Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Agar dapat terlaksananya seluruh prinsip konstruktivisme tersebut, tugas guru adalah memfasilitasi dengan cara: 27 1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa. 2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. 3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Brooks dan Brooks dalam Suprijono memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional dalam bentuk tabel berikut ini: 28 Tabel 2.1 Perbedaan Konstruktivisme dengan Konvensional Konstruktivisme Konvensional Kegiatan belajar bersandar pada materi hands- on Kegiatan belajar bersandar pada text- book Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan Menekankan pada ide-ide besar Menekankan pada keterampilan- keterampilan dasar Guru mengikuti pertanyaan peserta didik Guru mengikuti kurikulum yang sudah pasti Guru menyiapkan lingkungan belajar di mana peserta didik dapat menemukan pengetahuan Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang “benar” 27 Trianto, Mendesain Model Pembelajarab Inovatif –progresif, Jakarta: Kencana, 2012, Cet ke-5, h.113 28 Suprijono, op. cit., h. 35-36. Konstruktivisme yang melandasi pemikiran bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi bentukan aktif manusia itu sendiri. 29 Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh melalui aktivitas secara terus menerus yang dilakukan oleh siswa. Siswa membangun pengetahuan mereka berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksi dengan menghubungkan dengan lingkungan sekitar. Dalam pendekatan konstruktivisme, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pemberi motivasi bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajaran sepenuhnya berpusat pada siswa. Siswa bertindak dan berpikir secara mandiri untuk memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan. Pada dasarnya terdapat prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme, yaitu: 30 1 Prior KnowledgePrevious Experience Konstruksi pengetahuan tidak berangkat dari “pikiran kosong” blank mind, peserta didik harus memiliki pengetahuan tentang apa yang hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awaldasar prior knowledge. 2 Conceptual-Change Process Merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam proses ini peserta didik melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif. Sedangkan ciri pembelajaran konstruktivisme antara lain: 31 1 Orientasi: mengembangkan motivasi dan mengadakan observasi. 2 Elisitasi: mengungkapkan ide secara jelas serta mewujudkan hasil observasi. 29 Suyono dan Hariyanto, op. cit., h. 105. 30 Suprijono, op. cit., h. 43-44 31 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 22 3 Restrukturisasi ide: klarifikasi ide, membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru. 4 Penggunaan ide dalam banyak situasi. 5 Review atau kaji ulang: merevisi dan mengubah ide. Adapun tujuan digunakannya pendekatan konstruktivis dalam proses pembelajaran antara lain: 32 1 Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 2 Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya. 3 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap. 4 Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Beberapa kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut: 33 1 Peserta didik terlibat secara langsung dalam membangun pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan dapat mengaplikasikannya. 2 Peserta didik aktif berpikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide, dan membuat keputusan. 3 Selain itu, murid terlibat secara langsung dan aktif belajar sehingga dapat mengingat konsep secara lebih lama. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan. Dalam konstruktivisme siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya agar proses belajar lebih bermakna sehingga konsep yang diperoleh dapat diingat lebih lama. 32 Riyanto, op. cit., h. 156 33 Sani. loc. cit.

4. Strategi REACT

a. Pengertian Strategi REACT

Hakiim mengatakan bahwa “strategi adalah siasat melakukan kegiatan- kegiatan dalam pembelajaran yang mencakup metode dan teknik pembelajaran ”. 34 Strategi pembelajaran menurut Sani merupakan “rencana tindakan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran ”. 35 Sedangkan Riyanto mengungkapkan bahwa “strategi pembelajaran adalah siasat guru dalam mengefektifkan, mengefisienkan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran ”. 36 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan rencana yang dilakukan guru dimana di dalamnya terdapat metode dan teknik pembelajaran yang digunakan dalam mengoptimalisasikan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Crawford di CORD, terdapat lima strategi pengajaran yang sering digunakan oleh guru-guru, setidaknya dalam beberapa waktu. CORD menyebut kelima strategi tersebut dengan strategi pembelajaran kontekstual: relating, experiencing, applying, cooperative, dan transferring atau jika disingkat menjadi REACT. 37 REACT merupakan suatu strategi yang menciptakan suasana kelas dimana semua siswa dapat belajar secara mandiri. Semakin banyak elemen dalam strategi ini yang digunakan dalam proses pengajaran , maka pembelajaran akan lebih bermakna. Strategi ini berfokus pada pengajaran dan pembelajaran yang mengacu pada konteks dan prinsip dasar konstruktivisme. 38 34 Hakiim, op. cit., h. 154. 35 Sani, op. cit., h. 89. 36 Riyanto, op. cit., h. 132. 37 Michael L. Crawford, Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for Improving Students Motivation and Achievement in Mathematics and Science, CORD, 2001, h. 3 38 Ibid.

