Tabel 1 Teori terjemahan secara skematis
Moentaha Salihen, 2006:9
Teori terjemahan
Umum Khusus
No Ragam 1
2 3
4 5
Sastra Jurnalistik
Surat kabar koran Ilmiah
Dokumetasi resmi Dasar
Arahan
Ilmu Linguistik
2.1.3.4 Hakikat Terjemahan
Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan science of translation, Übersetzungssenschaft. Namun kata “ilmu”
di sini berarti teori, metode, teknik dan bukunya ilmu pengetahuan yang berdiri Sosiolinguistik
Etnolinguistik Psikolinguistik
Geografilinguistik Linguistik
Kontrastif
Universitas Sumatera Utara
sendiri, mengingat linguistik terjemahan adalah bagian dari ilmu linguistik atau dikatakan cabang dari linguistik aplikasilinguistik terapan.
Ada dua pengertian yang menyangkut kata “terjemahan”- berupa kentalan dikotomikentalan dwibelah yakni, proses dan hasilanaliasis dan sintesis.
Pertama, terjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa analisis yang hasilnya merupakan teks terjemahan sintaksis. Kedua,
terjemahan hanya sebagai hasil saja sebagai proses kegiatan manusia itu. Hasil itu
disebut teks terjemahan, misalnya kalau kita mengatakan: “belum lama ini terbit terjemahan soneta Shakespeare. Ini adalah karya terjemahan yang paling baik
yang pernah saya baca”. Arti yang pertama analisis dan sinteksis itulah yang akan kita bicarakan.
Proses terjemahan das Übersetzen, the transleting , seperti yang dikatakan ilmuwan bahasa dari Jerman, G. Jäger dalam Moentaha 2006:6
adalah transformasi teks dari suatu bahasa ke bahasa lain tanpa megubah isi teks asli. Jadi, terjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang berbeda dengan
jenis transformasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri. Jenis yang terakhir ini disebut jenis transformasi gramatikal. Transformasi
antarteks antarkorpus dalam berbagai bahasa, sedangkan tranformasi gramatikal adalah transformasi struktur gramatikal ujaran tanpa mengganggu komponen-
komponen leksikalnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses transformasi terjemahan, kita selalu berhadapan dengan suatu teks-teks bahasa asli dan teks bahasa terjemahan. Dalam proses transformasi
terjemahan, kita selalu berhadapan dengan dua teks-teks bahasa asli dan teks bahasa terjemahan. Timbul pertanyaan-Apa dasarnya, kita bisa mengatakan,
bahwa kalimat bahasa Inggris : “My fiancee lives in Jakarta” adalah terjemahan
kalimat bahasa Indonesia: “Tunanganku tinggal di Jakarta”, sedangkan kalimat bahasa Indonesia: “Saya belajar di sebuah Institut” tidak merupakan
terjemahan kalimat bahasa Inggris tersebu diatas? Tampaknya tidak semua penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks
dalam bahasa lain merupakan terjemahan. Untuk bisa disebut terjemahan, teks dalam bahasa A harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks dalam bahasa
B. Dengan kata lain, dalam memindahkan informasi dari sistem bahasa yang satu ke sistem bahasa yang lain harus dipertahankan isi informasi teks asli. Proses
terjemahan bisa berlangsung berkat adanya satuan-satuan bahasa: morfem satuan bahasa terkecil, kata, rangkaian kata-kata word-group, word-combination,
collocation, kalimat tunggal dan majemuk dan tekswacana satuan bahasa terbesar.
Setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua sisitingkat level:tingkat pengungkapan level of expression dan tingkat isi level of
content. Berbagai bahasa mempunyai satuan-satuan yang berlainan tingkat
Universitas Sumatera Utara
pengungkapannya, tapi sama pada tingkat isinya. Misalnya, kalimat bahasa
Inggris-This is a table diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia: Ini adalah meja, yang berbeda tingkat pengungkapannya
bentuknya, tapi sama pada tingkat isinya maknanya.
Kita telah menetapkan bahwa dalam proses terjemahan selalu ada dua teks: yang pertama disusun tanpa tergantung pada yang kedua sedangkan yang
kedua disusun berdasarkan pada tingkat isi yang pertama. Teks yang pertama kita sebut teks asli, sedangkan teks yang kedua-teks terjemahan. Bahasa, yang teksnya
merupakan teks asli disebut bahasa sumber source language, sedangkan bahasa, yang teksnya merupakan teks terjemahan, disebut bahasa sasaran BS
→ target language.
Misalnya, pengungkapan informasi dalam teks asli menggunakan sarana gramatikal, tapi disampaikan dalam teks terjemahan dengan bantuan sarana
leksikal seperti dalam kalimat bahasa Angkola; Di boan dope eme sitarolo, na dijomurkon di ari parudan, adat ni ompunta na parjolo, i ma na manjadi
panggolom, dipakai sarana gramatikal-kala pluperfektum yang tidak ada dalam
sistem gramatikal bahasa Indonesia, sehingga penerjemahannya menggunakan
bantuan sarana leksikal: perkawinan sebaiknya berpedoman pada adat yang ada.
