Terjemahan Bebas free translation Parafrase

dan BS, berangkat dari makna-makna satuan-satuan tersebut. Bagi penerjemah mesin atau manusia, padanan-padanan itu adalah padanan-padanan yang sudah ditugaskan sebelumnya, sehingga penerjemah pada waktu berlangsungnya proses terjemahanan tidak perlu lagi memperhatikan makna.

2.1.4.3 Terjemahan Bebas free translation

Terjemahan yang dilakukan di tingkat satuan-satuan bahasa, seperti kalimat atau teks secara keseluruhan. Misalnya, kalimat bahasa Inggris – I kissed her, sebenarnya bisa saja diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia di tingkat kata-saya telah menciumnya dan merupakan terjemahan yang adekuat. Tapi, penggemar terjemahan bebas mungkin akan menerjemahkannya sebagai berikut: saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah. Jelas, bahwa di sini penerjemahannya dilakukan bukan di tingkat kata, tapi di tingakat kalimat secara keseluruhan. Terjemahan bebas, pada umumnya lebih baik diterima ketimbang terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi penyimpangan makna, maupun pelanggaran norma-norma BS. Kekurangan teknik terjemahan bebas ialah apa yang disampaikan oleh terjemahan bebas kedalam teks BS bukan padanan makna teks BP, tapi gambaran situasi yang menghasilkan perolehan padanan situasi. Universitas Sumatera Utara Terjemahan bebas mungkin mengganti nuansa stilistis teks BP dan kalau hal ini terjadi, maka terjemahan bebas akan sepenuhnya melanggar keadekuatan teks BP dan teks BS yakni, yang disampaikan hanya makna dasar dan biasanya tanpa informasi emosional-artistik yang terkandung dalam teks BP.

