2.2. Landasan Teori 2.2.1. Keamanan Pangan pada Industri Pangan
Pemerintah Indonesia sebagai fasilitator dan regulator di bidang pangan menetapkan bahwa dalam memproduksi pangan untuk
diperdagangkan, setiap industri pangan baik skala besar, menengah, menengah kecil maupun skala kecil tanpa kecuali diharuskan memenuhi
kaidahaturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dari aspek penyediaan fasilitas produksi, proses produksipengolahan,
pengemasan produk, distribusi dan perdagangannya guna menjamin mutu dan keamanan produk pangannya. Pemerintah juga mengeluarkan
berbagai macam aturan agar setiap industri pangan mampu dan sanggup menghasilkan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
gisi pangan bagi kepentingan kesehatan manusia serta tercipta perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Beberapa
peraturan itu antara lain: PerMenKes No 23 Men KesSK1978 tentang pedoman cara produksi pangan yang baik CPPB atau good
manufacturing practice GMP; Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992; PerMenKes No. 722MenKes IX1998 tentang bahan tambahan
pangan BTP dan penggunaannya; Pedoman hygiene makanan Tahun 1996 Departemen Kesehatan, 1998; Undang-Undang pangan RI No. 7
Tahun 1996 tentang keamanan pangan yang tercantum pada pasal 4 sampai dengan pasal 23 Kantor Menpangan, 1996; dan Peraturan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pemerintah PP No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan pangan, mutu dan gizi pangan Badan POM, 2004.
Melengkapi peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan mutu dan keamanan pangan di atas, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan dengan tujuan dan pertimbangan supaya: 1 Setiap industri
pangan memberi informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar tidak menyesatkan, 2 Konsumenmasyarakat
berhak menuntut dan mengetahui bagaimana produk pangan dihasilkan mulai dari hulu sampai dihilirnya baik menyangkut aspek gisi, mutu dan
keamanan pangan maupun lingkungannya Kantor Menteri Nagara Pangan dan Hortikultura, 1999. Sementara itu, di dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada pasal 4 ayat a dan b disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang serta jaminan yang dijanjikannya Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, 1999.
Implikasinya, konsumen pangan di Indonesia berhak mendapat jaminan mutu dan keamanan pangan dari setiap produsenindustri pangan yang
diperdagangkan produk pangannya di Indonesia, tidak terkecuali bagi industri pangan skala menengah.
Berdasarkan laporan selama Pelita V dan VI serta laporan pemberitaan di media massa menunjukan bahwa masih banyak
ditemukan peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
keamanan dan mutu pangan, misalnya adanya cemaran mikroba pada produk pangan; penggunaan bahan tambahan pangan BTP yang
dilarang atau melebihi batas yang diperbolehkan, terutama zat pewarna, pengawet dan pemanis; adanya residu pestisida yang masih tinggi pada
produk-produk hortikultura, adanya cemaran logam berat dan lain-lain. Di samping itu masih ditemukan peredaran produk pangan yang
komposisinya tidak sesuai dengan label dan iklan pangan dipromosikan, produk pangan yang tidak mencatumkan masa kadaluwarsa dan produk
pangan yang tidak memenuhi standar mutu Anggrahini, 1997. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo et al 2001
menunjukkan bahwa dari sebanyak 80 sampel industri pangan yang menggunakan dalam penelitian, pada umumnya industri pangan tersebut
banyak yang belum menerapkan prinsip-prinsip atau aspek manajemen keamanan pangan yang baik untuk menjamin keamanan pangan produk
pangan yang dihasilkannya. Prosentase industri pangan yang sudah mengerti dan menerapkan mengimplementasikan aspek keamanan
pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 1. Persentase Industri Pangan yang Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan
Persentase Industri Pangan Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan
Aspek Keamanan
pangan Paham dan
menerapkan secara penuh
Paham tapi menerapakan
sebagian besar Paham tapi
menerapkan sebagian
kecil Paham tapi
tidak menerapkan
sama sekali
GMP Good Manufacturing
Practice 25 40 25 10
SOP Standard Operating
Procedure 25 35 7,5
32,5 Sanitasi dan
Higiene 30 45 20 5
Sumber: Sudibyo, et al 2001 Berdasarkan data dan keterangan di atas terlihat bahwa bila dirata-
ratakan hasil persentasinya, maka baru 35-40 industri pangan berskala menengah yang mempunyai kesadaran, tanggung jawab dan komitmen
untuk menghasilkan produk pangan yang aman ditinjau dari aspek penerapan GMP, sanitasi dan hygiene serta SOP. Padahal ketiga aspek
tersebut dalam program jaminan keamanan pangan merupakan program persyaratan dasar prerequisite programs yang harus dipenuhi terlebih
dahulu oleh setiap industri pangan termasuk industri pangan berskala menengah sebelum melangkah lebih lanjut dalam menerapkan sistem
HACCP WHO, 1997; NACMCF, 1998.
