Penerapan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan BPK

PPKn SMP KK I 79 1945 untuk menjadikan BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang melakukan pengawasan eksternal atas pengelolaan tanggung jawab keuangan negara karena selama ini terjadi tumpang tindih kewenangan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan BPKP yang merupakan lembaga pemerintah dan Inspektorat Jenderal setiap departemen, yang merupakan instansi pengawasan internal departemen yang bersangkutan. Karena itulah diamanatkan oleh UUD, bahwa BPK mendirikan perwakilan-perwakilan di setiap provinsi untuk memperluas jangkauan pemeriksaan BPK dan menggantikan peran BPKP selama ini, dan BPKP diintegrasikan ke dalam BPK.

6. Penerapan kewenangan Mahkamah Agung MA

MA adalah salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan pasal 24 ayat 1. Kewenangan MA adalah 1 mengadili perkara pada tingkat kasasi, yaitu pembatalan atau pernyataan tidak sah terhadap putusan hakim karena tidak sesuai dengan UU; 2 menguji peraturan perundang- undangan di bawah UU; serta 3 memberikan pertimbangan kepada presiden, jika presiden akan memberikan grasi dan rehabilitasi. Mengingat tugas, sebagai pengawal dan penjaga keadilan, Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Dengan demikian NKRI memiliki empat lingkungan peradilan yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Walaupun pengadilan yang ada dalam empat lingkungan peradilan itu berada di bawah Mahkamah Agung bukan berarti MA dapat mempengaruhi putusan badan peradilan di bawahnya. Kedudukan badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung itu adalah independen. Mahkamah Agung hanya dapat membatalkan atau memperbaiki putusan badan peradilan di bawahnya dalam tingkat kasasi. Sedangkan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang Pasal 24 ayat 3. Badan-badan lain yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah misalnya kejaksaan, kepolisian, advokatpengacara dll. Kegiatan Pembelajaran 5 80

7. Penerapan kewenangan Mahkamah Konstitusi MK

Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk menjaga kemurnian konstitusi the guardian of the constitution. Inilah salah satu ciri dari sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan lembaga-lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara harus dilandasi dan berdasarkan konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan diluruskan oleh Mahkamah konstitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi diberikan wewenang oleh UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 24 C untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap UUD; memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran partai politik; memutus sengketa hasil pemilu; serta memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden danatau Wakil Presiden menurut UUD.

8. Penerapan kewenangan Komisi Yudisial KY

Keberadaan Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman secara spesifik diatur dalam Pasal 24A ayat 3, Pasal 24B ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4. Pembentukan Komisi Yudisial oleh UUDNRI 1945 dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa kekuasan kehakiman yang merdeka tidak bisa dibiarkan menjadi sangat bebas tanpa dapat dikontrol dan diawasi, walaupun pengawasan itu sendiri dalam batas-batas tertentu. Lebih lanjut pengaturan tentang Komisi Yudisial diatur dalam Undang-Undang No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No.18 tahu 2011 tentang Komisi Yudisial. Pasal 13 UU No.18 tahun 2011 menyatakan bahwa kewenangan dari Komisi Yudisial adalah: a mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, b menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim, c bersama dengan MA menetapkan kode etik danatau pedoman perilaku hakim, dan d menjaga dan menegakkan pelaksanaan kode etik danatau Pedoman Perilaku Hakim.