2.1.4.4 Parafrase

paraphrase Capaian padanan situasi bisa juga diperoleh dari teknik terjemahan parafrasa, karena informasi yang ada dalam teks BP dipertahankan oleh teknik tersebut dalam bentuk gambaran situasi dan bukannya makna teks BP. Teknik parafrasa, penerjemah perlu mengetahui situasi riil yang digambarkan dalam teks BP, karena situasi riil seperti itu sering merupakan kunci yang secara absolute penting untuk mengungkap tabir makna kata-kata atau ungkapan –ungkapan yang satu atau yang lain dari sudut pandang gambaran situasi. Misalnya, kita harus menerjemahkan kalimat yang diambil dari cerpen W.S.Maugham- “A Man with a Conscience”. Like most young Frenchmen of his geberation, he was atlethic. Seandainya penerjemah tidak tahu situasi dan kenyataan riil yang ada dalam teks BP, maka dia tidak bisa memutuskan untuk menggunakan teknik parafrasa demi tercapainya tingkat keadekuatan terjemahan. Karena itu, salah satu Universitas Sumatera Utara syarat demi berhasilnya karya penerjemahan adalah mengetahui kenyataan riil yang ada dalam teks BP, misalnya dengan bantuan informasi ekstralinguistik. Sedangkan informasi ekstralinguistik menunjukkan, bahwa pada waktu itu sebagian besar pemuda Prancis gemar berolahraga. Berdasarkan pada kenyataan riil itu, kalimat bahasa Inggris di atas mungkin bisa diterjemahkan sebagai berikut: Seperti sebagian besar pemuda Prancis seangkatannya, dia senang berolahraga. Jadi, informasi teks BP yang dipertahankan lewat teknik parafrase dalam teks BS bukan maknanya, tapi gambaran situasi. Sehubungan dengan ini, timbul pertanyaan: Apa dasarnya menyebut teknik parafrasa sebagai salah satu cara untuk adekuat menuntut penyampaian informasi, yakni tingkat isi yang ada dalam teks BP. Rumusan terjemahan adekuat mencakup juga hal yang lain-tuntutan yang tidak lebih kecil pentingnya, yaitu mematuhi norma-norma leksikal, gramatikal dan stilistis. Contoh-contoh kalimat bahasa Inggris di atas sebagai bahasa pemberibahasa sumber yang diterjemahkan lewat teknik parafrasa meyakinkan kita, bahwa upaya penyampaian “dengan tepat” makna kata-kata, RK atau ungkapan-ungkapan yang ada dalam contoh-contoh kalimat tersebut upaya untuk memperoleh padanan formal akan melanggar norma-norma leksikal dan stilistis bahasa sasaran. Hal ini menjadi dasar bagi kita untuk menetapkan teknik parafrasa Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu cara untuk mencapai terjemahan adekuat. Meski demikian, teknik parafrasa boleh digunakan hanya kalau upaya untuk menyampaikan dengan tepat makna teks BP memberikan hasil yang secara leksikal, gramatikal dan stilistis kurang meyakinkan. Dengan demikian, untuk sementara ini, kita telah mengenal dua model padanan: selain padanan maknapadanan formal, dan padanan situasi. Untuk perolehan yang pertama penerjemah bisa dibantu oleh kamus atau konteks. Sedangkan perolehan yang kedua dipicu oleh kemampuan penerjemah mengetahui situasi dan kenyataan riil yang ada dalam teks BP, termasuk kemampuan untuk bisa berorientasi pada factor-faktor ekstralinguistik. Larson 1984:17, mengkategorikan dua jenis yaitu penerjemahan literal literal translation dan penerjemahan idiomatik idiomatic translatian. a Terjemahan Literal Translation Literal Terjemahan literal merupakan bentuk dasar terjemahan yang bertujuan untuk mengikuti bentuk bahasa sumber Larson, 1984:5. Contoh dalam data yaitu: “Di sada manyogot, ro ma tolu halak ulubalang tu bagas Godang inganna si Sakkot”. Artinya, “Di satu hari pagi, datang tiga orang ulubalang ke rumah besar tempat si Sakkot”. Universitas Sumatera Utara Secara nyata terjemahan ini kedengaran tidak alamiah dan bagi pembaca mungkin tidak berarti apa-apa. Terjemahan yang layak semestinya, “Pada suatu pagi, datang ke rumah Si Sakkot tiga hulubalang.” b Terjemahan Idiomatik Terjemahan idiomatik mempergunakan bentuk-bentuk alami bahasa target dalam struktur tata bahasa dan pemilihan kata yang berhubungan dengan makna. Terjemahan ini kedengarannya seperti ditulis seperti asli dalam bahasa target Larson, 1984:16. Dengan demikian penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan secara idiomatik. Penerjemah semestinya menghasilkan kembali bentuk bahasa target dengan memakai struktur semantik, arti dari hasil terjemahan tersebut harus dipertahankan sesuai dengan bahasa sumbernya, sedangkan bentuknya boleh berubah. Tujuannya adalah untuk menghasilkan suatu terjemahan idiomatik. Contoh: “ Di sada ari lalu ma si Sakkot tu sada porlak di tongan ni harangan. Dung di jou-jou sian topi ni porlak dohot sora na gogo laho mandok mangido isin masuk tu kobun dohot manyapai ise do halak nappuna kobuni”. Semestinya tidak diterjemahkan: “Di satu hari tiba si Sakkot ke satu perkebunan di tengah hutan. Dipanggil dari tepi perkebunan dengan suara keras lalu meminta izin masuk kekebun dengan bertannya siapa orang yang punya kebun.” tetapi “Pada Universitas Sumatera Utara suatu hari sampailah si Sakkot ke sebuah perkebunan di tengah hutan. Setelah dipanggil-panggil dari pinggir kebun dengan suara yang keras sekalian ingin mengatakan meminta izin masuk ke kebun serta bertanya siapa pemilik kebun itu”. Model 1 Penerjemahan Berdasarkan Makna oleh Larson BAHASA SUMBER BAHASA TARGET teks yang di terjemahkan Terjemahan Model penerjemahan tersebut di atas menggambarkan bahwa penerjemahan mencakup kegiatan mengkaji dan memadankan seakurat mungkin leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan konteks budaya teks sumber, menganalisisnya untuk menentukan maknanya dan kemudian merekonstruksikan makna yang sama ini dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa target dan konteksnya Larson, 1984:3. makna Mengungkapkan kembali makna Memahami Makna Universitas Sumatera Utara Bell 1991:70 mengatakan ada dua, metode penerjemahan: Literal Translation, dan Nonliteral Translation. Terjemahan Literal metode pemadanan yang berorientasi pada bahasa sumber terbagi tiga yaitu:

