Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pergeseran

sudah meninggal Baginda Napal Hatoguan. Langsung Raja mengaku, selama ini memang terabaikan, tidak pernah mereka terpikir mau memperbaiki kuburan itu. 4. Budaya Angkola sangat memegang janji. 5. Budaya Angkola masih mempercayai adanya makhluk halus 6. Dalam budaya Angkola suami istri memiliki interaksi satu arah, power suami lebih tinggi dari istri. Karena budaya berpikir laki-laki dominan tidak tidak ingin dipengaruhi perempuan. 7. Penyesalan selalu datang terlambat. Pada teks terjemahan fiksi NPR, secara eksplisit menggambarkan adanya budaya kawin cerai, karena keegoisan laki- laki yang suka mementingkan diri sendiri. Dalam realitas sosial juga berdampak negatif bagi sang istri. Tautan konteks situasi dan budaya pada teks terjemahan fiksi dapat menjadi wujud fiksasi dan stabilisasi juga pelembagaan realitas, peristiwa, dan pengalaman hidup. Teks terjemahan fiksi sesungguhnya merepresentasikan kontruksi sosial atau bangunan sosisal, termasuk di dalamnya peran dan posisis laki-laki dan perempuan dalam masyarakat gender. Dengan membangun dan menciptakan dunia kehidupan dalam teks terjemahannya kemungkinan penafsiran realitas, peristiwa, atau pengalaman hidup yang diwyjydkan dalam cerita.

5.2.4 Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pergeseran

Faktor terjadinya pergeseran dalam terjemahan adalah bahwa setiap bahasa bersifat arbitrer manasuka, terutama yang berarti bahwa suatu konsep atau gagasan tertentu dapat secara bebas diekspresikan oleh setiap dan semua bahasa, menurut cara berekspresi bahasa masing-masing. Misalnya, konsep Universitas Sumatera Utara dahanon diekspresikan dengan kata beras dalam bahasa Angkola. Tetapi dalam bahasa Indonesia dipergunakan kata beras untuk mengekspresikan konsep yang sama. Contoh lain, konsep ’seorang wanita cantik’ dalam bahasa Angkola diekspresikan dengan ungkapan frasa na jeges. Tetapi dalam bahasa Indonesia dipergunakan kata cantik untuk mengekspresikan dengan ungkapan seorang wanita cantik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keunikan sifat bahasa sui – generis dan kearbitreran cara berekspresi setiap bahasa boleh dikatakan sebagai faktor terjadinya pergeseran dalam penerjemahan. Pergeseran terjadi diakibatkan 1 komponen semantik dan 2 komponen pragmatik maupun Unit dalam tataran Gramatikal. Faktor utama dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran dalam terjemahan adalah sifat arbriter manasuka suatu bahasa, yang berarti bahwa suatu konsep atau gagasan tertentu dapat secara bebas dieksplisitkan oleh setiap dan semua bahasa, berekspresi bahasa masing-masing. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Quine 1992:446 bahasa merupakan sistem keseluruhan dan kita tidak bisa memadankan makna atau kata secara lintas bahasa yang berbeda. Apa yang bisa dilakukan adalah memahami skema konseptual pada skema mana kata tersebut termasuk walaupun hal ini tidak sepenuhnya bisa dicapai. Makna harus dikaitkan dengan latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan penutur. Karena tidak ada dua budaya yang sama maka gejala ketidaksamaan komponen makna dari dua bahasa merupakan masalah yang melekat dalam proses penerjemahan. Pergeseran wajib disebabkan oleh faktor perbedaan sistem makna kosa kata antar bahasa dalam kasus ini antara bahasa Angkola dan bahasa Indonesia. Universitas Sumatera Utara Perbedaan sistem makna antar bahasa ini tercermin dalam bentuk gejala divergensi seperti ho dalam bahasa Angkola yang bisa berarti engkau, kamu, anda atau kalian dalam bahasa Indonesia Terjadi pergeseran diakibatkan oleh adanya konteks situasi dan budaya, sebagai akibat tidak adanya struktur bahasa sumber dalam bahasa target adalah kasus pengedepanan subjek dalam bahasa sumber seperti terlihat pada kasus-kasus berikut: Teks Sumber Di na tarcicilet i ia, tandos ulunia tu bona ni hayu hoteng. Sodar do ia di hatiha i, tai na tarbaen bagi ma hua. Dungi murgolap dilala ia parnidaannia, hinggo na diboto ia bagi didia be ia. Teks Target Ia terpeleset kepalanya terbentur kebatang pohon hoteng beringin S35. Dia sadar tapi tidak dapat berbuat apa-apa. S37. Dia merasa penglihatannya semakin gelap sehingga dia tidak tau berada di mana S38. Peletakan subjek di latar depan dalam bahasa Angkola dengan Keteranga + Subjek + Predikat + Keterangan tidak ditemukan dalam bahasa target Indonesia, sehingga penyesuaian harus dilakukan melalui pergeseran struktur internal dengan menjadikan kontruksi bahasa sumber ke dalam kalimat deklaratif biasa Subjek + Prediket + Keterangan: Pergeseran tersebut dapat digambarkan ke dalam model berikut: Keterangan + Subjek + Predikat + Keterangan Universitas Sumatera Utara Subjek + predikat + keterangan Pengedepan keterangan dalam struktur bahasa sumber Angkola yang tercermin dalam data ditandai oleh posisi agent dalam kaitannya dengan predikat. Agent dapat berujud item leksikal Pro N dan muncul di depan verba dan supik-nya yang melekat pada verba. Pengedepan patient O dalam bahasa sumber menjadi struktur deklaratif normal dalam bahasa target dapat dipolakan sebagai berikut: a. Keterangan + Agent + Predikat + Keterangan Di na tarcicilet i ia, tandos ulunia tu bona ni hayu hoteng. Agent + Predikat + Keterangan Ia terpeleset kepalanya terbentur kebatang pohon beringin b. Keteranagan Agent + Predikat Sodar do + ia di hatiha i, tai na tarbaen bagi ma hua. Agent + Predikat + Keteranagan Dia sadar tapi tidak dapat berbuat apa-apa. S37. c. Keterangan + Agent + Predikat + Agent + Predikat+ Agent . Dungi murgolap dilala ia parnidaannia hinggo na diboto ia bagi didia be ia. Dia merasa penglihatannya semakin gelap sehingga dia tidak tau berada di mana S38. Kesenjangan struktur bahasa sumber Angkola dengan bahasa target Indonesia yang mengakibatkan harus dilakukan pergeseran. Universitas Sumatera Utara