b. Karakteristik Strategi REACT

Adapun karakteristik dari strategi REACT antara lain: 1 Relating MenghubungkanMengaitkan Relating diartikan Trianto sebagai “belajar dalam suatu konteks sebuah pengalaman hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan itu diperoleh siswa ”. 39 Dalam proses belajar, manusia secara alami cenderung untuk mencari hubungan antara apa yang mereka sudah tahu dan apa yang mereka pelajari. 40 Pada dasarnya, dalam proses belajar seluruh informasi yang diperoleh akan lebih bermakna jika siswa menyadari keterkaitan materi yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata atau pun dengan materi yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan melalui proses relating ini, guru membantu mengarahkan agar siswa terbiasa untuk mengaitkan konsep baru dengan konsep sebelumnya. Tujuannya adalah agar siswa mampu mengaplikasikan proses relating tersebut untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang lebih kompleks. Selain itu, kemampuan relating ini merupakan salah satu aspek untuk membentuk pemahaman relasional pada siswa. Guru menggunakan relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa. 41 Crawford menyebutkan bahwa perencanaan yang cermat dalam belajar diperlukan untuk membentuk situasi belajar yang lebih bermakna. 42 Hal tersebut dikarenakan banyak siswa yang tidak dapat dengan sendirinya menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya. 43 Untuk itu, usahakan ciptakan suasana pembelajaran yang mengarah pada situasi kehidupan sehari- hari sehingga siswa secara perlahan mampu mengaitkan materi yang sedang dibahas dengan kondisi sebenarnya dalam kehidupan nyata. 39 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif,.., h. 109. 40 Agustin Navarra, Achieving Pedagogical Equity In The Classroom, CORD International, Waco, Texas, 2006, h. 3 41 Trianto. loc. cit. 42 Crawford, op. cit., h.3. 43 Ibid. 2 Experiencing mengalami Belajar melalui experiencing merupakan inti dari pembelajaran kontekstual dengan anggapan bahwa belajar dapat terjadi lebih cepat ketika peserta didik dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. 44 Melalui tahapan ini kegiatan pembelajaran siswa akan lebih aktif karena siswa bertindak secara langsung untuk menemukan ide atau informasi berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Crawford menyatakan bahwa proses pengaitan informasi tidak dapat terjadi apabila siswa tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman sebelumnya yang relevan dengan informasi yang baru diperoleh. Guru dapat mengatasi kendala tersebut dan membantu siswa membangun pengetahuan baru dengan berbagai pengalaman yang tersusun secara teratur di dalam kelas. Strategi seperti ini lah yang disebut sebagai mengalami. 45 Selain itu, guru harus memberikan kegiatan yang hand-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya. 46 Kegiatan tersebut dapat mencakup penggunaan manipulatif, kegiatan pemecahan masalah, dan laboratorium. 47 Tujuan dalam proses experiencing salah satunya adalah menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam hal ini, proses experiencing diharapkan akan meningkatkan kemampuan pemahaman relasional siswa, karena melalui kegiatan experiencing tersebut siswa dapat mengetahui asal mula pembentukan suatu konsep pada sebuah materi. Hal tersebut lebih bermakna dibandingkan dengan siswa yang hanya langsung menggunakan konsep yang diberikan oleh guru. Dalam matematika, kegiatan manipulatif tersebut dapat berupa penggunaan suatu alat atau media untuk membuktikan suatu kebenaran. Misalnya, menggunakan media jeruk untuk membuktikan bahwa rumus luas 44 Sani, op. cit., h. 93. 45 Crawford, op. cit., h.5. 46 Trianto. loc. cit. 47 Crawford. loc. cit. permukaan bola adalah 4πr 2 . Kegiatan pemecahan masalah dalam matematika dapat berupa pembuktian suatu rumus yang tidak dapat menggunakan suatu media atau alat melainkan memerlukan konsep terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan rumus yang akan dibuktikan. Sedangkan kegiatan laboratorium dalam matematika berupa kegiatan pengambilan data. Misalnya, pada materi statistika. Untuk menentukan nilai rata-rata, modus, median diperlukan adanya sebuah data. Data tersebut dapat diambil berdasarkan populasi siwa di kelas. Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut siswa dapat membangun pengetahuan baru dalam diri mereka. Akan tetapi, dalam kegiatan ini siswa tidak mungkin dapat menemukan konsep-konsep baru dengan sendirinya. Guru tetap harus berperan sebagai fasilitator dan motivator agar konsep baru yang terbentuk sesuai dengan tujuan dari pembelajaran. Tujuan utama pelaksanaan kegiatantugas ini bukan melatih siswa untuk pekerjaan tertentu, tetapi memungkinkan siswa mengalami aktivitas yang terkait langsung dengan pekerjaan nyata. 48 3 Applying mengaplikasi Mengaplikasikan menurut Crawford adalah “suatu strategi belajar yang menempatkan konsep-konsep untuk digunakan ”. 49 Sedangkan Sani menjelaskan bahwa “belajar menerapkan merupakan aktivitas peserta didik yang dilakukan saat menggunakan konsep untuk melakukan kegiatan pemecahan masalah dan proyek ”. 50 Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan aplikasi siswa mencoba menerapkan konsep-konsep yang telah diperoleh pada tahapan relating dan experiencing untuk memecahkan suatu permasalahan yang bersifat relevan. Apabila proses applying ini dapat dilalui dengan baik oleh siswa, maka mereka akan lebih mudah menerapkan konsep yang mereka peroleh tersebut pada saat transferring. Selain itu, proses applying juga digunakan untuk melihat sejauh 48 Sani. loc. cit. 49 Crawford, op. cit., h. 8. 50 Sani. loc. cit.

Dokumen yang terkait

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (kuasa Eksperimen di SMPN 3 Tangerang selatan)

3 10 82

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa : quasi eksperimen di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan

0 4 182

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh Pendekatan Diskursif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Viii Mts Negeri 32 Jakarta)

11 52 194

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

2 7 193

Pengaruh strategi heuristik vee terhadap kemampuan penalaran induktif matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas viii MTS Daarul Hikmah, Pamulang Barat

5 38 219

The Effectiveness of Guided Questions towards Students’ Writing Skill of Descriptive Text

0 5 86

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN TAPPS STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII MATERI LINGKARAN

11 50 293