1. Borrowing peminjaman, 2. Loan Ttranslation atau Calque penerjemahan pinjaman,

3. Literal Translation penerjemahan harfiah.

Terjemahan nonliteral metode yang berorientasi pada bahasa target terbagi empat bagian yaitu:

1. Transposition Transposisi, yaitu menggantikan elemen bahasa

sumber dengan elemen bahasa target yang secara semantik berpadanan namun secara formal tidak berpadanan. 2. Modulation Modulasi, pergeseran sudut pandang atau perspfektif. 3. Equivalence Kesepadanan, yaitu penggantian sebagian bahasa sumber dengan padanan fungsionalnya dalam bahasa target. Dengan kata lain suatu situasi yang sama dapat diungkapkan ke dalam dua teks dengan menggunakan metode stilistika dan struktur yang sama.

4. Adaptasition Penyesuaian yaitu, pengupayaan padanan kultural antara

dua situasi tertentu. Strategi ini digunakan pada kasus pemadan di mana situasi yang diacu oleh pesan bahasa tidak dikenaldimiliki Universitas Sumatera Utara unknown dalam budaya bahasa target sehingga penerjemah harus menciptakan situasi yang dapat dianggap sepadan. Masing-masing metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Menggunakan langsung kata tersebut dalam bahasa sasaran, bisaanya tidak ada perubahan bentuk maupun makna. Contoh dalam bahasa Angkola “dosa, perkaro, dan dua” dan bahasa target “dosa, perkara, dan dua”.

1. Loan Translation calque, merupakan metode penerjemahan atas

unsur bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan cara subtitusi linier urutan unsur dalam bahasa sumber tidak harus sama dengan bahasa sasaran. Contoh: Di sada ari Pada suatu hari

2. Literal translation, merupakan cara menerjemahkan kata demi kata dan

struktur sintaktiknya sama atau hampir sama baik jumlah maupun unsurnya isomorfik yang ada dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Contoh: O, Oppung tola dehe masuk tu kobun ni Oppung on? O, Nenek Bolehkah saya masuk ke kebun Nenek? Universitas Sumatera Utara

3. Transposition, merupakan cara penerjemahan dengan memusatkan

perhatian kepada kesamaan makna dengan mengabaikan terjadinya pergeseran kategori maupun unit gramatikal. Dengan kata lain menggantikan elemen bahasa sumber dengan elemen bahasa target yang secara semantik berpadanan namun secara formal tidak berpadanan misalnya karena perubahan kelas kata. Contoh: Manigor ma kehe ia mardahan pasikkop sipanganon. Artinya, Segeralah ia pergi memasak menyiapkan makanan. Sidung mangan dohot marnapuran, dipalalu anakboru i ma sapa- sapania na lenggattung nakkinani.artinya, Setelah makan dan istirahat, perempuan itu meneruskan pembicaraannya tadi. Sipanganon merupakan kata kerja dalam bahasa Angkola dan makanan dalam bahasa target merupakan kata benda.

4. Modulation, dalam metode penerjemahan ini terjadi pergeseran sudut

pandang point of view atau pesan yang sama dilihat dari segi yang berbeda. Contoh: Inda tola manisap Dilarang merokok No smoking adalah frasa benda. Dilarang merokok adalah kalimat perintah yang lengkap. Universitas Sumatera Utara

5. Equivalence, merupakan suatu metode penerjemahan yang menekankan

pada kesepadanan fungsi, misalnya fungsi memberi ucapan selamat, memberi janji dsb. Contoh: Horas Selamat Pagi; Selamat Siang, dst. Hello mempunyai banyak fungsi, terjemahan dalam bahasa Indonesia, bervariasi tetapi sesuai dengan fungsinya dalam situasi komunikasi.

