Seni Budaya 3
B. Berkreasi
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran seni rupa, Viktor Lowenfeld dalam bukunya Creative and Mental Growth, menyimpulkan adanya the visual type dan the haptic
type dalam karya para peserta didik. Maka konsep dan praksis pendidikan formal di sekolah menengah atas berusaha mengembangkan kedua tipe tersebut secara konsekuen.
1. Pengembangan Tipe Visual
Pengertian lukisan tipe visual adalah titik tolak penghayatan peserta didik lebih banyak berdasarkan pengamatan atas bentuk alam sekitar. Sehingga faktor eksternal relatif lebih
berperan ketika mereka melukis. Ciri-ciri dan corak lukisan mereka mengarah kepada seni lukis realisme atau naturalisme.
Sumber: Education of Art, Unesco.
Gambar 1.1 Bimba Sangvikar, Self Portrait.
Adalah tugas pendidik untuk mengembangkan kemampuan melukis dengan tipe visual ini.
Kepada peserta didik diberikan metode pendidikan teori imitative, penguasaan
ketrampilan meniru rupa objek lukisan dengan hukum-hukum optik, jadi guru perlu
memberikan pengetahuan proporsi, anatomi, perspektif, teori warna, dan permasalahan
ketrampilan sebagai bekal yang perlu dipahami peserta didik dalam proses pembelajaran seni
lukis.
Antara lain memperlihatkan ilusi ruang, menghadirkan perspektif, memperlihatkan
plastisitas gerak objek, proporsi visual, dan penggunaan warna sebagai terjemahan warna
objek yang menjadi tema lukisannya.
2. Pengembangan Tipe Haptic
Pengertian lukisan tipe haptic adalah titik tolak penghayatan peserta didik lebih banyak berdasarkan gagasan pribadinya. Sehingga faktor internal lebih banyak berperan. Hal
ini t
e
rbukti dari karakteristik lukisannya yang lebih dominan sebagai ekspresi perasaan subjektif yang mengarah kepada corak non realistis.
4 Buku Guru kelas XI SMAMASMKMAK
Sumber: United Nation Educational Scientiic and Cultural Organization.
Gambar 1.2 Irmgart Bockenfeld, Carnival.
Tidak berupaya menghadirkan ilusi ruang secara optis, tidak perspektivis, gubahan gerak dan proporsi igur ekspresif, penggunaan warna tidak sebagai terjemahan warna
objek, melainkan lebih banyak sebagai simbol yang sesuai dengan perasaan subjektifnya. Sama seperti tipe visual, maka tugas guru pula untuk mengembangkan tipe haptic ini.
Termasuk mengembangkan kemampuan melukis peserta didik yang berada di antara kedua titik optimal tipe-tipe tersebut, yang disebut tipe campuran. Jadi sebelum memberikan
penilaian karya-karya peserta didik sebaiknya di klasiikasi terlebih dahulu kelompok tipe visual, dan kelompok tipe haptic.
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa penilaian karya-karya yang sifatnya haptic tidak bisa dinilai dengan kriteria visual, melainkan dengan kriteria haptic pula. Biasanya hal-hal
ini jarang dilaksanakan oleh guru-guru seni rupa, sehingga kerap kali peserta didik yang termasuk tipe haptic dengan sendirinya dirugikan, karena mendapatkan penilaian yang
tidak proporsional dari guru seni budaya atau seni rupa.
Jadi dalam pemberian tugas kepada peserta didik, guru memberikan kebebasan mencipta sesuai potensi peserta didik. Pemberian tema berkarya bisa sama, tetapi gaya berekspresi
dibebaskan, sehingga setiap peserta didik berkarya sesuai dengan potensi dan kesenangannya. Dengan proses belajar seperti ini, akan menghasilkan karya-karya peserta didik yang
beragam, seperti misalnya, naturalis, realis, dekoratif, impresionis, ekspresionis, organik, liris, dan lain-lain. Bila keberagaman karya peserta didik telah terealisasi sebagai hasil
proses pembelajaran, maka kriteria penilaian harus mengacu pada kriteria penilaian tipe visual dan tipe haptik.