2.2.2. Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Anonim 2007 mengemukakan bahwa keamanan hasil dan produk perikanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
hasil dan produk perikanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta menjamin bahwa hasil dan produk perikanan
tidak akan membahayakan konsumen. Tingkat penerimaan produk pangan, termasuk hasil perikanan yang
dikonsumsi, tidak hanya dinilai melalui konsepsi mutu konvensional, tetapi terkait erat dengan jaminan keamanannya, ditinjau dari cemaran fisik,
kimia dan biologis. Tingkat penerimaannya tidaklah cukup hanya dari salah satu standar mutu, tetapi harus melalui suatu sistem jaminan mutu
yang terintegrasi. Di dunia perdagangan, standar mutu hasil perikanan telah banyak
dikeluarkan, meskipun belum semuanya menerapkannya. Beberapa indikator mutu yang digunakan yaitu sifat barang, tolok ukur, dan faktor
mutu. Sedangkan, persyaratan konsumen yang menyangkut keamanan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan ditempatkan pada standar
terpisah Anonim, 2008. Di tingkat industri pangan, pengendalian mutu berkaitan dengan
pola pengelolaan dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan dan dijaga oleh seluruh bagian atau satuan kerja
dalam perusahaanindustri. Dalam industri pangan, pengendalian mutu sama pentingnya dengan kegiatan produksi. Pengawasan mutu
diperlukan agar mutu dapat memenuhi kebutuhan dan tidak mengecewakan konsumen. Karena itu, bagian pemasaran harus
melaksanakan fungsi pengawasan mutu menurut bidangnya. Kerja sama,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kesinambungan, dan keterkaitan yang sangat erat antar satuan kerja dalam organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu
produk yang terbaik. Diterbitkannya UU No.7 tentang pangan tahun 1996 merupakan
langkah maju yang dicapai pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman dan
halal. Penjabaran UU tersebut dituangkan pada peraturan pemerintah PP tentang keamanan, Mutu dan Gisi Pangan, PP tentang Label dan
Iklan Pangan serta PP tentang Standarisasi Nasional Anonim, 2008. Pemerintah juga memberikan posisi tawar yang kuat bagi
konsumen, guna melindungi diri, harkat dan martabatnya dengan penerbitan UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Thaheer, 2005. Karena itu, konsumen berhak mengkomplain produsen pangan apabila produk yang diterima tidak sesuai isinya, rusak ataupun
mengkomplain pemberi sertifikat sistem HACCP yang menjamin keefektifan penerapan sistem HACCP produsen.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan mutu hasil perikanan, yaitu :
1 Persyaratan mutu yang dikehendaki negara pengimpor sangat tinggi;
2 Jumlah dengan mutu yang tidak memenuhi kuota; 3 Persaingan Internasional;
4 Perubahan harga yang cepat;
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5 Pemasaran tidak langsung yang merugikan produsen maupun negara;
6 Adanya proteksi di negara pengimpor dan batas kuota; 7
Adanya penolakan komoditas ekspor atau klaim claim oleh
negara pengimpor. 2.2.3. Pengendalian Mutu
Pengendalian official control adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah yang diberi kewenangan untuk melakukan
verifikasi terhadap kesesuaian antara penerapan sistem mutu oleh pelaku usaha dengan peraturanketentuan dalam rangka memberi jaminan mutu
dan keamanan hasil perikanan Anonim, 2007. Telah menjadi sangat jelas bahwa produk bermutu tinggi memiliki
keunggulan mencolok di pasar, bahwa pangsa pasar market share dapat meningkat atau hilang karena masalah mutu. Karenanya mutu menjadi
prioritas bersaing. Perusahaan berusaha mengendalikan relibialitas keandalan
keluaran sistem produksi. Kualitas dan Kuantitas dipantau dengan cara tertentu, dan hasilnya dibandingkan dengan standar. Meskipun pada
umumnya tertarik pada ukuran kualitas, perubahan pada kuantitas keluaran mungkin juga merupakan gejala dari masalah reliabilitas. Biaya
pengendalian kualitas dan kuantitas merupakan turunan dari reliabilitas. Bila hasilnya diinterpretasikan, dapat disimpulkan bahwa proses perlu
disesuaikan kembali atau bahwa ada sesuatu yang secara fundamental
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
keliru, dan dengan demikian memerlukan perbaikan mesin atau pelatihan kembali dalam operasi. Jika peralatan mengalami kerusakan, maka fungsi
pemeliharaan dibutuhkan. Informasi tentang kualitas dan kuantitas keluaran juga dapat digunakan untuk melakukan program pemeliharaan
preventif yang dirancang untuk mengantisipasi kerusakan. Jadi, meskipun interaksi-interaksi penting lain juga berpengaruh, pemastian mutu
dipusatkan pada pengendalian mutu dan pemeliharaan peralatan Buffa dan Rakesh, 1996 .
Pengawasan pada hakekatnya menentukan tolok ukur standar- standar, melakukan pemeriksaan hasil-hasil dan pembandingan hasil
dengan standar, melihat penyimpangan-penyimpangan dan umpan balik sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan Reksohadiprodjo, 1995.
Kualitas adalah ukuran seberapa dekat suatu barang atau jasa sesuai dengan standar tertentu. Standar mungkin bertalian dengan waktu,
bahan, kinerja, kehandalan, atau karakteristik obyektif dan dapat diukur yang dapat dikuantifikasikan.
Menurut Reksohadiprodjo 1995, agar supaya terjamin kualitas maka beberapa organisasi dewasa ini memiliki gugus kendali mutu
quality control circeles, yaitu kelompok kecil karyawan yang bertemu secara sukarela secara teratur bertukar ide dalam usaha mengidentifikasi,
menganalisis, dan memecahkan soal yang bertalian dengan kualitas atau kerja. Biasanya mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hasilnya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berkurangnya kerusakan, absensi, dan perbaikan serta peningkatan kepuasan kerja dan produktivitas.
Pengawasan kualitas mencakup pengukuran karakteristik ukuran kualitas, umpan balik data, perbandingan dengan standar spesifik dan
tindakan perbaikan bila perlu. Bagaimanapun juga kualitas barang berbeda dengan kualitas jasa. Pendekatan pengawasan kualitas adalah
1 sampling penerimaan acceptance sampling barang yang masuk dan keluar, dan 2 pengawasan proses process control kegiatan
transformasi riil Reksohadiprodjo, 1995. Pengendalian mutu produk hasil perikanan disuatu perusahaan
dipengaruhi beberapa hal antara lain:
a. Sistem Manajemen Mutu