6. Adaptation, merupakan metode penerjemahan dengan melakukan

penyesuaian dua budaya yang berbeda. Contoh: Maridi tu aek mandi Dalam budaya Angkola maridi tu aek dilakukan dengan mandi ke sungai; sedangkan mandi menurut budaya Indonsia dilakukan dengan menyiramkan air ke badan atau di sumur. Jadi arti maridi tu aek dan mandi tidak sama, tetapi fungsinya sama untuk masing-masing budaya. 1 Prosedur transposisi, modulasi, dan adaptasi adaptation masing-masing dapat dikenakan kepada unit yang berbeda-beda frasa atau kalimat. 2 Prosedur modulasi umumnya dikenakan paling kecil kepada unit kalimat. Dua macam prosedur atau lebih dapat diterapkan secara bersamaan. Misalnya prosedur transposisi juga melibatkan prosedur-prosedur yang lain, oleh sebab itu penghitungan frekuensi pemakaian masing-masing prosedur itu tidak Universitas Sumatera Utara perlu dilakukan. Misalnya dalam contoh berikut: Inda tola mangisap Dilarang merokok. Terjadi prosedur transposisi kategori komponen kalimat berbeda, modulasi yang diberi tekanan dalam masing-masing kalimat berbeda, kesepadanan equivalence walaupun bentuknya berbeda tetapi fungsinya sama. Metode yang berorientasi pada makna, yaitu apakah suatu konsep bahasa sumber dikenaldimiliki knownshared dalam bahasa target dikemukakan oleh Larson 1998, yang akan digunakan sebagai konsep acuan utama dalam melihat fenomena pengalihan makna berkonteks budayadalam kajian terjemahan ini. Contoh dalam bahasa Angkola ”Anggo au da Oppung, au on halak sian na ro sian huta” dan bahasa target “Kalau saya Nek, orang yang datang dari kampung” . Teks berikutnya dalam bahasa Angkola ”Ango au da Oppung, au on halak sian na ro sian huta pardangolan do da Oppung, huta na so tarpajojor. Nipi noma da i. Pardanalan kon paradalanan na laho giot tu simarlanda-landa lalu tu simarlundu-lundu, manjalahi na so ditanda, mangalului naso marpatudu. Ta i on ma da Oppung, suman sajo do iba on sangon bayo parkotang na lilu, disi adong disi sakkotna. Madung bahat ma tombak hubolus, hotang pulos duppang suada. Madu g bahat huta hubolus, dongan pakklosan pe suada” . Universitas Sumatera Utara Terjemahannya “Kalau saya Nek, aku ini orang yang datang dari kampung yang sedih, kampung yang tidak bisa terbangun. Mimpi saja. Perjalananku ini adalah perjalanan yang ingin pergi ke simarlanda-landa kemudian ke simarlundu- lundu, mencari orang yang tidak dikenal, menempuh tanpa tujuan. Tapi beginilah Nek, saya ini seperti anak muda pengelana yang kesasar, disitu ada ke situlah nyangkutnya. Telah banyak rintangan kulewati, telah banyak perkampungan kulewati, tapi teman curahan hatipun tak ada.” Tipe penerjemahan ini mengutamakan pencarian padanan yang paling dekat dengan pesan dalam bahasa sumber dan kemudian diungkapkan dalam bahasa target secara wajar dan alami.

2.1.5 Makna dalam Teks Terjemahan

Konsep makna teks terjemahan dalam penelitian ini adalah makna yang muncul dalam teks. Oleh sebab itu, konsep makna dari teks terjemahan dimulai dengan makna teks dalam konteksnya, yaitu konteks situasi dan budaya. Makna teks dibagi dalam tiga fase, yaitu makna ide, makna antarpelibat, dan makna tekstual Halliday dalam Saragih, 2006. Karena berdasarkan peran bahasa sebagai bagian dari semiotik makna setiap tanda muncul dimulai dari komponen penanda atau komponen ‘yang mengartikan’ yang wujudnya berupa rangkaian bunyi atau dalam bentuk tulis berupa ‘kata’ Saragih 2006. Kemudian komponene penanda adalah komponen ‘yang diartikan’ yang wujudnya berupa Universitas Sumatera Utara