4 Buku Guru kelas XI SMAMASMKMAK
Sumber: United Nation Educational Scientiic and Cultural Organization.
Gambar 1.2 Irmgart Bockenfeld, Carnival.
Tidak berupaya menghadirkan ilusi ruang secara optis, tidak perspektivis, gubahan gerak dan proporsi igur ekspresif, penggunaan warna tidak sebagai terjemahan warna
objek, melainkan lebih banyak sebagai simbol yang sesuai dengan perasaan subjektifnya. Sama seperti tipe visual, maka tugas guru pula untuk mengembangkan tipe haptic ini.
Termasuk mengembangkan kemampuan melukis peserta didik yang berada di antara kedua titik optimal tipe-tipe tersebut, yang disebut tipe campuran. Jadi sebelum memberikan
penilaian karya-karya peserta didik sebaiknya di klasiikasi terlebih dahulu kelompok tipe visual, dan kelompok tipe haptic.
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa penilaian karya-karya yang sifatnya haptic tidak bisa dinilai dengan kriteria visual, melainkan dengan kriteria haptic pula. Biasanya hal-hal
ini jarang dilaksanakan oleh guru-guru seni rupa, sehingga kerap kali peserta didik yang termasuk tipe haptic dengan sendirinya dirugikan, karena mendapatkan penilaian yang
tidak proporsional dari guru seni budaya atau seni rupa.
Jadi dalam pemberian tugas kepada peserta didik, guru memberikan kebebasan mencipta sesuai potensi peserta didik. Pemberian tema berkarya bisa sama, tetapi gaya berekspresi
dibebaskan, sehingga setiap peserta didik berkarya sesuai dengan potensi dan kesenangannya. Dengan proses belajar seperti ini, akan menghasilkan karya-karya peserta didik yang
beragam, seperti misalnya, naturalis, realis, dekoratif, impresionis, ekspresionis, organik, liris, dan lain-lain. Bila keberagaman karya peserta didik telah terealisasi sebagai hasil
proses pembelajaran, maka kriteria penilaian harus mengacu pada kriteria penilaian tipe visual dan tipe haptik.
Seni Budaya 5
C. Gaya Lukisan Peserta Didik
Secara lebih terperinci dan cermat Herbert Read dalam bukunya Education Trhough Art, mendasarkan klasiikasi empirisnya untuk membedakan gaya lukisan para peserta didik.
Setelah meneliti ribuan gambar dari berbagai tipe sekolah ia mengklasiikasikan adanya 12 kategori lukisan, yang secara singkat akan dijelaskan di bawah ini.
1. Organik
Pelukisannya sangat visual dan menunjukkan hubungan dengan objek-objek eksternal, sebagai hasil pengamatan yang intensif terhadap proporsi alam dalam kesatuannya yang
organis. Sehingga lukisannya tampak realistis.
2. Liris
Wujud lukisannya sama realistisnya dengan organik, tetapi lebih menyukai objek-objek lukisan yang statis, diam, seperti halnya objek alam benda, still life, merupakan karakteristik
lukisan peserta didik perempuan.
3. Impresionis
Wujud lukisan lebih banyak sekedar melukiskan hasil penangkapan kesan sesaat terhadap situasi objek secara cepat, kurang menunjukkan perhatian terhadap penyelesaian
bagian-bagian rinci, detail, dan objek.
4. Ritmis
Wujud lukisannya tidak menampilkan motif-motif bentuk visual. Bentuk-bentuk alam tidak digambarkan secara imitatif, tidak ditiru dengan persis, tetapi dengan distorsi
menjadi motif-motif yang diulang-ulangi secara ritmis dengan berbagai variasi, sehingga memenuhi bidang lukisan.
5. Strukturalis
Di sini nampak kecenderungan peserta didik untuk mendeformasi objek menjadi bentuk-bentuk geometrik, meskipun tema-temanya masih berorientasi kepada gejala objektif.
Stilisasi sebuah tema merupakan hasil pengamatan terhadap pola-pola bentuk sebagai struktur objek visual. Pada umumnya peserta didik tidak memanfaatkan bentuk-bentuk
alami untuk menciptakan pola atau motif lukisannya.
6. Skematik
Menggunakan bentuk-bentuk geometrik, tetapi lepas sama sekali dengan struktur organis objek alam. Bentuk-bentuk bagan seperti periode awal anak melukis secara konsisten
dipergunakan, lebih sebagai desain simbolik dari pada penggambaran bagan secara realistik.
7. Haptic ekspresi aspek internal subyektif .
Menunjukkan sikap pelukisan yang tidak mendasarkan pengamatan visual terhadap objek eksternal, melainkan representasi citra non visual dari dunia internal seorang peserta didik.
6 Buku Guru kelas XI SMAMASMKMAK
8.
Ekspresionis
Di sini terdapat kecenderungan untuk mendistorsi bentuk dan warna objek untuk mengungkapkan sensasi internal-subjektif peserta didik secara spontan.
Sumber: Education of Art, Unesco.
Gambar 1.3 Contoh Lukisan
Ekspresionisme, faktor ekspresi lebih menonjol dari pada faktor peniruan
rupa manusia. Sumber: United Nation Educational Scientiic and
Cultural Organization.
Gambar 1.4 Contoh Lukisan yang lebih
mengungkapkan fantasi peserta didik dari pada kehendak menggambarkan realitas visual.
9. Enumeratif
Menunjukkan pelukisan objek dengan merekam tiap bagian objek serinci mungkin yang dapat dilihat dan diingat, kemudian menempatkannya dalam satu struktur yang kurang
organis. Efek lukisannya kurang menunjukkan ciri realisme sesuai dengan pengamatan visual, bersifat linier dan tidak mengesankan plasitisitas bentuk, dapat dikatakan sejenis
realismenya gambar arsitektur.
10. Dekoratif
Di sini peserta didik memanfaatkan sifat-sifat dua dimensional, baik dalam penampilan tema, bentuk, dan pewarnaan yang bersifat datar, tidak menampilkan ilusi ruang.
11. Romantik
Di sini peserta didik mengambil tema-tema kehidupan, tetapi diintensifkan dengan fantasinya sendiri, kemudian dipadukan dengan rekonstruksi ingatan dan kenangannya
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan tema tersebut.
12. Naratif
Di sini peserta didik menggunakan tema-tema ceritera atau dongeng, mungkin yang diperoleh dari guru maupun yang didapat sendiri dari bacaan-bacaan dan diungkapkan
kembali lewat bentuk dan warna.