Penggantian sarana gramatikal dengan sarana leksikal dalam penerjemahan
Universitas Sumatera Utara
mungkin tidak terjadi, kalau teks BS bisa menyampaikan semua informasi yang ada dalam teks BP, termasuk sarana gramatikalnya.
Moentaha 2006:31 membedakan 3 jenis terjemahan : 1 terjemahan menurut ragam bahasa. 2 terjemahan menurut bentuk, dan 3 terjemahan
menurut hierarki bahasa, 4 terjemahan menurut tingkat isiTransformasi Antar Bahasa.
Sejalan dengan pengertian translation menurut Jakobson dalam Rokhman 2006:9, terdapat tiga tipe translation . Tipe pertama interlingual
translation menunjuk pada usaha-usaha untuk menyatakan suatu ide atau pikiran dalam bahasa yangsama. Tipe kedua adalah istilah yang sering dipahami sebagai
‘menerjemahkan’ dalam bahasa Indonesia. Tipe ketiga adalah usaha menerjemahkan sebuah pikiran atau ide dari bahasa verbal ke bahasa non verbal.
Menurut Nababan 2008:18, istilah translation mengacu pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dan Nababan juga
menegaskan perbedaan kata penerjemahan dan terjemahan. Penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan terjemahan artinya hasil
dari suatu penerjemahan 2008:19. Berbagai defenisi teleh diberikan oleh berbagai ahli mengenai istilah terjemahan translation. Catford 1965-1 lebih
menekankan pada medium, yakni melihat pesan dan mengemukakan bahwa penerjemahan adalah upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung
Universitas Sumatera Utara
dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat. Tidak jauh berbeda dengan Nida dan Taber 1984:17
memandang penerjemahan sebagai pengalihan pesan dari bahasa dari bahasa sumber ke bahasa target dengan menggunakan struktur gramatikal dan leksikon
yang sesuai dengan bahasa target dan konteks budayanya. Bell 1991:13 mendefinisikan terjemahan sebagai:
“the process or result of converting imformation from one language or language variety into another. The aim is to reproduce as accurately as possible
all gramatical and lexical features of the ‘source language’ original by finding equivalents in the target language. At the same time all factual information
contained in the original text......must be rentained in the traslation. Secara eksplisit defenisi di atas mengisyaratkan dua pengertian yakni
terjemahan sebagai proses dan produk. Namun dari defenisi di atas Bell menangkap ada tiga pengertian yang berbeda : 1 traslating yang mengacu pada
proses dan bermakna ‘menerjemahkan’ yakni merupakan aktivitas bukan objek yang bisa dilihat dan dirasakan; 2 a traslation yang merupaukan produk dari
proses penerjemahan dalam bentuk teks terjemahan; dan 3 traslation yang mengacu pada suatu konsep abstrak yang memberikan penjelasan terhadap proses
penerjemhan dan produk dari proses tersebut. Kalau dicermati lagi sebenarnya istilah terjemahan itu tidak hanya mengandung tiga pengertian seperti yang
ditangkap Bell sebagai proses, produk dan konsep tetapi menurut penulis
Universitas Sumatera Utara
disamping ke tiga konsep tersebut istilah traslation juga mengacu pada suatu metode atau cara yang diterapkan dalam proses penerjemahan.
Sebagaimana yang dikutip oleh Bell Dictionary of language and linguistics Hartmann and Stork, 1972:713 dalam Bell 1991, terjemahan
merupakan: “The reprelacement of a represenlation of a text in one language by a
representation of a equivalent text in a second language. Text in different laguages can be equivalent in different degres fully or
partially equivalent in respect of different levels of presentation equivalent in respect of context of semantic, of grammar, of lexis, etc.
and at different ranks word-for-word, phrase-for-phrase, sentences-for- sentences”
Defenisi terakhir di atas mengisyaratkan bahwa 1 padanan mutlak total equivalent merupakan sesuatu yang tidak mungkin dicapai; 2 bahasa berbeda
dalam forms codes and rules dan forms memiliki makna yang berbeda dan 3 bahasa bersifat sui generis.
Dari semua pembicaraan mengenai berbagai definisi dikutip di atas dapat disimpulkan bahwa :
1 penerjemahan bukanlah semata-mata pengalihan bahasa linguistic
transfer, atau pengalihan makna transfer of meaning tetapi juga pengalihan budaya cultural transfer;
Universitas Sumatera Utara
2 terjemahan sangat tergantung pada paradigma; cara bagaimana peneliti
melihat terjemahan sebagai objek kajian yaitumemandang suatu terjemahan; a sebagai suatu produk, dan b sebagai suatu proses; dan
3 terjemahan adalah pengertian a adanya pengalihan bahasa dari bahasa
sumber ke bahasa target; b pengalihan isi content; dan c keharusan atau tuntutan untuk menemukan padanan yang mempertahankan
keasliannya.
2.1.3.5 Jenis-Jenis Terjemahan