitur antar kalimat inter-sentence features dan bagian-bagian teks diluar kalimat yang menjadi pusat perhatian. Dengan demikian elemen- elemen dalam kalimat tertentu yang disamping berperan dalam struktur kalimat tersebut, dalam hubungannya dengan kalimat-kalimat lainnya juga memberikan kontribusi pada kesatuan atau keutuhan teks secara keseluruhan. Berangkat dari pandangan konseptual di atas maka dalam kasus pemadanan teks 133 tersebut diatas telah terjadi pergeseran koherensi berupa pergeseran hubungan menjadi global. Yang menjadi topik dalam teks sumber adalah “Uda Dja Gokkon, yang Universitas Sumatera Utara ditunjukkan oleh kalimat topik padanan “ pencuri bapak Dja Gokkon. Item leksikal “Uda” dalam teks sumber secara tekstual memiliki hubungan kohesif lokal, yakni hubungan intra kalimat sedangkan padanannya “Bapak” secara pragmatik disamping memiliki hubungan lokal intra kalimat juga berfungsi sebagai piranti formal yang memiliki hubungan koherensi yang bersifat global, yakni hubungan inter-kalimat yang membentuk kesatuan dan koherensi teks secara keseluruhan berupa tema. Teks sumber cerpen tidak sekedar berbicara tentang Uda sebagai keadaan tetapi Uda sebagi proses.

4.2.2.2 Pergeseran Komponen Semantik